Prakarsa R20 dapat dianggap sebagai salah satu terobosan untuk membangun sikap saling pengertian, menghormati, dan mengakui perbedaan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Peran agama digugat dan ditantang pada Forum Agama G20, dalam menciptakan perdamaian, menyelesaikan konflik, dan mengatasi krisis lingkungan hidup.
Gugatan itu menjadi menarik karena dilontarkan oleh para pemimpin agama sendiri, sebagai refleksi kritis dalam Forum Agama G20 atau Religion G20 (R20) dalam pertemuan pada 2-3 November 2022 di Bali.
Forum yang diprakarsai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf, yang disapa Gus Yahya, itu bermakna strategis. Sebab, mampu menghadirkan tokoh dan pemimpin agama atau sekte dari semua negara anggota G20, ditambah dari 11 negara lain dari berbagai benua.
Penyelenggaraan R20 dianggap relevan karena sering muncul sinisme, agama tidak hanya memiliki sejarah kelam di masa lalu, tetapi juga ketegangan hubungan di antara umat beragama telah ikut menciptakan dunia yang tidak nyaman.
Penyelenggaraan R20, antara lain, untuk membangun saling pengertian dan penghormatan atas perbedaan keyakinan, tetapi sekaligus dapat bekerja sama dalam menciptakan dunia sebagai rumah bersama yang lebih baik, aman, dan damai.
Apalagi setiap agama mengajarkan kebaikan, keluhuran, dan penghormatan terhadap sesama ciptaan, manusia dan alam. Kerja sama diharapkan akan menghilangkan berbagai prasangka buruk yang mengganggu hubungan.
Namun, sebelum dapat membangun kerja sama dengan kalangan agama lain, setiap agama perlu berbenah diri. Sangat menarik apa yang dikatakan Gus Yahya bahwa R20 dirancang agar para tokoh agama berbicara secara jujur mengenai problem setiap agama. Juga dikatakan, klaim dari setiap agama sebagai agama yang damai dan mendorong harmoni masih memerlukan bukti.
Tidak bisa dimungkiri, setiap agama masih memiliki konflik internal. Tidak sedikit agama yang terkuras banyak energi dan tenaganya oleh persoalan internal yang berlarut-larut.
Sekalipun persoalan konflik internal, misalnya, bisa dikelola secara baik, tidak ada jaminan pula upaya membangun kerja sama dan hubungan dengan agama lain bisa dengan mudah dapat dibangun.
Perbedaan keyakinan telah membawa prasangka ideologis dan saling curiga di antara para pemeluk agama. Sikap prasangka dapat memburuk menjadi permusuhan.
Kondisi semacam ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus karena akan merusak kehidupan bersama. Sangat diperlukan interaksi, dialog, dan komunikasi antaragama untuk keluar dari kebuntuan.
Prakarsa R20 dapatlah dianggap sebagai salah satu terobosan untuk membangun sikap saling pengertian, menghormati, dan mengakui perbedaan, tetapi sekaligus mendorong kerja sama bagi peradaban dan kemanusiaan yang lebih baik.