Perdagangan internasional dan sepak bola dapat berfungsi sebagai katalis pertumbuhan ekonomi dan inklusi sosial. Salah satunya dengan membidik rantai nilai pakaian sepak bola global melalui industri tekstil dan kapas.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
DOKUMENTASI WTO
Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Ngozi Okonjo-Iweala dan Presiden Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) Gianni Infantino menandatangani nota kesepahaman (MOU) tentang sinergi WTO-FIFA menjadikan perdagangan internasional dan sepak bola dapat berfungsi sebagai katalis pertumbuhan ekonomi, inklusi sosial, dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada 27 September 2022.
Ekonomi sepak bola dunia menarik perhatian Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO. Perdagangan kapas dan rantai nilai pakaian sepak bola global disasar. Federasi Sepak Bola Internasional atau FIFA menjadi pintu masuknya.
Pasar pakaian sepak bola dunia, antara lain, mencakup kaus, celana, kemeja, kaus kaki, syal, dan jaket. Nilai pasarnya sangat besar. Technavio, perusahaan riset pasar dan konsultan global asal Amerika Serikat, memperkirakan, nilai pasar pakaian sepak bola akan tumbuh 2,62 miliar dollar AS pada 2020 hingga 2025 dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 4,97 persen.
Tak heran jika WTO menandatangani nota kesepahaman (MOU) tentang sinergi ekonomi sepak bola dan pemberdayaan masyarakat FIFA pada 27 September 2022. MOU yang berlaku hingga 31 Desember 2027 itu dilakukan sepuluh hari menjelang Hari Kapas Dunia yang diperingati setiap 7 Oktober.
Dengan MOU itu, WTO dan FIFA berkomitmen menjadikan perdagangan internasional dan sepak bola dapat berfungsi sebagai katalis pertumbuhan ekonomi, inklusi sosial, dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Program Kapas WTO juga menjadi elemen utama dari perjanjian. Program itu mencakup pengembangan produksi kapas dan pemberdayaan petani-perajin kapas di negara-negara kurang berkembang.
Salah satu program yang diinisiasi adalah Cotton Four (C4) di Afrika yang terdiri dari Benin, Burkina Faso, Chad, dan Mali. FIFA akan menjajaki peluang meningkatkan partisipasi C4 dan negara-negara kurang berkembang produsen kapas lainnya dalam rantai nilai pakaian sepak bola global.
WTO dan FIFA berkomitmen menjadikan perdagangan internasional dan sepak bola dapat berfungsi sebagai katalis pertumbuhan ekonomi, inklusi sosial, dan mencapai SDGs.
SUMBER: USDA
Proyeksi ekspor dan impor kapas 2022/2023 yang dipublikasikan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) pada Oktober 2022.
Departemen Pertanian AS (USDA), pada Oktober 2022, memperkirakan volume ekspor kapas global pada 2022/2023 sebanyak 43,613 juta bal. Eksportir kapas global terbesar adalah Amerika Serikat (28,66 persen), disusul Brasil, Australia, dan India. Adapun volume impor kapas dunia pada 2022/2023 diperkirakan sebanyak 43,621 juta bal. Importir terbesarnya adalah China (19,94 persen), disusul Vietnam, Pakistan, dan Turki.
Java Kapok
Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia merupakan negara produsen tekstil dan produk dari tekstil (TPT). Kapas menjadi bahan baku utamanya. Dahulu, Indonesia juga dikenal sebagai produsen kapas (Gossypium hirstum) dan kapuk randu (Ceiba pentadra).
Balai Penelitian Tanaman Manis dan Serat (Balittas) mencatat, pada 1936-1937, Indonesia merupakan pengekspor terbesar di dunia. Volume ekspornya 28.400 ton serat kapuk atau sekitar 85 persen kebutuhan serat kapuk dunia.
Sejak zaman kolonial Belanda, kawasan Jawa Tengah bagian timur terkenal dengan sebutan negeri ”Java Kapok” atau Kapuk Jawa. Area penanaman pohon randu atau kapuk terpusat di wilayah sekitar Pegunungan Muria. Hingga kini, kawasan itu, terutama di Desa Karaban, Kecamatan gabus, Kabupaten Pati, masih memproduksi kapuk. Sebagian besar kapuk itu diolah untuk membuat kasur yang dipasarkan di dalam negeri dan luar negeri, terutama Malaysia.
Indonesia bahkan memiliki 155 plasma nutfah kapuk yang dilestarikan di lahan seluas 94 hektar di Kebun Percobaan Muktiharjo dan Ngemplak, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati. Di kebun itu, terdapat pohon kapuk tertua yang ditanam pada 1934 (Ekspedisi Anjer-Panaroekan, November 2008).
Warga Kelurahan Donggala, Kecamatan Hulonthalangi, Kota Gorontalo, sedang memisahkan kapuk dari biji-bijinya, Rabu (10/10/2012). Sebagian warga di Kelurahan Donggala membuat kasur berbahan kapuk yang dibuat secara tradisional. Satu buah kasur berukuran 1,5 x 2 meter dijual seharga Rp 400.000 dan membutuhkan sekitar 20 kilogram kapuk per kasurnya.
Dari tahun ke tahun produksi kapas dan kapuk di Indonesia semakin berkurang. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi kapas nasional pada 2017-2021 cenderung turun dari 332 ton pada 2017 menjadi 191 ton pada 2021. Ada tujuh daerah produsen kapas di Indonesia, yakni Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan. Dua produsen terbesarnya adalah NTT dan Sulawesi Selatan.
Sebanyak 155 plasma nutfah kapuk yang dimiliki Indonesia bisa menjadi modal pengembangan kapas nasional. Dengan begitu, 155 plasma nutfah kapuk tersebut tak melapuk di ”museum ” kebun percobaan.
Penurunan produksi itu membuat Indonesia menjadi importir kapas. Berdasarkan data Statista, pada 2021, Indonesia mengimpor kapas senilai 1,87 miliar dollar AS. Nilai impor itu meningkat dari 2020 yang senilai 1,33 miliar dollar AS dan hampir mendekati periode sebelum pandemi Covid-19 pada 2019 yang sebesar 1,97 miliar dollar AS.
Indonesia sebenarnya dapat membidik bahkan masuk dalam rantai nilai pakaian sepak bola global melalui industri TPT. Sembari mengisi peluang itu, produktivitas kapas di Indonesia perlu terus dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan impor kapas.
Sebanyak 155 plasma nutfah kapuk yang dimiliki Indonesia bisa menjadi modal pengembangan kapas nasional. Dengan begitu, 155 plasma nutfah kapuk tersebut tak melapuk di ”museum” kebun percobaan.