Diskriminasi Penegakan Hukum
Tidak ditahannya Putri Candrawathi (PC) menjadi pembicaraan hangat di masyarakat. Aparat penegak hukum sebaiknya tak bertindak diskriminatif dengan membiarkan PC bebas merdeka, Demi peradilan yang adil dan obyektif.
Diskriminasi adalah suatu perbuatan, praktik, atau kebijakan yang memperlakukan seseorang atau kelompok secara berbeda dan tak adil atas dasar agama atau kepercayaan, ras, warna kulit, bahasa, jenis kelamin, pilihan politik, status sosial, atau kategori lainnya.
Diskriminasi bisa juga karena kekuasaan hegemonik seseorang atau kelompok orang dalam institusi penegak hukum yang melampaui pangkat dan kewenangan yang membuat seseorang atau kelompok orang tersebut memperoleh keistimewaan dan atau tidak tersentuh hukum.
Memang diskriminasi telah dilarang dalam enam konvensi inti hak asasi manusia internasional, bahkan dimuat dalam peraturan perundang-undangan, tetapi tradisi, kebijakan, gagasan, praktik, dan hukum yang diskriminatif tetap saja terjadi di banyak negara, termasuk di negara-negara dengan kasus diskriminasi yang umumnya dianggap rendah. Di antara perlakuan diskriminatif dimaksud adalah diskriminasi dalam penegakan hukum.
Di antara perlakuan diskriminatif dimaksud adalah diskriminasi dalam penegakan hukum.
Kasus yang sedang hangat di masyarakat saat ini adalah tidak ditahannya Putri Candrawathi (PC), istri pelaku pembunuhan berencana Irjen Ferdy Sambo (FS), padahal yang bersangkutan sudah berstatus tersangka melanggar pasal pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Alasan yang mengemuka, PC memiliki seorang anak usia 1,5 tahun. Publik tentu saja tidak bisa menerima alasan itu karena terlalu banyak contoh ibu-ibu ditahan dengan kondisi serupa karena melanggar pasal dalam kategori yang bahkan lebih ringan.
Keadilan dan ketidakadilan tak hanya terletak pada putusan akhir dari hakim, tetapi dan terutama juga pada prosedur penanganan perkara itu semenjak dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan persidangan, hingga pelaksanaan pidana. Karena itu, aparat penegak hukum tak bertindak diskriminatif dengan membiarkan PC bebas merdeka, tetapi segera menahannya demi peradilan yang adil dan obyektif (fair trial procces).
”White’s justice”
Polisi adalah aparat penegak hukum pidana yang paling sulit diterka. Pekerjaannya dalam menegakkan hukum dipengaruhi banyak variabel.
Keputusan apakah polisi akan melakukan penahanan atau tidak pada seseorang yang disangka melakukan kejahatan, anasir-anasir nonlegal formal akan sangat mewarnai tindakan polisi, seperti (a) ras tersangka, (b) sifat serius dari kejahatan yang didakwakan, (c) tersedianya bukti di tempat kejadian, (d) pilihan keinginan pelapor, (e) hubungan sosial antara tersangka dan pelapor-penderita, dan (f) dengan cara bagaimana polisi masuk sehingga menangani perkara bersangkutan.
Yang alpa dari analisis Donald Black (1993) untuk kasus PC adalah faktor kekuasaan hegemonik FS yang mencengkeram yang membuat pemilik kuasa tersandera, tidak berani menahan.
Diskriminasi dalam penegakan hukum jika tidak dikawal bisa berlanjut ke proses berikutnya, apakah di penuntutan atau di proses persidangan karena perlakuan berbeda dalam penegakan hukum sudah menjadi fenomena klasik.
Polisi adalah aparat penegak hukum pidana yang paling sulit diterka.
Riset Black (1993) di Amerika Serikat menyebutkan, putusan hakim (pengadilan) bisa berbanding lurus dengan status sosial (law varies directly with social status). Apabila seseorang dengan status sosial rendah menyerang orang dengan status sosial tinggi, perkaranya akan ditangani dengan segera.
Seorang kulit hitam yang diadili karena membunuh seorang warga kulit putih, maka risiko untuk dijatuhi hukuman mati sangat signifikan. Di Ohio, risiko itu 15 persen, daripada baku bunuh sesama kulit hitam. Di Georgia di atas 30 persen; di Florida 40 persen, dan di Texas hampir 90 persen. Fenomena itulah yang memancing munculnya istilah white’s justice.
Proses peradilan (dengan demikian) tidak hanya menjadi medan pergulatan hukum, tetapi juga pergulatan kemanusiaan dan bahkan pergulatan ideologi sebagaimana digambarkan Black dalam dalil-dalilnya berikut.
Antara lain, law varies directly with rank: manusia dalam posisi tinggi memiliki hukum lebih banyak daripada manusia di posisi rendah. The relationship between law and differentiation is curvelinear: orang yang memperoleh lebih banyak perbedaan dalam lapisan sosial, jumlah hukum semakin banyak.
Begitu pula sebaliknya. The relationship between law and relational distance curvilinear: hukum tidak berlaku bagi masyarakat yang memiliki hubungan dekat. Law varies directly with integration: masyarakat yang ada pada lingkaran pusat sosial lebih memiliki hukum daripada masyarakat yang ada pada lingkaran luar sosial (marginal). Law is greater in a direction toward less conventionality than more conventionality: kejahatan yang dilakukan kalangan minoritas dan korbannya dari kalangan mayoritas, maka hukumannya akan lebih berat, begitu pun sebaliknya.
Kemudian, law is greater toward less culture than toward more culture: kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berpendidikan rendah terhadap orang yang berpendidikan tinggi, maka hukuman yang didapatkan akan lebih berat dibandingkan pelaku adalah yang berpendidikan tinggi terhadap orang berpendidikan rendah.
Law is greater in a direction toward less respectability than toward more respectability: masyarakat yang tak terhormat lebih banyak jadi sasaran tujuan hukum dan cenderung tak mendapatkan manfaat dari hukum itu sendiri.
Dampak diskriminasi dalam penegakan hukum yang tak pernah diperhitungkan adalah akibatnya yang tidak terlihat, bukan yang terlihat (Bastiat: 2010).
Dampak diskriminasi
Dampak diskriminasi dalam penegakan hukum yang tak pernah diperhitungkan adalah akibatnya yang tidak terlihat, bukan yang terlihat (Bastiat: 2010). Ketika aparat penegak hukum mengabaikan proses peradilan yang fair (fair trial process), akibat yang terlihat adalah korban, keluarga korban, dan masyarakat kecewa, tidak terima diperlakukan tak adil, mengajukan upaya hukum, publik mencemooh proses hukum.
Namun, yang tak terlihat adalah terkonfirmasinya keraguan dan meningginya ketidakpercayaan pada penegakan hukum, pupusnya modal sosial membangun penegakan hukum yang adil, terkurasnya energi positif anak bangsa mengutuk ketidakberesan hukum yang semestinya didayagunakan untuk membangun hukum yang adil dan beradab.
Baca juga : Kasus Putri Candrawathi dan Problem Standar Ganda Penahanan Perempuan
Akibat tidak terlihat lainnya adalah terbangunnya perasaan ketidakadilan kolektif akibat kekecewaan yang mendalam, harapan-harapan yang selalu dihancurkan, serta janji-janji yang setiap hari diingkari. Setiap orang lalu terjaring dalam satu kesamaan yang tak terelakkan, terikat dalam tenunan nasib yang sama. Apa pun yang menimpa seseorang secara langsung, akan mengena pada semua orang secara tidak langsung. Apa yang terjadi hari ini pada orang lain pada gilirannya akan menimpa siapa pun di tempat lain.
Menguatnya kesadaran kolektif tentang persamaan nasib dan ancaman hukum terhadap kehidupan di masa depan akan memunculkan sentimen-sentimen emosional, kekecewaan-kekecewaan, ketegangan-ketegangan dalam pikiran yang bisa memicu terjadinya komplikasi sosial dan politik.
(Suparman Marzuki Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia)