Manusia sedang menghadapi paradoks. Ia patut optimistis berkat kemajuan yang dicapainya, tetapi di saat yang sama, persoalan eksistensial sedang menderanya.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Keberhasilan manusia melepaskan diri dari takhayul mengantarnya masuk ke era yang rasional dan ilmiah. Ilmu pengetahuan pun berkembang pesat.
Era ini tak hanya ditandai dengan kemajuan ilmu-ilmu alam, tetapi juga berkembangnya ilmu-ilmu sosial. Maka, seiring menjamurnya penemuan di bidang rekayasa teknik, muncul pula gagasan-gagasan segar tentang bagaimana manusia harus mengorganisasi diri.
Monarki absolut ditinggalkan. Muncul demokrasi perwakilan yang dilengkapi checks and balances di antara lembaga-lembaga negara. Kesejahteraan rakyat menjadi tujuan utama (walau implementasinya tak selalu mulus), meninggalkan pandangan usang bahwa pemimpin tak bisa salah dan harus dilayani habis-habisan.
Penemuan vaksin Covid-19 dapat dikatakan salah satu bukti hasil pencapaian panjang manusia. Dalam waktu yang tidak lama, vaksin Covid-19 dihasilkan. Di balik itu, ada riwayat panjang perkembangan berbagai ilmu, mulai dari biologi, medis, hingga informatika.
Di tengah optimisme itu, pada saat Sidang Ke-77 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dimulai, Selasa (20/9/2022), di New York City, Amerika Serikat (AS), manusia juga menghadapi pesimisme. Perang Rusia-Ukraina masih berkecamuk. Dalam perang ini, mereka yang berhadapan sesungguhnya AS bersama sekutunya dan Rusia. Kedua kubu sama-sama memiliki senjata mematikan bom nuklir.
Ada pula bencana banjir besar sekaligus kekeringan parah yang merupakan fenomena perubahan iklim sebagai akibat peningkatan suhu Bumi. Peningkatan emisi gas rumah kaca menjadi pemicunya.
Kombinasi perang di Ukraina, perubahan iklim, serta pandemi Covid-19 menciptakan krisis pangan global dengan 345 juta orang mengalami kerawanan pangan akut, sementara 50 juta penduduk berada di tepi jurang kelaparan.
Di tengah situasi yang sangat menantang itu, dunia masih didera dampak persaingan AS dan China yang menghebat. Berbagai bidang kehidupan menjadi medan laganya: bisnis, perdagangan, teknologi, hubungan internasional, hingga militer. Tidak mustahil konflik bersenjata antara AS dan China pecah. Jika hal itu terjadi, begitu banyak orang di seluruh dunia bakal sengsara.
Sidang Ke-77 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa jelas tak mampu menyelesaikan semua persoalan pelik tersebut. Namun, ada harapan, perhelatan ini memberikan kesempatan bagi para pemimpin negara-negara yang terkotak-kotak untuk bertemu dan saling mendengarkan. Hati boleh panas, tetapi berkat komunikasi, kepala akan tetap dingin. Itikad untuk menjaga agar dunia selalu damai dan penduduknya sejahtera pun dapat terjaga.