Pariwisata Indonesia ibarat menemukan idola baru: desa wisata. Sebagai primadona baru, pengembangan desa wisata tetap harus secara berkelanjutan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pandemi Covid-19 nyata-nyata berdampak terhadap berbagai segi kehidupan manusia, termasuk pariwisata sebagai salah satu bagian dari ekonomi. Pembatasan sosial selama pandemi menyebabkan kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, turun drastis.
Seiring makin terkendalinya pandemi, pemerintah menggiatkan pemulihan ekonomi dengan salah satunya mendongkrak kunjungan wisata. Volume kunjungan ke destinasi andalan, seperti Pulau Bali, berusaha dioptimalkan.
Upaya serupa ditempuh untuk kunjungan ke lima destinasi superprioritas yang telah ditetapkan pemerintah, yaitu Borobudur (Jawa Tengah), Toba (Sumatera Utara), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Likupang (Sulawesi Utara), dan Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur).
Selain itu, gairah pengembangan desa-desa wisata di seantero Tanah Air juga memunculkan suasana optimisme. Fenomena ini sejalan dengan makin banyaknya warga yang berkunjung ke desa wisata. Tak heran, seiring melonjaknya kunjungan itu, seperti disampaikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, pendapatan usaha desa wisata juga ikut terungkit.
Nagari Ganggo Mudiak di Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, bisa menjadi salah satu bukti upaya mengoptimalkan potensi desa wisata. Ganggo Mudiak dan nagari di sekitarnya memang punya potensi wisata yang lengkap. Tidak hanya Monumen Ekuator dan situs sejarah, juga ada potensi wisata alam yang melimpah dan masih asri, mulai dari air terjun, sungai, goa, hingga air panas.
Sebelum pandemi, kunjungan pelancong ke Monumen Ekuator sekitar 25.000 orang per tahun. Saat pandemi, hanya 8.000-10.000 orang per tahun. Tahun ini, kondisi mulai membaik, per Agustus sebanyak 12.385 orang (Kompas, 9/9/2022).
Desa Wisata Sembalun di kaki Gunung Rinjani, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, juga menghadirkan potensi luar biasa. Beragam daya tarik wisata di Sembalun, seperti trekking dan soft trekking, bersepeda, wisata agro, dan paralayang, dipromosikan dan dikemas sedemikian rupa sehingga menarik minat wisatawan.
Potensi desa-desa wisata ini diungkapkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno. Bahkan, Sandi memprediksi desa-desa wisata akan mampu menyedot kedatangan lebih banyak wisatawan pada tahun depan. Kenaikannya sekitar 30 persen dari wisatawan lokal.
Wajar jika Indonesia yang kaya akan keindahan panorama alam, situs sejarah kaya kisah dan makna, serta berbagai potensi wisata lainnya giat mengembangkan pariwisata sebagai salah satu bentuk pemulihan ekonomi pascapandemi.
Tak boleh dilupakan, konsep keberlanjutan pengembangan destinasi wisata, termasuk desa wisata. Pengembangan daerah tujuan wisata sepatutnya tak hanya berorientasi ekonomi, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek ekologi.