Menyilau Ganggo Mudiak, Nagari Wisata di Garis Khatulistiwa
Nagari wisata Ganggo Mudiak di Kecamatan Bonjol Pasaman kaya akan potensi wisata. Tidak hanya garis khatulistiwa dan situs sejarah perang padri, nagari ini juga punya air terjun indah, sungai, goa, dan kolam air panas.
Pauline (67) dan Theodore (77) tampak begitu riang. Mereka berpose seperti sedang melangkah melintasi garis ekuator dari belahan Bumi utara ke selatan. Dengan ponsel, pemandu wisata memotret pasangan asal Belanda itu.
Sore itu, Pauline dan suaminya singgah di Monumen Ekuator, Nagari Ganggo Mudiak, Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Pasangan yang sedang mengeksplorasi Pulau Sumatera ini dalam perjalanan menuju Bukittinggi dari Padang Sidempuan, Sumatera Utara.
”Ini pertama kalinya kami melalui garis ekuator. Mungkin saja kami pernah melalui garis ini ketika di pesawat, ha-ha-ha, tetapi untuk di darat ini pertama kali. Pengalaman pertama ini menyenangkan,” kata Pauline, Senin (5/9/2022).
Kecamatan Bonjol, tepatnya di Ganggo Mudiak, merupakan satu dari segelintir wilayah di Indonesia yang dilewati garis ekuator atau khatulistiwa. Tempat lainnya, seperti Kota Pontianak di Kalimantan Barat.
Monumen Ekuator merupakan daya tarik utama di nagari wisata Ganggo Mudiak. Sejak dahulu situs di pinggir Jalan Lintas Sumatera ini menjadi salah satu titik yang mesti disinggahi turis asing saat tur Sumut-Sumbar. Selain garis ekuator, di sini juga ada tugu ekuator berupa bola globe peninggalan Belanda.
”Ini wajib, harus berhenti, tidak berhenti mereka (turis) tuntut. Ini salah satu perjalanan unik mereka. Ini termasuk highlight dalam Sumatera overline tour. Tidak semua tempat dilewati garis khatulistiwa,” kata Idris (56), pemandu wisata.
Kawasan Monumen Ekuator berjarak sekitar 150 kilometer dari pusat Kota Padang. Lokasi ini bisa ditempuh dengan moda transportasi darat, antara lain bus antarkota dalam provinsi, mobil travel, ataupun kendaraan pribadi. Jarak tempuh dengan mobil 4-5 jam via Jalan Lintas Sumatera.
Setiap tahun, kawasan garis ekuator ini mengalami fenomena ekuinoks yang terjadi dua kali setahun biasanya 21 Maret dan 23 September. Untuk September ini, pemerintah kabupaten menyiapkan festival dan bazar di kawasan Taman Ekuator selama 21-24 September 2022.
Situs sejarah
Selain dilintasi khatulistiwa, Ganggo Mudiak juga punya potensi wisata sejarah. Kecamatan Bonjol, termasuk Ganggo Mudiak dan nagari sekitarnya, merupakan daerah pusat pertahanan kaum Padri yang dipimpin pahlawan nasional Tuanku Imam Bonjol, ketika berperang melawan penjajah Belanda.
Di dalam kawasan Monumen Ekuator, terdapat Museum Tuanku Imam Bonjol. Di museum, pengunjung bisa menyaksikan senjata dan benda-benda peninggalan Tuanku Imam Bonjol dan pengikutnya semasa Perang Padri serta benda lainnya yang sezaman dengan itu.
Selain museum, terdapat pula situs-situs sejarah perjuangan kaum Padri. Di Ganggo Mudiak, ada Benteng Pertahanan Tuanku Imam Bonjol; Bukit Pangintaian, tempat tentara Padri mengintai musuh. Sementara itu, di Ganggo Hilia, ada Benteng Bukit Tajadi, benteng utama pertahanan tentara Padri.
”Dari atas Bukit Pangintaian, jelas terlihat musuh di bawah berjalan di jalan sempit. Dari atas bukit inilah tentara Padri menyerang musuh dengan badia balansa, batu lontar, dan lainnya,” kata Ismail Datuak Kumalo Basa, Bendahara Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Alam Bonjol Adventure, Selasa (7/9/2022).
Lokasi situs-situs tersebut tak jauh dari Monumen Ekuator. Benteng Pertahanan dan Benteng Bukit Tajadi berjarak sekitar 1,3 km dan 2,7 km dari monumen, bisa ditempuh dengan sepeda motor. Walakin, karena belum digarap optimal dan bersemak, tidak banyak kegiatan bisa dilakukan di sana, selain napak tilas sejarah dan memandang lanskap nagari.
Di bagian bawah Benteng Pertahanan, terdapat lorong tempat berlindung setinggi 1 meter dengan panjang lorong 20 meter. Sementara itu, di Bukit Pangintaian, terdapat parit tempat berlindung saat perang, tetapi sekarang tertutupi semak belukar dan sebagian tertimbun tanah.
Sebagai pelengkap nuansa napak tilas sejarah, di kafe Zero Degrees World samping museum, pengunjung bisa menikmati nasi ”Perang Padri” yang mulai dipasarkan satu setengah bulan lalu. Dinamakan demikian karena makanan seperti inilah yang dikonsumsi oleh Tuanku Imam Bonjol dan para pengikutnya saat perang.
Selain nasi putih, isi menu ini, antara lain, ikan asin bakar, jengkol bakar, sambal cabai hijau, timun, dan sayuran rebus, yaitu rimbang, pucuk papaya, buncis, kacang panjang, pare, daun singkong, dan kecombrang. Pengunjung juga bisa memesan telur dadar dan ikan nila salai untuk penambah selera makan.
Wisata alam
Ganggo Mudiak dan nagari di sekitarnya dapat dikatakan punya potensi wisata yang lengkap. Tidak hanya garis ekuator dan situs sejarah, daerah ini juga punya potensi wisata alam yang melimpah dan masih asri, mulai dari air terjun, sungai, goa, hingga air panas.
Air terjun yang ada di Ganggo Mudiak, antara lain Air Terjun Pincuran Bidadari, Air Terjun Sarasah, dan Air Terjun Ancol. Selain itu, ada Sungai Alahan Panjang untuk olahraga arung jeram, Goa Penyimpanan Pangan di Jorong Biduak, dan kolam air panas di Jorong Kampung Tampang.
Bersama Pokdarwis Alam Bonjol Adventure, Nagari Ganggo Mudiak, Kompas menyusuri Air Terjun Pincuran Bidadari di Jorong Kampung Baru, Selasa lalu. Air terjun di kawasan hutan masyarakat ini mulai digarap untuk obyek wisata minat khusus oleh pokdarwis sejak 2019.
Air Terjun Pincuran Bidadari berjarak sekitar 2 km dari Monumen Ekuator. Sepanjang 1,5 km, jalan bisa ditempuh dengan sepeda motor melewati jalan nagari dan jalan usaha tani. Kemudian, perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki sekitar 500 meter melintasi perkebunan warga dan menyusuri Banda Lapo, anak Sungai Alahan Panjang.
Medan ke air terjun ini relatif berat dan terjal. Pengunjung mesti menyusuri tepian dan bebatuan licin serta sesekali mesti menceburkan kaki ke air. Walakin, penat terbayar lunas oleh hutan rimbun, sungai jernih, dan tentu saja air terjun nan menawan. Perjalanan siang itu memakan waktu sekitar 1,5 jam karena santai. Biasanya waktu tempuh hanya 30 menit.
Tinggi Air Terjun Pincuran Bidadari sekitar 15 meter. Airnya tidak langsung menghujam ke dasar tetapi bertingkat-tingkat menerpa tebing bebatuan. Airnya sangat jernih dan dingin. Di dasar air terjun, air mengalir melewati bebatuan besar. Pengunjung bisa piknik di atas bebatuan di bawah lindungan hutan rimbun.
Selain air terjun, wisatawan bisa pula menjajal olahraga arung jeram di Sungai Alahan Panjang dari Ganggo Mudiak hingga Ganggo Hilia. Lokasinya mudah diakses karena berada di pinggir Jalan Lintas Sumatera. Meskipun demikian, kondisi di sekeliling jeram masih alami.
Kolam air panas di Jorong Kampung Tampang bisa dijajal untuk menghangatkan badan. Di lokasi ini, terdapat kolam ukuran 4 meter x 4 meter dengan mata air panas dari dalam bumi. Kata Ismail, kolam tersebut dibangun tentara Belanda di era pascaproklamasi. Di sekitarnya juga banyak mata air panas lain yang belum digarap.
Sayangnya, kolam air panas itulah satu-satunya fasilitas di lokasi ini. Destinasi di kaki bukit dekat areal persawahan ini belum dikembangkan dan hanya digunakan warga untuk berendam sehari-hari. Akses ke lokasi hanya bisa dengan sepeda motor melintasi jalan nagari dan jalan usaha tani.
Bagi yang hobi merawat bunga, wisatawan bisa pula ke Kampung Kaktus di Jorong Kampung Baru. Di sini, pengunjung bisa menyaksikan dan berbelanja beragam jenis kaktus mini yang dibudidayakan masyarakat. Selain di jorong itu, sebagian besar warga di Kecamatan Bonjol berbudidaya kaktus mini di pekarangan rumah.
Paket wisata
Destinasi wisata di Ganggo Mudiak mulai dikemas dalam paket wisata. Salah satu kemasannya adalah wisata satu setengah hari. Dalam paket ini, kegiatannya antara lain wisatawan tur keliling museum, menyaksikan kesenian Simuntu, mencicipi nasi Perang Padri, berkunjung ke pusat kriya, bermain arung jeram, dan wisata kuliner.
”Harga paket wisata mulai dari Rp 1 juta. Sudah termasuk menginap di homestay,” kata Fitria, Kepala Seksi Pemerintahan Nagari Ganggo Mudiak, Senin (5/9/2022).
Selain paket tersebut, pengunjung juga bisa mengatur paket wisata yang dikehendaki dengan pokdarwis sebagai pengelola pariwisata. Kunjungan tidak terbatas di Ganggo Mudiak saja, tetapi juga bisa ke destinasi di nagari-nagari sekitarnya.
Untuk akomodasi, di nagari wisata ini terdapat tiga homestay aktif, salah satunya Rumah Hijau Pulo Air. Adapun untuk makanan, di sekitar kawasan ekuator terdapat sejumlah rumah makan ampera ataupun kafe. Di nagari tetangga, Ganggo Hilia, juga ada Mega Wisata Kuliner Bonjol yang menyediakan beragam menu.
Apabila ingin menginap di hotel dan tempat makan yang lebih lengkap, pengunjung bisa mendapatkannya di Lubuk Sikaping, ibu kota Pasaman. Jarak tempuh dari kawasan ekuator ke Lubuk Sikaping sekitar 18 km atau sekitar 25-30 menit perjalanan.
Pengelolaan
Ketua Pokdarwis Alam Bonjol Adventure Kardinal (39) mengatakan, pengelolaan destinasi wisata di Ganggo Mudiak memang belum optimal. Akses dan fasilitas di sejumlah destinasi belum memadai, baik karena ketiadaan anggaran maupun belum ada kejelasan pengelolaan.
Sebagian destinasi yang dirintis pokdarwis, seperti Air Terjun Pincuran Bidadari dan Bukit Pangintaian, menggunakan dana swadaya. Destinasi lain, seperti Benteng Pertahanan Tuanku Imam Bonjol dan air panas di Jorong Kampung Tampang, belum dikelola pokdarwis karena aset belum diserahterimakan.
Pandemi Covid-19 juga membuat kegiatan pariwisata menjadi lesu. Sebelum korona merebak, kata Kardinal, kunjungan wisatawan ke Monumen Ekuator sekitar 25.000 orang per tahun. Saat pandemi, hanya 8.000-10.000 orang per tahun. Tahun ini, kondisi mulai membaik, per Agustus, sebanyak 12.385 orang.
Kardinal melanjutkan, ke depan, pariwisata di Ganggo Mudiak akan dikelola oleh Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag). Ia terpilih menjadi direktur BUMNag beberapa bulan lalu. Kardinal hendak mengaktifkan BUMNag dan memprioritaskan sektor pariwisata sebagai salah satu lini usaha badan usaha ini.
Dampak kegiatan pariwisata di Ganggo Mudiak mulai dirasakan masyarakat meskipun belum signifikan. Dona Ririyanti (32), pengelola Homestay Rumah Hijau Pulo Air di Jorong Kampung Belimbing, mengatakan, usaha penginapan yang dirintis keluarganya sejak 2017 bisa membantu perekonomian rumah tangga. ”Ada tambahan pemasukan,” katanya.
Di awal-awal buka, pengunjung penginapan yang bertarif Rp 190.000-240.000 ini 5-6 orang per bulan. Saat Covid-19, bisa sampai tiga bulan tidak ada tamu. Sekarang, kondisinya mulai membaik. ”Rata-rata setiap bulan ada tamu. Agustus lalu ada dua orang, September ini satu orang,” ujarnya.
Ismail mengatakan, hingga saat ini, kegiatan pariwisata memang belum bisa menghidupi anggota pokdarwis. Ia pun masih menggantungkan sumber penghasilan dari Bertani. Walakin, ia optimistis, sektor pariwisata bisa menjadi sandaran masyarakat Ganggo Mudiak di masa mendatang.
Oleh sebab itu, ia dan kawan-kawannya di pokdarwis tidak patah arang. Apalagi saat ini pemkab tengah menggencarkan kegiatan pariwisata di Kecamatan Bonjol. Kawasan ekuator menjadi ikon dan ujung tombak pariwisata Pasaman. Sejumlah destinasi wisata akan dibenahi serta dilengkapi sarana penunjangnya.
Dukungan pemkab
Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Pasaman Ahdi Susanto mengatakan, kawasan wisata Ekuator Bonjol menjadi destinasi wisata unggulan Pasaman. Itu sejalan dengan SK Gubernur Sumbar yang menentapkan kawasan ini sebagai salah satu daerah pengembangan wisata unggulan.
”Kawasan ini menjadi ikon wisata Pasaman karena alamnya indah, dilalui garis khatulistiwa dan ada sejarah Tuanku Imam Bonjol. Lengkap semuanya. Dengan potensi tersebut, pantas kawasan Bonjol jadi ikon dalam mewujudkan target Pasaman sebagai tujuan wisata,” kata Ahdi, Selasa.
Ahdi melanjutkan, pengembangan pariwisata menjadi satu dari 10 program prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pasaman 2021-2026. Salah satu bentuk implementasinya adalah pembangunan fisik, berupa bangunan dan fasiltias secara bertahap.
Pada 2022, katanya, pemkab membangun rest area di sekitar Monumen Ekuator. Fasilitasnya antara lain gazebo, tempat parkir, dan pasar kuliner. Dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2023, pemkab juga sudah menganggarkan pembuatan planetarium di kawasan itu.
BUMNag didorong untuk bergerak di bidang pariwisata. Pendampingan terhadap pokdarwis dan BUMNag juga terus dilakukan. Sementara itu, untuk mendukung nagari wisata di Bonjol, nagari-nagari lain juga disiapkan. Begitu pula dengan akses dari kabupaten lain menuju Bonjol, seperti pembangunan jalan Bonjol-Suliki.
”Sekarang kami juga sedang membuat RIPPARDA (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah) dan draf akademik agar jadi Ranperda (Rancangan Peraturan Daerah) tentang Pariwisata,” ujar Ahdi.