Kontestasi Geopolitik dan Politik Luar Negeri Bebas-Aktif RI
Tantangan geopolitik masih tetap menjadi bagian dinamika hubungan internasional, maka agilitas, adaptabilitas, konsistensi, dan persistensi pelaksanaan polugri dalam diplomasi Indonesia tetap menjadi keniscayaan.

Heryunanto
Ketika perang dagang menjadi tantangan global, pandemi Covid-19 seharusnya menjadi alarm dunia bahwa kontestasi geopolitik, tanpa dikelola dengan baik, dan berbagai bentuk aksi dan provokasi, menjadi ancaman sangat serius bagi perdamaian dunia.
Perang di Ukraina salah satu contoh kegagalan pengelolaan kontestasi geopolitik di Eropa. Ketika konflik militer terjadi, berdasarkan pengalaman sejarah, sulit sekali diprediksi berakhirnya, demikian juga dengan perang yang sedang terjadi.
Dalam perbincangan dengan jenderal aktif berbintang empat dari AS, pengalamannya mengajarkan bahwa konflik militer tidak pernah berlangsung singkat, sulit diprediksi berakhirnya, dan yang lebih berbahaya lagi ketika konflik tersebut bernuansa kontestasi geopolitik yang bersifat sistemis.
Harus disadari, tantangan dunia saat ini sangat kompleks dan multidimensi dan belum pernah terjadi dalam sejarah modern.
Harus disadari, tantangan dunia saat ini sangat kompleks dan multidimensi dan belum pernah terjadi dalam sejarah modern. Mulai dari konflik geopolitik dengan ancaman perang yang lebih besar, pandemi, krisis ekonomi, pangan, dan perubahan iklim, hingga tergerusnya multilateralisme, yang sementara ini masih digaungkan sebatas jargon politik.
Perang dagang dan semua tantangan global ini seharusnya menyadarkan pemimpin dunia untuk tak ”bermain api”, bahkan hanya demi tujuan dan sentimen politik domestik di negara masing-masing. Lebih berbahaya lagi, provokasi dilakukan di tengah tatanan global yang lemah dan tidak efektif.
Memainkan isu kontestasi strategis dalam dinamika geopolitik, demi konstituensi politik domestik atau nasionalisme sempit, jelas sangat tak bertanggung jawab dan berbahaya.

Polugri bebas aktif
Dinamika ini memang sebuah kenyataan yang tak dimungkiri, tetapi tetap harus dipahami dan tak boleh dikelola secara business as usual dan tentunya peranan diplomasi RI dituntut lebih sophisticated dan far reaching, berdasarkan politik luar negeri (polugri) bebas aktif dan mandat konstitusi.
Polugri bebas aktif sering dimaknai tidak tepat dengan menyimplifikasikannya sebagai netralitas. Makna bebas (independen) dalam polugri adalah kebebasan mengambil posisi dan menjalankannya didasarkan kepentingan nasional dan mandat konstitusi.
Aktif harus dimaknai bahwa Indonesia tak menjadi penonton, tetapi ikut aktif, secara konstruktif dan terukur, tetapi bukan asal ikut aktif. Kontribusi ini dilakukan di tingkat regional dan global, seperti dituangkan dalam prioritas diplomasi Kementerian Luar Negeri RI.
Diplomasi regional dan global merupakan keniscayaan karena posisi Indonesia semakin strategis sebagai negara besar dan berada dalam pusaran kontestasi geopolitik. Berikut berapa ilustrasi polugri bebas aktif, yang menempatkan Indonesia berkontribusi mewujudkan dan menjaga perdamaian.
Pertama, kawasan Asia Tenggara pascakolonialisme dan Perang Dingin merupakan wilayah yang mudah meledak jadi konflik militer dan kawasan ini mencatat sejarah kelam genosida sebagai bencana kemanusiaan terburuk. Namun, saat ini berkembang jadi kawasan paling stabil, maju, dan dinamis.
Baca juga: Dari TPP ke IPEF Vs RCEP
Sebagai pendiri ASEAN, Indonesia telah membuat sejarah membentuk lingkaran konsentris yang berkembang menjadi mekanisme regional paling efektif mendorong dialog dan kerja sama di tengah dinamika internal dan eksternal. ASEAN selalu disandingkan dengan Uni Eropa ketika merujuk organisasi regional yang paling efektif.
Harus diakui, ASEAN masih mampu ”mengelola” kontestasi geopolitik tidak menjadi konflik militer. Indonesia telah menjadi jangkar memperkuat solidaritas, persatuan, dan keteguhan memegang prinsip mempertahankan perdamaian.
Kedua, konsistensi polugri bebas aktif juga tecermin dari kiprah diplomasi Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menciptakan dan mempertahankan perdamaian, meningkatkan kesejahteraan, dan memperkuat multilateralisme.

Indonesia memahami bahwa PBB belum ideal melaksanakan peranannya. Namun, sebagai negara anggota, Indonesia tak hanya berkontribusi dalam penyusunan kesepakatan dan norma global, tetapi juga aktif berperan mereformasi PBB yang prosesnya tidak mudah.
Terutama menyangkut Dewan Keamanan. Indonesia juga menjadi kontributor personel militer dan sipil terbesar dalam misi-misi perdamaian PBB di beberapa negara. Konsisten memperjuangkan penghapusan senjata pemusnah massal, termasuk mewujudkan kawasan Asia Tenggara Bebas Senjata Nuklir dan mencegah bahaya nuklirisasi kawasan Indo-Pasifik, antara lain lewat AUKUS.
Ketiga, kontestasi geopolitik yang paling menonjol ditandai dengan munculnya konsepsi Indo-Pasifik yang tak lepas dari kesan kontestasi strategis Pemerintah AS untuk memastikan the rise of China tak membahayakan kepentingan AS.
Mulai dari pivot to Asia/rebalancing, free and open Indo-Pacific, pembentukan mekanisme empat negara (QUAD), serta proliferasi aliansi militer, seperti AUKUS, memerlukan respons efektif diplomasi Indonesia. Respons polugri dilakukan secara gradual dan sistematis, termasuk dalam konteks ASEAN. Pembentukan East Asia Summit (EAS), RCEP, dan pengesahan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP), sebagai contohnya.
Sebagai inisiatif polugri, Indonesia menawarkan konsepsi Indo-Pasifik, yang awalnya dikritisi sebagai bentuk ”kegamangan ” atau konsepsi yang defective.
Sebagai inisiatif polugri, Indonesia menawarkan konsepsi Indo-Pasifik, yang awalnya dikritisi sebagai bentuk ”kegamangan” atau konsepsi yang defective. Namun, dalam perkembangannya, AOIP satu-satunya strategi Indo-Pasifik yang didukung semua negara mitra wicara ASEAN. Sinergikan AOIP dengan strategi Indo-Pasifik Uni Eropa (UE) menjadi salah satu gagasan yang sedang dilaksanakan ASEAN-UE.
Keempat, ketika perang di Ukraina pecah, polugri Indonesia kembali dilaksanakan secara konsisten melalui pernyataan Presiden RI, Menteri Luar Negeri, termasuk tindak lanjutnya berupa konsensus global melalui Resolusi SMU-PBB ES-11/1, didukung 141 anggota PBB, co-sponsor 96 negara, lima suara menentang, 35 abstain.
Sekuen langkah diplomasi Indonesia dilakukan konsisten, termasuk langkah konkret mendorong perdamaian dan memastikan ketahanan pangan dunia. Secara prinsipiil, Indonesia juga menyerukan penegakan hukum internasional dan menghormati prinsip dan tujuan Piagam PBB, serta menyuarakan opsi yang paling realistis, yakni perdamaian melalui meja perundingan, bukan medan perang.

Suasana pertemuan para menteri luar negeri Asosiasi Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, Kamis (17/2/2022).
Otonomi strategis ASEAN
Kelima, di tengah ketidakpastian akibat perang dan berbagai dampaknya, provokasi justru tetap menjadi pilihan beberapa figur politik yang berpotensi mendorong terjadinya brinkmanship, seperti ketegangan di Selat Taiwan.
Ambisi politik domestik, bukan kepentingan rakyat dan perdamaian, jelas menjadi motif utama dan jargon demokrasi dan kebebasan selalu dipergunakan, tanpa memedulikan konsekuensi terburuk. Semua ini sangat berbahaya dan tak akan menurunkan ketegangan, bahkan telah meningkatkan eskalasi. Dibutuhkan kedewasaan dan rekalibrasi strategi semua pihak dan Indonesia akan selalu konsisten berperan aktif demi perdamaian dunia.
Dibutuhkan kedewasaan dan rekalibrasi strategi semua pihak dan Indonesia akan selalu konsisten berperan aktif demi perdamaian dunia.
Ketika kontestasi geopolitik Eropa menjadi konflik militer, sangat relevan bagi ASEAN, sebagai pencetus AOIP, mempertahankan otonomi strategis, untuk mempertahankan perdamaian dan tak terperangkap dalam kompetisi strategis sehingga kembali jadi proksi konflik militer, yang dampaknya hanya kesengsaraan dan kehancuran.
”No one is winning and only human suffering and destruction will prevail,” ungkap Presiden RI tahun 2018 di depan konferensi Bank Dunia.
Prioritas utama yang harus diperjuangkan melalui dialog dan kerja sama adalah mencegah ketegangan menjadi konflik militer, mencegah krisis pangan global, memulihkan ekonomi global, mengatasi pandemi dan krisis iklim. Tantangan geopolitik masih tetap menjadi bagian dinamika hubungan internasional, maka agilitas, adaptabilitas, konsistensi, dan persistensi pelaksanaan polugri dalam diplomasi Indonesia tetap menjadi keniscayaan.
Ngurah Swajaya, Dirjen Amerika-Eropa, Dubes RI untuk ASEAN (2010-2015)

Ngurah Swajaya