Anggaran subsidi dan kompensasi energi yang membengkak menimbulkan dilema. Keputusan diambil dengan perhitungan matang dan hati-hati.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Presiden Joko Widodo pada 1 Agustus 2022 menyampaikan, anggaran subsidi dan kompensasi bahan bakar minyak tahun ini sebesar Rp 502 triliun sudah terlalu besar. ”Negara mana pun tidak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu. Namun, sekali lagi, kita masih kuat menahannya sampai sekarang ini,” kata Presiden (Kompas, 2/8/2022).
Seusai rapat di Istana Negara, Jakarta, 12 Agustus 2022, Presiden menyinggung subsidi energi yang dinilai sangat besar. ”Apakah angka Rp 502 triliun masih terus kita pertahankan? Ya, kalau bisa, ya, alhamdulillah baik. Artinya, rakyat tidak terbebankan. Tetapi kalau memang APBN tidak kuat, bagaimana,” katanya (Kompas, 13/8/2022).
Di Taman Mini Indonesia Indah, 23 Agustus 2022, Presiden Jokowi menekankan kebijakan terkait harga BBM subsidi menyangkut hajat hidup orang banyak. Keputusannya harus dilakukan secara hati-hati dan dampak kenaikan harga BBM mesti dikalkulasi secara matang (Kompas, 24/8/2022).
Anggaran subsidi dan kompensasi energi yang membengkak dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun itu menjadi ironi karena lebih dari 65 persen di antaranya dinikmati masyarakat kelompok ekonomi menengah ke atas. Masyarakat miskin yang berhak atas subsidi hanya menikmati sebagian kecilnya. Penyebabnya, subsidi BBM dan elpiji belum menyasar masyarakat miskin secara langsung. Cap ”hanya untuk masyarakat miskin” di elpiji ukuran subsidi 3 kilogram, misalnya, tak membuat alokasinya jadi tepat sasaran.
Kalkulasi matang diikuti pengambilan keputusan yang sangat hati-hati ditempuh pemerintah karena harga BBM berdampak signifikan pada kondisi perekonomian dan kehidupan masyarakat. Kendati perekonomian Indonesia tumbuh 5,44 persen secara tahunan pada triwulan II-2022, masyarakat belum bernapas lega setelah pandemi mereda. Inflasi tahunan per Juli 2022 sebesar 4,94 persen. Kenaikan harga BBM akan membuat harga barang dan jasa melonjak sehingga inflasi meningkat. Beban masyarakat kian berat.
Pemerintah menyiapkan Rp 24,17 triliun sebagai bantalan sosial yang diharapkan bisa menjaga daya beli masyarakat. Anggaran itu akan dialokasikan untuk bantuan langsung tunai bagi 20,65 juta keluarga penerima manfaat, subsidi upah untuk 16 juta pekerja bergaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan, serta bantuan sektor transportasi dan perlindungan sosial tambahan dari dana transfer umum pemerintah daerah.
Bantalan sosial diharapkan mampu meringankan beban masyarakat yang mesti berhadapan dengan lonjakan harga barang dan jasa akibat kenaikan harga BBM. Lebih bermakna lagi, bantuan sosial itu diharapkan bisa menjaga agar penduduk miskin—yang per Maret 2022 sebanyak 26,16 juta orang—bertahan menghadapi tekanan kondisi perekonomian. Agar tujuannya tercapai, penyaluran bantalan sosial tak boleh salah sasaran.