Motivasi dan pikiran positif dapat menjadi fondasi tekad yang kuat untuk mencapai kebebasan finansial. Selain itu, penting untuk menjaga agar arus kas selalu positif.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
”Kebebasan finansial” semakin sering digaungkan di kalangan anak muda. Untuk mencapai kebebasan finansial, salah satunya diperoleh berkat rajin berinvestasi. Ada harapan, jika sejak gaji pertama rajin membelanjakan sebagiannya untuk instrumen investasi, kelak akan berbuah manis.
Kebebasan finansial tidak selalu diartikan berhenti bekerja karena ada orang yang tetap bekerja meski telah mencapai kebebasan finansial. Bekerja baginya tidak sekadar mencari uang semata.
Secara umum, kebebasan finansial berarti memiliki aset yang menghasilkan arus kas lebih besar ketimbang kebutuhan. Misalnya, ketika pengeluaran yang dibutuhkan Rp 10 juta per bulan atau Rp 120 juta per tahun, arus kas dari aset yang kita miliki seperti dividen saham, dividen bisnis, bunga obligasi, atau hasil penyewaan properti, haruslah melebihi Rp 10 juta per bulan atau Rp 120 juta per tahun.
Namun, setiap orang boleh mendefinisikan kebebasan finansialnya masing-masing. Ada yang sudah merasa bebas ketika sudah tidak ada beban menyekolahkan adik-adiknya. Ada pula yang merasa bebas ketika sudah menyelesaikan cicilan utang rumah selama 10 tahun. Bisa pula sudah merasa bebas finansial karena memiliki penghasilan lain selain dari pekerjaan utama. Semua versi sah saja.
Pengertian kebebasan finansial yang banyak dipahami orang bukanlah sesuatu yang tidak mungkin diraih. Untuk meraihnya, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan.
Salah satunya, miliki motivasi dan pikiran positif yang akan menjadi fondasi tekad yang kuat untuk mencapai kebebasan finansial. Selain itu, penting untuk menjaga agar arus kas selalu positif. Penting juga untuk lebih dulu menyisihkan pendapatan sebagai dana darurat yang siap digunakan sewaktu-waktu.
Sering kali, rencana tidak selalu berjalan sesuai keinginan. Untuk mencapai kebebasan finansial, perlu penghasilan sebagai modal untuk mengakuisisi berbagai instrumen investasi.
Sumber penghasilan ini bisa hilang ketika kita mendapat musibah, seperti sakit permanen atau pasangan yang juga punya penghasilan mengalami cacat tetap atau meninggal. Akibatnya, rencana investasi pun terancam bubar.
Sebelum hal itu terjadi, milikilah rencana B. Jika kita atau pencari nafkah tidak mampu mendatangkan penghasilan, kita punya cara untuk mengatasinya, yakni dengan memiliki proteksi.
Proteksi dapat diperoleh dengan membeli polis asuransi jiwa dan kesehatan yang memberikan uang pertanggungan mencukupi. Imbal hasil dari uang pertanggungan ini harus cukup untuk membeli aset atau memberikan imbal hasil sesuai dengan kebutuhan.
Misalnya, kebutuhan satu bulan Rp 10 juta dan uang pertanggungan asuransi Rp 200 juta, uang itu hanya mampu mencukupi kebutuhan selama 20 bulan. Jika diinvestasikan pun, misalnya dengan dibelikan obligasi negara yang bunganya 6 persen per tahun, hanya mampu menghasilkan arus kas Rp 1 juta per bulan. Sangat jauh dari kebutuhan.
Barulah setelah memiliki proteksi bisa mulai berinvestasi. Ada orang yang mulai berinvestasi dengan menyisihkan 10 persen pendapatannya. Ada juga yang melakukannya secara ekstrem, yakni dengan hidup sangat hemat lalu menyisihkan sebagian besar pendapatannya untuk membeli aset.
Contohnya, dengan jarang menikmati akhir pekan bersama keluarga di luar rumah, jarang makan di restoran atau memangkas berbagai kebutuhan lain. Pilihan mana yang hendak diambil, tergantung situasi dan determinasi masing-masing.
Pilihan aset investasi yang tersedia untuk mencapai kebebasan finansial sangat beragam. Begitu pula risikonya. Semakin tinggi keterampilan seseorang dalam berinvestasi, semakin orang tersebut cenderung memilih instrumen yang berpotensi memberikan imbal hasil tinggi yang tentu berisiko tinggi pula.
Bagi mereka yang baru mulai berinvestasi, jangan khawatir. Kembali ke langkah pertama, yaitu miliki motivasi. Tentu tidak sulit untuk memicu diri agar mau belajar berinvestasi. Sudah siap untuk merdeka finansial?