Dalam periode 2011-2021, sebanyak Rp 117 triliun dana masyarakat lenyap akibat investasi bodong. Sebenarnya, ada beberapa ciri yang menunjukkan suatu investasi itu bodong.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·4 menit baca
Satgas Waspada Investasi (SWI) pada akhir Juni lalu kembali menemukan adanya 10 perusahaan investasi bodong tanpa izin. SWI juga menutup 100 kegiatan pinjaman daring ilegal.
Dari 10 perusahaan yang ditemukan SWI tersebut, lima di antaranya melakukan money game, satu investasi mata uang asing dan robot trading tanpa izin, dan tiga lainnya melakukan kegiatan perdagangan aset kripto tanpa izin serta satu entitas lain-lain.
Perusahaan yang menawarkan investasi bodong tersebut sudah dipanggil oleh SWI, antara lain PT Enel Kekuatan Hijau yang diduga melakukan money game atau skema ponzi dan Advance Global Technology yang diduga melakukan penawaran investasi tanpa perizinan regulator dengan modus jasa periklanan.
Data SWI juga menunjukkan, dalam periode 2011 hingga 2021, sebanyak Rp 117 triliun dana masyarakat lenyap akibat investasi bodong. Jumlah ini sangat besar, setara dengan 30 persen dana kelolaan para fund manager di Indonesia yang sebesar Rp 579 triliun pada akhir 2021 lalu.
Masifnya penawaran investasi yang tidak diimbangi dengan tingkat literasi keuangan masyarakat, membuat banyak orang sulit membedakan mana investasi yang benar dan mana yang bodong.
Sebenarnya, sudah banyak informasi yang memaparkan tentang penawaran investasi teregulasi, seperti saham, obligasi ritel, reksa dana, emas daring, hingga peer to peer lending dan urun dana (crowdfunding). Akan tetapi masih rendahnya literasi finansial masyarakat menyebabkan mereka masih sulit membedakan mana yang teregulasi dan mana yang tidak.
Ada beberapa ciri yang menunjukkan suatu investasi itu bodong. Pertama adalah iming-iming imbal hasil yang sangat tinggi dibandingkan tabungan atau deposito juga imbal hasil yang tetap.
Investasi teregulasi tidak pernah memberikan iming-iming semacam itu dan selalu menyatakan bahwa kinerja instrumen investasi di masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang.
Artinya, walaupun pernah berkinerja sangat baik dan memberikan hasil tinggi, belum tentu hasil serupa dapat dicapai pada masa yang akan datang. Misalnya, jika saat ini imbal hasil tabungan atau deposito sebesar 3 persen per tahun, lalu ada penawaran 10 persen per bulan dan tetap, kita wajib curiga.
Selain itu, pelaku investasi bodong biasanya juga menjanjikan bahwa instrumen investasi yang mereka tawarkan merupakan jalan untuk cepat kaya. Padahal, seorang investor yang sudah malang melintang di bursa saham saja, terkadang harus menanggung kerugian.
Seringkali ditemukan, para penjaja investasi bodong juga sering menjanjikan bahwa instrumen investasinya tidak mengandung risiko. Mendapatkan jaminan imbal hasil tinggi tanpa risiko merupakan dua hal yang terlalu indah. Padahal, dalam realita yang berlaku adalah sebaliknya.
Imbal hasil tinggi, risiko yang mengintai lebih tinggi pula. Sebaliknya, investasi dengan hasil rendah mengandung risiko rendah. Jika tidak memahami prinsip dasar investasi, orang pun sering tergiur dengan penawaran ini.
Penjaja investasi bodong juga sering menggunakan tokoh-tokoh yang dianggap berhasil berkat menjalankan investasi tersebut. Saat ini, pencitraan di media sosial lebih mudah memengaruhi keputusan orang dalam berinvestasi. Padahal, pencitraan tersebut tidak selalu benar. Para investor yang benar-benar sudah berhasil lewat berbagai investasi teregulasi, jarang yang menampilkan kemewahannya.
Ciri khas lain investasi bodong adalah penampungan dana investasi menggunakan rekening individu. Dengan demikian, para pelaku investasi bodong dengan mudah membawa kabur dana yang dikirimkan. Pada investasi teregulasi, arus dana investor terpisah dari rekening bank perusahaan investasi dan diawasi oleh lembaga lain seperti bank kustodian.
Saat ini sudah sangat banyak materi tentang literasi investasi yang diberikan oleh lembaga resmi seperti OJK, perusahaan sekuritas, manajer investasi, serta penyelenggara peer to peer lending, dan urun dana.
Materi ini biasanya disajikan dengan sederhana dan mudah dipahami. Jika sudah mengerti tentu dengan mudah kita mampu membedakan suatu investasi itu benar atau bodong. Bagaimanapun juga, meningkatkan literasi investasi merupakan tanggung jawab masing-masing individu.
Jika menerima tawaran investasi, periksa terlebih dahulu dengan saksama apakah investasi itu merupakan instrumen yang teregulasi atau tidak. Selaiin jangan cepat silau oleh iming-iming imbal hasil tinggi dan risiko rendah.
Semoga dengan meningkatnya tingkat literasi investasi, akan mampu mengurangi jumlah kerugian yang diderita masyarakat akibat investasi bodong.