Organisasi kemahasiswaan memiliki peran strategis. Selain ajang aktualisasi diri yang akan meningkatkan kemampuan ”soft skills” mahasiswa, juga jembatan antara pengambil keputusan di perguruan tinggi dan mahasiswanya.
Oleh
JANUARI AYU FRIDAYANI
·4 menit baca
Organisasi kemahasiswaan atau ormawa memiliki peran penting sebagai sarana pengembangan keterampilan soft skills bagi mahasiswa. Terlebih pada era saat ini, ketika teknologi sudah semakin maju, kemampuan yang paling dibutuhkan oleh lulusan perguruan tinggi adalah mereka yang memiliki nilai tambah dalam aspek soft skills.
Beragam kegiatan, baik dalam bidang akademik maupun nonakademik, yang diinisiasi oleh ormawa seyogianya menjadi ajang aktualisasi diri mahasiswa yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan soft skills. Ormawa juga dapat menjadi jembatan antara pengambil kebijakan di level perguruan tinggi dan para mahasiswanya.
Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ormawa memang memiliki peran strategis di perguruan tinggi dan seharusnya akan diminati banyak mahasiswa. Namun, kenyataannya, ormawa tidak sepopuler itu. Berdasarkan observasi yang dilakukan Nathanael pada 2022, banyak mahasiswa enggan terlibat dalam ormawa.
Beragam alasan dikemukakan mahasiswa, mulai dari sulitnya mengelola waktu antara jadwal perkuliahan dan ikut berorganisasi, merasa tidak mampu bertanggung jawab, kegiatan yang monoton, dan mahasiswa yang terlibat hanya itu-itu saja. Bahkan, ada yang mengikuti ormawa hanya untuk mengejar poin sebagai syarat kelulusan (beberapa kampus mensyaratkan pengumpulan poin sebagai salah satu syarat mengikuti ujian akhir pada jenjang pendidikan tertentu). Tak heran jika pendalamannya mengenai organisasi yang diikuti masih sangat minim.
Berangkat dari fenomena tersebut, program untuk menyegarkan kembali ormawa memiliki tingkat urgensi yang tinggi. Ormawa harus memiliki semangat juang untuk menjadi organisasi yang lebih greget. Ormawa juga harus menemukan kembali rohnya agar gerak langkahnya sungguh relevan dan dapat menambah citra positif dari perguruan tingginya.
Untuk mendukung hal tersebut, terdapat beberapa fokus yang dapat dilaksanakan oleh perguruan tinggi selaku badan resmi yang memayungi keberadaan ormawa dan juga ormawa sendiri sebagai organisasi independen. Dalam lingkup perguruan tinggi, yaitu berkaitan dengan penyediaan waktu, tenaga, dan anggaran untuk mendampingi ormawa, sedangkan dalam lingkup ormawa berkaitan dengan peningkatan kualitas kegiatan.
Pendampingan untuk pengelolaan organisasi
Merancang sebuah organisasi sekecil apa pun levelnya bukanlah hal mudah, terlebih ormawa dalam sebuah perguruan tinggi tergolong organisasi yang besar. Beragam himpunan mahasiswa tersusun dari level universitas, fakultas, hingga program studi yang memiliki kekhasannya masing-masing. Semua perlu terintegrasi dan saling terhubung, tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.
Pentingnya pendampingan dalam mengelola organisasi oleh pihak yang memiliki kompetensi sangatlah penting. Peran ormawa yang strategis perlu ditunjang dengan wawasan yang komprehensif dari anggotanya. Pendampingan dalam hal ini bukan berbentuk sesuatu yang monoton dan berupa pembelajaran seperti kelas, melainkan lebih kepada proses perencanaan strategi dan pemecahan kasus yang kontekstual.
Mentor juga dapat menjadi fasilitator dalam mengelola konflik yang sering kali muncul dalam ormawa. Pengelolaan konflik yang tepat dan terarah juga dapat memberikan pengalaman tersendiri bagi anggota ormawa dalam bekerja sama di dalam tim, yang tentu akan memberikan dampak positif bagi pengembangan karakternya. Pengelolaan konflik juga akan menjadi magnet bagi ormawa untuk menunjukkan kredibilitasnya dan menjadi daya tarik tersendiri.
Peran ormawa yang strategis perlu ditunjang dengan wawasan yang komprehensif dari para anggotanya.
Melihat maksud keberadaan program pendampingan di atas, memang sebaiknya mentor ini dipersiapkan secara matang, dapat dipilih menggunakan pihak internal (dosen yang memiliki kompetensi) atau bekerja sama dengan pihak eksternal. Program ini juga dapat dilihat dari aspek investasi bagi mahasiswa.
Memang, membiarkan ormawa untuk berjalan secara mandiri sangatlah baik, mengingat mereka memang sudah dalam taraf mahasiswa dengan tingkat kedewasaan yang dipandang cukup. Meski demikian, tidak salah juga jika ormawa memiliki mentor yang dapat membantu mereka menjalankan organisasinya dengan lebih terarah. Dengan pendampingan yang relevan, sistematis, dan terarah, ormawa akan lebih terstruktur dan mampu menghasilkan agenda kegiatan yang berkualitas.
Meningkatkan kualitas kegiatan
Mahasiswa yang enggan ikut berorganisasi adalah karena faktor pengelolaan waktu. Banyaknya kegiatan ormawa otomatis juga menyita banyak waktu dan energi dari anggota, yang notabene masih memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan setiap tahap perkuliahan. Akan lebih baik jika ormawa memiliki itikad untuk meninjau ulang kegiatan yang ada selama ini.
Kesan kegiatan yang hanya seputar ”itu-itu” saja juga harus berani ditanggapi dengan merancang kegiatan yang lebih berkualitas dan berdaya dampak sehingga tidak terpaku kepada kegiatan yang monoton dan banyak jumlahnya (kuantitas), tetapi juga berani untuk merancang kegiatan monumental. Ormawa juga penting untuk menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak dalam merancang kegiatannya.
Sekali lagi, yang perlu ditekankan adalah faktor kualitas kegiatannya dan hal tersebut juga dapat menjadi buah dari pembimbingan yang telah dilaksanakan. Kegiatan juga dapat diintegrasikan dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang relevan dengan visi misi masing-masing ormawa sehingga diharapkan kegiatannya lebih relevan dan tidak monoton.
Di atas adalah gambaran mengenai bagaimana ormawa sungguh dapat menjadi berdaya di tengah gempuran era yang serba cepat dan mengharuskan kegesitan dalam beradaptasi. Program untuk pengembangan ormawa dalam aspek kualitasnya perlu mendapat perhatian dari perguruan tinggi karena hal tersebut dapat menjadi salah satu upaya dalam mengembangkan kualitas lulusan.
Januari Ayu Fridayani,Dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma