Dalam ekonomi hijau, kita memasuki era baru. Semua kegiatan ekonomi harus bisa mereduksi pengeluaran karbon dan mengefisienkan penggunaan sumber daya.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Semangat untuk membangun ekonomi hijau tak boleh melupakan kesiapan sumber daya manusia. Peluang kerja yang muncul bisa raib jika tanpa SDM memadai.
Kapasitas SDM dan penguasaan teknologi masih menjadi tantangan dalam program pembangunan ekonomi hijau di Indonesia. Pelaku industri juga membutuhkan dukungan fiskal dan nonfiskal dari pemerintah dalam hal penggunaan energi bersih.
Menurut Direktur Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Medrilzam, target serapan tenaga kerja baru sebanyak 1,8 juta orang hingga 2030 membutuhkan kompetensi tertentu, terutama di sektor industri energi terbarukan. Selain tantangan kapasitas SDM dan penguasaan teknologi, hal lain yang tak kalah penting adalah investasi (Kompas, 9/8/2022).
Tantangan penyediaan SDM yang memadai sungguh nyata. Pembangunan ekonomi hijau memerlukan tenaga kerja yang memahami sains dan teknologi serta perubahan sosial yang mengikutinya. Tanpa persiapan yang memadai, pembangunan ekonomi hijau hanyalah jargon semata.
Kita ingat saat Indonesia masuk era teknologi digital, semua berlari kencang, tetapi SDM teknologi digital terbatas. Tenaga kerja asing akhirnya mengisi kekurangan itu. Lulusan perguruan tinggi sampai sekarang belum mampu memenuhi kebutuhan pasar. Kita melihat perusahaan teknologi di negeri ini berebut tenaga saintis data dan pengembang aplikasi.
Mungkinkah itu terulang dalam pembangunan ekonomi hijau? Sangat mungkin. Dalam ekonomi hijau, kita memasuki era baru. Semua kegiatan ekonomi harus bisa mereduksi pengeluaran karbon dan mengefisienkan penggunaan sumber daya. Dengan pengertian itu, kita membutuhkan SDM yang bisa membangun teknologi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Kita mempertanyakan kesiapan perguruan tinggi dan sekolah vokasi untuk menghasilkan SDM yang sesuai kebutuhan. Prinsipnya, perguruan tinggi harus mampu mengantisipasi kebutuhan masa depan ini. Jurusan dan fakultas di perguruan tinggi harus berbenah dan memperbaiki kurikulum. Beberapa jurusan baru sepertinya harus hadir, sementara berbagai jurusan lama harus dibongkar agar sesuai dengan kebutuhan pembangunan ekonomi hijau.
Kebutuhan tenaga kerja untuk pembangunan ekonomi hijau sudah disebut di atas. Jumlahnya sangat besar dan harus mulai disediakan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi perlu memandu perguruan tinggi untuk memperbarui kurikulum dan juga membangun berbagai jurusan baru. Kementerian bisa juga mengingatkan pengelola perguruan tinggi agar segera berubah. Tantangan sangat nyata.
Pendekatan dan cara lama tak mungkin lagi memadai untuk menghadapi tantangan baru. Banyak hal harus dibongkar. Masalah sekarang dan masa depan tidak bisa diselesaikan dengan solusi masa lalu atau kemarin. Kita akan tertinggal kalau teknologi yang digunakan adalah teknologi masa lalu. Banyak hal harus berubah menyambut ekonomi hijau.