Pembangunan ekonomi hijau diharapkan menciptakan 1,8 juta lapangan kerja baru hingga 2030. Butuh dukungan dari swasta untuk pembangunan ekonomi hijau ini.
JAKARTA, KOMPAS — Program pembangunan ekonomi hijau ditantang untuk mampu menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Pada saat yang sama, kualitas lingkungan diharapkan menjadi lebih baik. Namun, pembiayaan pembangunan ekonomi hijau di Indonesia tidaklah murah dan mengandalkan investasi.
Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Environment Programme/UNEP) mendefinisikan pembangunan ekonomi hijau sebagai pembangunan rendah karbon, mengefisienkan pemanfaatan sumber daya, dan inklusif secara sosial. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memasukkan pembangunan ekonomi hijau sebagai bagian dari rencana strategi transformasi ekonomi di Indonesia. Selain ekonomi hijau, strategi lainnya adalah pembangunan sumber daya manusia yang berdaya saing, produktivitas sektor ekonomi, transformasi digital, integrasi ekonomi dan domestik, serta pemindahan ibu kota negara.
Direktur Lingkungan Hidup Bappenas Medrilzam menyampaikan, selain memperbaiki kualitas lingkungan, pembangunan ekonomi hijau ditargetkan bisa menaikkan pendapatan per kapita penduduk Indonesia, mengurangi kemiskinan, dan menciptakan lapangan kerja baru. Sampai tahun 2030, pembangunan ekonomi hijau diharapkan dapat menciptakan 1,8 juta lapangan kerja baru.
”Program ekonomi hijau sebagai salah satu strategi transisi ekonomi untuk mengeluarkan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah sebelum 2045,” kata Medrilzam dalam paparan program pembangunan ekonomi hijau, Kamis (4/8/2022), di Jakarta.
Dengan program pemulihan hutan primer, penambahan luasan kawasan mangrove, serta pengembangan energi terbarukan di Indonesia, lanjut Medrilzam, ekonomi hijau harus bisa meningkatkan produktivitas ekonomi masyarakat. Begitu pula pengelolaan sampah yang diharapkan bisa menjadi sumber penghasilan baru.
”Jadi, tak hanya lingkungan yang diselamatkan lewat program ekonomi hijau, masyarakat pun harus bisa memetik manfaatnya, yaitu penambahan pendapatan dan pengurangan pengangguran. Kemiskinan pun harus bisa dikurangi,” ucapnya.
Dihubungi pada Minggu (7/8) di Jakarta, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menuturkan, sektor yang punya tingkat keterserapan tenaga kerja yang tinggi jika dijalankan secara prinsip ekonomi hijau adalah sektor pertanian dan perkebunan. Kondisi saat ini, meski padat karya, sektor pertanian dan perkebunan nasional masih minim secara produktivitas.
Dengan adanya program peremajaan lahan dari pemerintah atau swasta, kemudian sumber daya manusianya mendapatkan upah, akan banyak tenaga kerja di sektor pertanian yang terserap.
Faisal mencontohkan, untuk sejumlah komoditas ekspor strategis, seperti kopi, kakao, dan karet, produktivitasnya masih rendah. Sering kali untuk menambah produksi, petani harus membuka lahan baru yang kerap menciptakan kerusakan ekologi. ”Dengan adanya program peremajaan lahan dari pemerintah atau swasta, kemudian sumber daya manusianya mendapatkan upah, akan banyak tenaga kerja di sektor pertanian yang terserap,” ujarnya.
Pembiayaan
Dalam hitungan Bappenas, pembiayaan pembangunan rendah karbon di Indonesia per tahun sebesar 6 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dengan acuan PDB 2021 yang sebesar Rp 16.970,8 triliun, setidaknya butuh dana sekitar Rp 1.000 triliun per tahun. Kemampuan APBN tidak mencukupi untuk pembiayaan itu.
”Pendanaan untuk mengurangi emisi karbon tidak hanya dari uang pemerintah. Pemerintah akan berperan, tetapi peran swasta dan pembiayaan internasional juga penting,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, beberapa waktu lalu, dalam diskusi bertajuk ”Sustainable Finance: Instrument and Management in Achieving Sustainable Development of Indonesia”.
Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan pada Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Alin Halimatussadiah berpendapat, besarnya pembiayaan ekonomi hijau harus menjadi pemantik guna memicu minat swasta berkontribusi. Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan berbagai insentif menarik yang membuat swasta bersedia berinvestasi.
Tak hanya mendorong swasta agar mendukung transisi energi, lanjut Alin, pemerintah juga perlu mendorong swasta untuk menjalankan praktik lingkungan, sosial, dan tata kelola dalam proses bisnis. Hal itu guna menekan dampak kerusakan lingkungan dari proses bisnis yang dilakukan.
Deputi Bidang Promosi dan Penanaman Modal Kementerian Investasi Nurul Ichwan, Jumat (5/8), mengatakan, dalam penjajakan investasi, pemerintah juga menimbang aspek ekonomi hijau. Investasi tak hanya untuk menghasilkan barang dan jasa, tetapi juga mendorong perekonomian yang inklusif dan berkelanjutan.
Fokus pemerintah terkait pengembangan ekonomi hijau untuk sementara ini adalah menarik investasi untuk membangun ekosistem industri mobil listrik senilai 9,8 miliar dollar AS atau Rp 146,47 triliun. ”Ini semacam menjadi pilot project dari hulu ke hilir untuk menarik investasi mobil listrik ke Indonesia,” ujar Nurul.
Dari sisi industri, kesadaran mengurangi emisi karbon dan bertransisi ke ekonomi hijau makin meningkat seiring tuntutan persaingan di rantai pasok global. Ketua Komite Tetap Energi Baru dan Terbarukan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Muhammad Yusrizki meyakini, perusahaan nasional yang berorientasi ekspor menyadari urgensi dekarbonisasi dan bertransisi ke ekonomi hijau. Pelaku industri yang tidak mengurangi emisi karbon akan sulit bersaing di rantai pasok global.
Namun, kesadaran itu baru langkah awal. Faktanya, 76 persen industri manufaktur masih memakai energi fosil untuk beroperasi. Total keseluruhan konsumsi energi di sektor pengolahan berasal dari sumber energi listrik (23 persen), batubara (33 persen), gas (33 persen), bahan bakar minyak (10 persen), dan elpiji (1 persen).
Yusrizki menambahkan, dunia usaha saat ini tengah menyusun komitmen mengurangi emisi karbon. Menurut rencana, pada November 2022 sebanyak 100 perusahaan akan mendeklarasikan komitmennya untuk melakukan dekarbonisasi secara terukur.