logo Kompas.id
OpiniMenolak Warisan Pembelahan...
Iklan

Menolak Warisan Pembelahan 2019

Menjelang Pemilu 2024 ini diperlukan langkah taktis dan strategis untuk meredam berbagai riak ketegangan yang bisa mengarah pada praktik pembelahan, seperti pada pemilu-pemilu sebelumnya. Perlu peran masyarakat sipil.

Oleh
FATHORRAHMAN GHUFRON
· 5 menit baca
Ilustrasi
HERYUNANTO

Ilustrasi

Dalam buku Democracies Divided: The Global Challenge of Political Polarization (2019), Warburton yang menyumbang tulisan tentang ”Polarization and Democratic Decline in Indonesia” menjelaskan terjadinya peningkatan praktik pembelahan (polarization) di Indonesia sejak tahun 2014, 2017, dan mencapai eskalasinya yang sangat mendalam di tahun 2019. Salah satu pemicu praktik pembelahan adalah penggunaan identitas agama oleh para kontestan yang berlaga dalam pemilihan umum (pemilu), baik di level nasional maupun daerah.

Masih segar dalam ingatan kita dua tagline ”kampret dan cebong” yang digunakan oleh para kontestan untuk mendiskreditkan antar-pendukung menjadi sebuah repertoar peyorifikasi yang kerap menghiasi berbagai dinding maya dan ruang publik. Meskipun secara normatif, narasi-narasi bercorak peyoratif lebih banyak diproduksi dan diprofilerasi oleh para tim suksesnya. Namun, disadari atau tidak, setiap kontestan menjadi bagian penting yang turut terlibat dalam memanasnya suhu persaingan yang nyaris mematikan akal sehat.

Editor:
YOVITA ARIKA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000