Afirmasi PPDB ”Tidak” untuk Anak Guru Swasta
Jumlah guru swasta mencapai 41 persen dari total jumlah guru negeri di Indonesia. Meski mempunyai tugas dan kewajiban yang sama dengan guru negeri, hak dan kesempatan guru swasta berbeda dengan guru negeri.
Guru swasta secara fungsi dan kedudukannya memiliki peran strategis yang sama dengan guru lainnya dalam upaya meningkatan kualitas anak-anak bangsa. Pada 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berjanji memberikan ”karpet merah” bagi semua guru, termasuk guru di sekolah swasta, dengan memberikan kemudahan akses bagi guru untuk memperoleh kesempatan peningkatan kualitas diri, termasuk kemudahan akses ke layanan publik. Angin segar berembus dari Senayan bagai oase di tengah padang pasir. Senyum semringah bagi guru, termasuk guru swasta.
Namun, angin segar tersebut belum sampai menyentuh dinding ruang guru swasta. Padahal, guru di sekolah swasta saat itu tidak sedang minum ”tolak angin” karena gurunya sehat dan siap mengajar anak didiknya.
”Karpet merah” belum sempat dibentangkan, anginnya sudah berbelok hingga dua kali pergantian menteri. Hingga kini belum ada kebijakan afirmatif terhadap guru swasta. Terakhir, kebijakan dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2022 juga belum terakomodasi.
Baca jjuga: Menagih PPDB yang Berkeadilan
Berdasarkan pedoman hukum penyelenggaran PPDB tahun 2022 dengan Pemendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021, tidak memuat aturan afirmatif untuk anak guru, baik jalur zonasi, afirmatif, prestasi, ataupun perpindahan tugas orangtua/wali (Pasal 12-25). Namun, keberpihakan terhadap anak guru didapati dalam peraturan gubernur hampir di setiap daerah.
Sebagai contoh Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan Pergub No 21/2022 junto Pergub No 32/2021 tentang PPDB. Alokasi afirmatif ”anak guru” terakomodasi pada Pasal 17 bagian b. Adanya perbedaan kebijakan menunjukkan bahwa kebijakan afirmatif ”anak guru” otoritas pemerintah daerah.
Peluang afirmatif inilah, penulis mencoba untuk mengikuti tahap demi tahap. Kebetulan anak penulis telah menyelesaikan pendidikan tingkat SMP. Penulis memastikan apakah peluang afirmatif tersebut benar dapat penulis ikuti mengingat penulis adalah seorang guru di sekolah swasta.
Kabar yang beredar, afirmatif hanya diperuntukkan bagi perpindahan tugas PNS, TNI/Polri, hingga hanya guru di sekolah negeri saja yang bisa mengikuti jalur tersebut. Penulis mencoba mencari kebenaran dari isu tersebut melalui hasil penelurusan pertemanan, baik dengan rekan seprofesi maunpun teman di dinas pendidikan.
”ENggak bisa Pak,” itu sebagian besar jawaban teman-teman. Namun, penulis masih berkeyakinan tetap masih ada peluang. Karena itu, penulis tetap berusaha mengikuti proses tahap demi tahap. Tahap pertama penulis mengikuti jalur perpindahan orangtua karena penulis mengajar di wilayah Jakarta Utara, dengan melingkapi surat domilisi dan surat tugas berupa Surat Keputusan Mengajar terakhir.
Kabar yang beredar, afirmatif hanya diperuntukkan bagi perpindahan tugas PNS, TNI/Polri, hingga hanya guru di sekolah negeri saja yang bisa mengikuti jalur tersebut.
Tanggal 14 Juni 2022, penulis mengajukan pendaftaran. Semua dokumen kartu keluarga, surat domisili, dan surat penugasan berupa SK berhasil di-upload (diunggah) dan berhasil pula memilih sekolah tujuan sesuai dengan rekomendasi domisli pada sistem PPDB DKI 2022, dengan status ”proses verifikasi”.
Seminggu menunggu ”proses verifikasi” tidak kunjung terbit hasilnya. Kepada teman di dinas pendidikan, kembali saya tanyakan, jawabannya verifikasinya oleh sekolah tujuan. Namun, ketika penulis memperhatikan semua CPDB yang sudah diterima status pengajuannya ”terverifikasi dinas”, di sini sudah ada perbedaan pemahaman.
Tanggal 20 Juni 2022, status pengajuan pendaftaran terbit dengan status ”ditolak” dengan keterangan ”Bukan Surat Pindah Tugas Orang Tua”. Sementara itu, berdasarkan Permendikbudristek No 1/2021 Pasal 23 Ayat 1 menyebutkan bahwa ”… dibuktikan dengan surat penugasan…” dan Pergub No 1/2022 Pasal 13 Ayat a menyebutkan bahwa ”… mendapatkan surat penugasan dari instansi, lembaga, kantor, atau perusahaan...”.
Baca juga: Perspektif Keadilan Penerimaan Peserta Didik Baru
Kedua pedomanan tersebut sangat jelas menggunakan frase ”surat penugasan”, bukan surat pindah tugas, seperti yang tercantum pada hasil verifikasi. Jika yang dimaksud ”Surat Pindah Tugas”, tidak semua orangtua bisa mendapatkan. Karena, ada banyak instansi swasta yang hanya bermarkas di Jakarta saja dan tidak punya cabang di wilayah lain.
Begitu pula dengan sistem kepegawaian setiap lembaga tidaklah sama. Banyak instansi swasta menggunakan ”sistem pengangkatan berkala”. Maka, pnulis menyertakan SK pengangkatan terbarukan untuk tahun 2022-2024. SK pengangkatan ini menandakan seseorang dapat bertugas kembali di tahun 2022, artinya memiliki kedudukan yang sama dengan ”surat penugasan” dari instansi, lembaga, kantor, ataupun perusahaan. Hasil verifikasi juga tidak memberikan ruang atau kesempatan untuk memperbaiki dokumennya.
Anak guru
Akhirnya peluang afirmatif ”anak guru”, saya kembali mencoba mengikuti tahapannya. Dokumen yang diminta untuk di-upload, berupa KK dan surat keterangan dari kepala sekolah, telah penulis siapkan. Malam tanggal 20 Juni 2022 kembali kami pengajukan pendaftaran melalui jalur ”anak guru”. Tahap-tahap entri data mulai penulis ikuti.
Sistem PPDB meminta memasukkan nama sekolah dan alamat sekolah. Masuklah pada tahapan memilih sekolah, sistem merekomendasi beberapa sekolah di lingkungan instansi kami dan berhasil kami pilih walaupun hanya untuk satu sekolah. Kembali harus menunggu ”proses verfikasi”.
Beberapa hari menunggu proses verfikasi tak kunjung muncul, kegelisahan pun mewarnai keseharian kami. Bertanya kepada teman yang berkantor di dinas pendidikan kembali didapatkan jawabannya ”semua dilakukan oleh sistem”. Padahal, sistem sudah mengakomodasi dan memberikan rekomendasi sekolah yang dapat dipilih, artinya sistem menerima, tetapi verfikasinya adalah manusia.
Dalam penjelasan petugas Posko Pusat PPDB di dinas pendidikan disebutkan bahwa jalur ”anak guru ” untuk guru yang mengajar di sekolah tersebut.
Usaha selanjutnya, mengonfrimasi dengan menanyakan kelambatan hasil verfikasi mengingat batas waktu jalur perpindahan tugas orangtua dan anak guru segera berakhir tanggal 28 Juni 2022. Namun, hasil yang didapat sama, menunggu hasil verifikasi dinas, yaitu jalur itu hanya untuk ”anak guru” yang mengajar di sekolah negeri.
Dalam penjelasan petugas Posko Pusat PPDB di dinas pendidikan, disebutkan bahwa jalur ”anak guru” untuk guru yang mengajar di sekolah tersebut. Karena sesuai dengan Pergub No 21/2022 Pasal 17b menyebutkan bahwa ”anak guru memilih sekolah tujuan sesuai dengan tempat tugas orangtuanya”. Karena sekolah yang direkomendasi oleh sistem adalah sekolah negeri di lingkungan tempat kami mengajar, yang dimaksud ”anak guru” di sini adalah guru PNS yang mengajar di sekolah tersebut dan tertutup bagi anak guru swasta.
Penjelasan dinas adalah sebuah pembenaran kebijakan. Ketika tanggal 25 Juni 2022 hasil verifikasi pengajuan pendaftaran anak kami pun dterbitkan status ”DITOLAK” dengan keterangan ”Jalur Anak Guru untuk Guru di Sekolah Negeri”. Ternyata anak guru swasta ”tidak punya hak” walaupun ia berstatus guru juga. Nasib guru swasta kembali di-PHP (istilah anak muda) oleh kebijakan negara.
Tunjangan profesi
Perilaku yang ”menganaktirikan” guru swasta tidak hanya sekali ini. Pemberian tunjangan profesi yang tidak melekat dangan gaji guru karena dibayarkan per triwulan dan sering telat dan ditambah beberapa persyaratan rasio siswa cukup menyulitkan bagi guru swasta, pendidikan profesi guru (PPG), bahkan persyaratan untuk memperoleh nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK). Menyebabkan guru-guru swasta tidak semua memperolehnya.
Begitu pula teman-teman guru di sekolah satuan pendidikan kerja sama (SPK) hingga saat ini tunjangan profesi/sertifikasi guru (TPG) tidak bisa dicairkan. Mereka juga guru Indonesia (guru swasta) yang sudah memperoleh pengakuan negara dalam bentuk sertfikat pendidik (profesi guru) dan layak mendapat TPG sebagai bentuk penghargaan kepada guru (UU Guru dan Dosen, Pasal 15). Begitu pula dengan penghasilan guru swasta yang tidak sama dan belum memilki standar gaji minimum berdampak pada sistem penggajinya guru swasta, bahkan masih jauh di bawah upah minimum regional (UMR).
Keberadaan guru swasta (non-PNS) yang berjumlah 1.867.054 (41 persen dari total 4.603.03 guru) baik di bawah Kemendikbudristek maupun Kemenag (BPS 2022) masih terdapat gap kebijakan dengan guru PNS. Seharusnya keberadaan guru swasta tidak bisa dipandang sebelah mata karena memiki kontribusi besar dalam meberdayakan dan meningkatkan kualitas anak bangsa.
Baca juga: Jalan Panjang Memartabatkan Guru
Apa pun status guru, seharusnya mempunyai hak yang sama dalam mengembangkan diri dan keluarganya, termasuk memberikan kesempatan yang sama bagi putra-putrinya.
Program Merderka belajar pun semestinya tidak hanya menyentuh pada proses pembelajaran di dalam kelas, tetapi juga memberikan kemerdekaan bagi guru-guru. Karena, kemerdekaan menghendaki terjaminan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan mencerdasakan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tentu jaminan kemerdekaan itu dapat terwujud dengan baik jika guru-guru menjapat jaminan kehidupan oleh negaranya. Sejarah menunjukkan bahwa di zaman Hindia Belanda, seorang guru memilki tingkat kemartabatan yang mulia dalam masyarakat dengan berbagai fasilitas dari pemerintahnya. Setelah kita sudah merdeka, guru-guru belum dapat meningkatkan martabat dirinya dan keluarganya.
Martabat dan kehormatan guru harus segera dikembalikan sebagaimana fungsinya sebagai peningkatan kualitas generasi bangsa. Guru harus terbebaskan dari segala urusan ekonomi rumah tangga sehingga guru lebih fokus dalam upaya meningkatan profesionalismenya demi kemajuan bangsa dan negara. Karena negara maju bergantung pada kualitas generasinya. Kualitas generasi bergantung kepada gurunya.
Halimson Redis, Wakil Sekjen Federasi Guru Independen Indonesia