Langkah Kecil Jokowi, Langkah Besar bagi Kemanusiaan dan Perdamaian Dunia
Langkah Jokowi bertandang ke Ukraina dan Rusia mencerminkan sikap dan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, tidak berpihak ke blok mana pun, dan aktif dalam menciptakan perdamaian dunia.
Oleh
INDRADJAT SOEHARDOMO
·5 menit baca
Belum lama berselang, Presiden Jokowi berkunjung ke Ukraina dan Rusia seusai menghadiri KTT G7 di Muenchen, Jerman. Kunjungan ke kedua negara yang tengah berseteru itu menimbulkan pro dan kontra di dalam negeri.
Pihak yang kontra berargumen bahwa misi yang dibawa Jokowi seolah merupakan mission impossible untuk mendamaikan kedua negara yang tengah terlibat dalam konflik bersenjata. Sementara yang pro menganggap misi itu penting artinya sebagai bagian dari upaya politis untuk menyukseskan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali pada November mendatang di mana Indonesia akan bertindak sebagai tuan rumah dan presidensi G20.
Presiden Rusia Vladimir Putin diundang ke pertemuan tersebut, tetapi undangan itu mendapat kritik dan tekanan dari negara sekutu Barat Amerika Serikat yang menghendaki agar Putin tidak perlu diundang. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy juga diundang ke event besar tersebut, tetapi belum bisa memberikan kepastian untuk hadir selama negaranya masih dalam kondisi perang.
Langkah Jokowi bertandang ke Ukraina dan Rusia sesungguhnya mencerminkan sikap dan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Artinya, tidak memihak kepada kekuatan blok mana pun di dunia dan aktif dalam menciptakan perdamaian dunia dengan menyelesaikan permasalahan-permasalahan internasional sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat.
Invasi Rusia ke Ukraina yang merupakan pecahan dari negara Uni Soviet itu sejak 24 Februari 2022 disebutkan oleh Presiden Putin sebagai operasi militer khusus untuk demiliterisasi dan denazifikasi tetangganya. Denazifikasi dimaksudkan sebagai upaya untuk membersihkan atau membebaskan kehidupan budaya, sosial, ekonomi, politik, dan media dari sisa-sisa ideologi Sosialis Nasional Nazi. Putin berusaha mengusir pasukan Ukraina keluar dari Provinsi Luhansk dan Donetsk di Donbas, tempat separatis yang didukung Moskwa memerangi Kyiv sejak intervensi pertama Rusia di Ukraina pada 2014.
Perang di mana pun memang selalu membawa korban warga sipil dan kerusakan infrastruktur dan kehancuran sendi-sendi perekonomian.
Perang di mana pun memang selalu membawa korban warga sipil dan kerusakan infrastruktur dan kehancuran sendi-sendi perekonomian. Banyak korban yang sebagian besar berasal dari kalangan anak-anak, lanjut usia, dan warga lainnya yang tak berdosa. Mereka menjadi korban sia-sia dari kekejaman perang yang tidak mengenal kompromi dan bisa menyasar siapa saja.
Di sinilah muncul drama kemanusiaan yang membuat kita merasa perih, pilu, dan duka mendalam melihat ketidakberdayaan mereka menjadi tumbal untuk peperangan yang notabene tidak menghadirkan kebahagiaan dan perdamaian abadi, tetapi malah kesengsaraan dan mudarat yang absurd. Logika dan akal sehat yang waras sudah tidak ada lagi di benak pikiran mereka yang bertikai, hanyalah super ego dan nafsu angkara murka untuk saling menghabisi dan saling memusnahkan satu sama lain.
Belum lagi kita bicara mengenai kerugian ekonomi yang berlipat ganda dengan hancurnya infrastruktur dan hilangnya sumber pendapatan negara berupa devisa dari kegiatan perdagangan, pariwisata, dan sektor-sektor usaha lain yang produktif.
Diplomasi ”dua kaki” Jokowi
Boleh dibilang langkah-langkah yang dilakukan Presiden Jokowi merupakan pertaruhan nyawa, politik, dan ekonomi yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Mengingat situasi konflik bersenjata di Ukraina, tentu kunjungan ke negara tersebut harus memperhitungkan segala risiko yang mungkin terjadi. Segala sesuatu harus diperhitungkan secara matang dan cermat, yang semua itu merupakan suatu risiko yang patut diperhitungkan (calculated risks).
Bersyukur dengan semua bentuk pengamanan yang ada, kunjungan Presiden Jokowi akhirnya bisa berjalan dengan aman, lancar, dan selamat tak kurang suatu apa pun. Dalam kesempatan itu Presiden beserta Ibu Negara Iriana mengunjungi kota Irpin, di pinggiran kota Kyiv yang porak poranda karena dampak peperangan. Banyak bangunan hancur, ratusan korban tewas, dan tak sedikit mengalami luka-luka yang harus dirawat di rumah sakit. Sisi humanitarian berupa rasa simpati dan empati kepada para korban tewas ataupun luka yang ditunjukkan Presiden dan Ibu Negara tentu juga merupakan cerminan sikap negara dan rakyat Indonesia yang cinta damai dan rasa kemanusiaan yang tinggi.
Dari sisi politik, dengan prakarsa dan peran kunci yang dimainkan oleh Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan internasional akan menempatkan negara kita pada kedudukan yang terhormat dan berwibawa di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), forum multibangsa untuk menyelesaikan isu-isu internasional. Dari sisi ekonomi, memang tidak terlepas dari kepentingan Indonesia terhadap kelancaran rantai pasokan pangan karena Indonesia selama ini banyak mengimpor gandum dan muslin dari Ukraina.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor biji gandum dan muslin Indonesia dari Ukraina sebanyak 3,07 juta ton pada 2021. Jumlah itu meningkat 3,85 persen dari tahun 2020 yang sebanyak 2,96 juta ton. Nilai impor biji gandum dan muslin Indonesia dari negara tersebut mencapai 919,43 juta dollar AS. Jumlah itu juga tumbuh 29,94 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 707,57 juta dollar AS.
Jadi, boleh dikatakan bahwa Ukraina menjadi mitra dagang yang penting dan strategis bagi Indonesia khususnya bahan pangan (baca: biji-bijian gandum dan muslin).
Seperti diketahui, Presiden Jokowi tidak hanya berkunjung ke Ukraina, tetapi juga ke Rusia. Salah satu topik pembicaraan yang telah dilakukan dengan Putin mengarah kepada upaya-upaya bagaimana kedua belah pihak perlu membuka dialog yang konstruktif untuk segera menghentikan konflik. Pembicaraan dengan Putin berlangsung dengan baik di mana Putin menjelaskan sikap dan posisi negaranya.
Memang dapat dikatakan bahwa upaya perdamaian yang dijalankan Jokowi tidaklah semudah membalikkan tangan. Namun, semua itu memerlukan proses yang dilandasi oleh itikad dan kemauan baik dari pihak yang berseteru untuk dapat mengakhiri konflik dan membentuk simpul perdamaian yang abadi di antara kedua negara bertetangga itu.
Kedua pemimpin negara, Putin maupun Zelenskyy, harus menghayati benar bahwa peperangan bukan cara untuk menyelesaikan suatu masalah, lebih banyak mudaratnya, dan membawa kesengsaraan serta penderitaan luar biasa bagi rakyat yang terdampak. Ukraina yang mengalami kehancuran secara fisik harus melakukan restorasi besar-besaran dengan biaya yang sangat fantastis untuk memulihkan kondisi negerinya dan menyembuhkan trauma psikologis rakyatnya akibat dampak peperangan yang mengerikan. Sama juga halnya dengan Rusia, yang kota-kota di wilayah perbatasannya hancur akibat serangan rudal Ukraina dan menimbulkan penderitaan masif untuk rakyatnya.
Peperangan Rusia dengan Ukraina menimbulkan ketegangan baru di Benua Eropa yang pada gilirannya akan mengganggu keamanan dan ketertiban dunia. Apresiasi perlu diberikan kepada Indonesia yang dalam hal ini telah memberikan sumbangsihnya untuk menciptakan perdamaian dunia. Langkah yang dlakukan oleh Jokowi, yang merupakan pemimpin Asia pertama yang berkunjung ke wilayah konflik, memang merupakan langkah kecil, tetapi bermakna besar bagi kemanusiaan dan perdamaian dunia yang abadi.
(Indradjat Soehardomo, Bekerja di Badan Pengusahaan (BP) Batam; Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia)