Kata ”demiliterisasi”, dan bukan ”perang”, dipakai Rusia saat negara itu menyerang Ukraina. Tepatkah pembentukan kata ”demiliterisasi” menurut kaidah bahasa kita?
Oleh
M Sidik Nugraha
·3 menit baca
Pemerintah Rusia menyebut operasi militer yang dilakukan di Ukraina bukan perang, melainkan demiliterisasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, makna demiliterisasi ialah ’perihal berhentinya proses militerisasi’; ’pembebasan dari ikatan atau sifat-sifat kemiliteran’; dan ’pembebasan (suatu daerah) dari kekuasaan atau pendudukan militer’.
Jika dirunut, demiliterisasi berasal dari kata dasar militer, kemudian diberi akhiran -isasi sebagai pembentuk kata benda cara, proses, atau perbuatan, lalu dilengkapi dengan bentuk terikat de- yang berfungsi untuk memberikan makna negasi: menghilangkan, meniadakan, atau mengurangi proses yang dilakukan sebelumnya.
Namun, ternyata bukan seperti itu kaidahnya. Demiliterisasi adalah bentuk serapan secara utuh dari demilitarization. Kaidah ini berlaku juga pada kata standardisasi yang diserap dari standardization, alih-alih dibentuk dari standar berakhiran -isasi sehingga menjadi standarisasi.
Proses morfologisnya terjadi dalam bahasa Inggris, bukan bahasa Indonesia, yaitu kata dasar military, lalu diberi imbuhan de- dan -ization. Urutannya bisa military menjadi militarize, kemudian militarization, lalu demilitarization; atau military menjadi militarize, kemudian demilitarize, lantas demilitarization.
Meskipun dalam penjelasan tentang makna demiliterisasi di atas terdapat kata militerisasi, saya tidak menemukan lema itu dalam KBBI daring. Padahal, kata pertama tidak akan terbentuk tanpa ada kata kedua. Lagi pula, bahasa Indonesia tidak mengenal kata demiliter yang memungkinkan demiliterisasi terwujud tanpa ada militerisasi.
Dalam sebuah wawancara berbahasa Inggris di Kompas TV (6/3/2022), Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobieva mengatakan, tujuan operasi negaranya di Ukraina adalah demilitarize. Kata itu dapat diterjemahkan menjadi melakukan demiliterisasi atau mendemiliterisasi.
KBBI daring memuat entri mendemiliterisasi sebagai kata kerja yang bermakna ’membebaskan (melepaskan) dari ikatan atau sifat-sifat kemiliteran’ dan ’membebaskan (suatu daerah) dari kekuasaan atau pendudukan militer’. Namun, saat tulisan ini dibuat, saya tidak mendapati penjelasan tentang memiliterisasi di kamus itu.
Sebagian besar kata seperti demiliterisasi merupakan bentuk serapan dari bahasa Inggris. Contoh, desentralisasi dari decentralization dan demonetisasi dari demonetization. Namun, ada juga yang khas Indonesia, antara lain, deparpolisasi.
Pembentukan kata deparpolisasi bisa dibilang unik. Istilah yang satu ini berasal dari frasa partai politik yang kemudian disingkat menjadi akronim parpol. Lalu, muncullah parpolisasi dan deparpolisasi. Jadi, jangan salah sangka. Meskipun mirip dengan kata serapan dari bahasa Inggris, deparpolisasi bukan berasal dari deparpolization.
Terkait –isasi, menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI, 2016), kata berakhiran -isasi sebaiknya diubah menjadi berimbuhan pe- … -an. Contoh, betonisasi menjadi pembetonan. Sementara itu, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2017) tidak memuat kaidah penggunaan de- dan -isasi. Akan halnya KBBI daring, dalam kamus ini dijelaskan bahwa de- merupakan bentuk terikat yang berarti ’menghilangkan’ dan ’mengurangi’, tetapi entri –isasi tidak dimuat.
Jika kita terapkan kaidah penggunaan imbuhan pe- ... -an pada deparpolisasi, kata itu akan menjadi pendeparpolan. Janggal, bukan? Lalu, bagaimana dengan demiliterisasi? Kata itu akan menjadi pendemiliteran. Apakah berterima? Menurut saya, sebaiknya tetap demiliterisasi.
Bahasa Indonesia tampaknya belum memiliki kaidah yang ajek terkait akhiran -isasi. Karena akhiran itu tidak dimuat sebagai entri dalam KBBI daring, kita dianjurkan untuk menggunakan pe- … -an. Namun, imbuhan itu tidak dapat diterapkan pada semua kata berimbuhan de- … -isasi, entah itu kata bauran, seperti deparpolisasi, maupun kata serapan utuh, seperti demiliterisasi.