Mengatasi masalah gizi masyarakat yang menjadi masalah utama tengkes tidak bisa dilakukan instan ataupun dengan pemberian bantuan uang atau makanan bergizi. Edukasi gizi masyarakat menjadi kunci.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Upaya mengatasi tengkes menghadapi tantangan besar di masa pandemi ini. Program bantuan sosial yang diharapkan mempercepat penurunan tengkes, belum efektif.
Pandemi yang meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinan dikhawatirkan meningkatkan angka tengkes (stunting) karena keluarga-keluarga tersebut kesulitan memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Salah satu indikasi, data Balitbangkes (2022) menunjukkan, prevalensi berat badan kurang (underweight) anak balita berdasarkan berat badan dan umur di Indonesia meningkat 1 persen akibat dampak pandemi.
Program bansos di masa pandemi salah satunya menyasar ketersediaan dan akses pada makanan bergizi para keluarga prasejahtera dan masyarakat yang terdampak negatif pandemi. Untuk tahun 2021, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 110 triliun.
Namun, sebagian rumah tangga penerima bantuan tunai dalam Program Keluarga Harapan justru menggunakan uang yang mereka terima untuk membeli rokok (Kompas, 21/1/2022). Padahal saat meluncurkan program bansos tunai tahun 2021 pada Januari 2021, Presiden Joko Widodo telah mewanti-wanti agar bantuan tersebut digunakan untuk membeli sembako, bukan untuk membeli rokok.
Bukan hanya target pemenuhan gizi keluarga meleset, sikap para penerima bantuan tersebut juga memperparah kondisi. Paparan rokok, baik langsung maupun tidak langsung, pada ibu hamil, janin, dan bayi menjadi salah satu penyebab tengkes. Satu dari tiga anak di Indonesia mengalami tengkes, kejadian tengkes 55 persen lebih tinggi pada anak dengan orangtua perokok.
Pemerintah telah mencanangkan strategi percepatan penurunan tengkes yang saat ini masih mencapai 24,4 persen, jauh di bawah standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang maksimal 20 persen, termasuk dengan pengendalian rokok. Tak tanggung-tanggung, program percepatan penurunan tengkes ini melibatkan 19 kementerian/lembaga dengan anggaran Rp 50 triliun.
Tak tanggung-tanggung, program percepatan penurunan tengkes ini melibatkan 19 kementerian/lembaga dengan anggaran Rp 50 triliun.
Dengan tantangan yang lebih besar di masa pandemi ini intervensi pada penyebab utama tengkes, yaitu pemahaman gizi yang benar pada masyarakat, harus diperkuat. Apalagi, Presiden meminta penurunan tengkes 3 persen per tahun, atas di atas target yang sebesar 2,7 persen per tahun, dan hampir dua kali lipat dari capaian selama ini yang rata-rata 1,7 persen per tahun.
Mengatasi masalah gizi masyarakat yang menjadi masalah utama tengkes, tidak bisa instan ataupun dengan pemberian bantuan uang atau makanan bergizi. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi perkembangan anak, sejak janin dalam kandungan, bahkan sebelum itu, perlu terus dibangun. Pendampingan kepada kepada masyarakat, terutama keluarga sasaran, secara intensif perlu dilakukan.
Pemahaman yang benar tentang pentingnya gizi bagi pertumbuhan anak menjadi kunci dalam intervensi penurunan tengkes. Dengan pemahaman yang benar, orangtua, baik ibu maupun ayah, akan tahu prioritas penggunaan anggaran keluarga mereka, termasuk terkait perilaku merokok. Harus diakui, sebagian besar masyarakat masih permisif pada perokok, pun sejumlah kebijakan pengendalian rokok belum sepenuhnya efektif.