Pendekatan KIPRAH untuk "Equilibrium" Kemendikbudristek
Berpijak dari hukum keseimbangan, Kemendikbudristek membutuhkan equilibrium tim kerja baru yang dapat diharapkan mengembangkan ekosistem kinerja. Pendekatan KIPRAH dari HAR Tilaar dapat menciptakan equilibrium baru itu.
Oleh
JC TUKIMAN TARUNA
·5 menit baca
Pada Rabu, 29 Desember 2021, ada penjelasan dari Menteri Sekretaris Negara Pratikno tentang mengapa jabatan wakil menteri yang landasan hukumnya telah ada/dibuat, namun di sejumlah kementerian belum dilaksanakan atau belum diangkat pejabatnya. Pada intinya, pengisian jabatan wamen itu bersifat lentur, tepatnya fleksibel dan kondisional; tergantung kemendesakan situasi dan kebutuhannya, serta pemetaan kewenangan maupun tupoksinya oleh menteri yang bersangkutan.
Bagaimana posisi wamen di Kemendikbudristek, apakah sudah mendesak dan sangat penting segera diangkat wamen, ataukah masih sangat mungkin semua ditangani oleh menteri?
Berpijak dari hukum keseimbangan, Kemendikbudristek rasanya segera membutuhkan equilibrium baru yang dapat diharapkan mengembangkan ekosistem kinerja. Hal itu bisa segera terwujud jika ada keseimbangan kewenangan serta tugas pokok dan fungsi antara menteri dan wamennya. Pendekatan KIPRAH (Tilaar, 1997) kiranya dapat menciptakan equilibrium baru itu, dan berikanlah tugas itu ke wamen.
Agilitas (ketrengginasan) Mas Menteri Nadiem luar biasa, karena itu sangat pantas diacungi jempol bukan saja sebagai apresiasi, melainkan juga sebagai tantangan baru, yakni Kemendikbudristek saat ini membutuhkan equilibrium kerja tim (baca: koordinasi transformatif), bukan hanya tim kerja semata. Memang, agilitas semakin optimal manakala ditopang oleh tim kerja yang juga trengginas; namun akan semakin menciptakan ekosistem kinerja (kementerian) manakala didampingi oleh senior(itas). Dalam hal ini, Presiden telah sangat jelas memberikan contoh nyata betapa beliau sangat membutuhkan Wapres yang senior.
Untuk menciptakan ekosistem kerja tim lewat terciptanya equilibrium baru, pokok pikiran HAR Tilaar dalam bukunya Pengembangan Sumberdaya Manusia dalam Era Globalisasi: Visi, Misi, dan Program Aksi Pendidikan dan Pelatihan Menuju 2020 (Grasindo, 1997) tentang pendekatan KIPRAH, memberikan contoh konkret apa yang segera dapat dikerjakan oleh wamen Kemendikbudristek.
Pendekatan KIPRAH secara sederhana namun konkret mendorong semua pihak untuk selalu melakukan pencermatan atas kecenderungan-kecenderungan yang terus berlangsung (K); melihat implikasi kecenderungan itu apakah masih terkait dengan visi-misi (I); serta segera merumuskan program aksi holistiknya (PRAH). Seraya mengutamakan manajemen kerja tim (antara tim kerja yang tupoksinya di pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi), wamen harus menghasilkan rumusan jelas tentang KIPRAH yang mencakup dikbudristek secara terintegrasi.
Berfikir tentang menuju tahun 2020, pada tahun-tahun 1990-an, Tilaar mengajukan 15 KIPRAH sebagai matrik kerja, meliputi (a) transformasi masyarakat global, (b) mewujudkan masyarakat madani (civil society), (c) kemajuan ilmu dan teknologi, (d) meningkatkan mutu pendidikan manajemen dan manajemen pendidikan serta pelatihan, (e) mewujudkan wawasan Nusantara dan memantapkan nasionalisme Indonesia, (f) berpartisipasi dan meningkatkan kerjasama regional dan internasional, (g) meningkatkan partisipasi masyarakat/swasta dalam pembiayaan pendidikan, (h) meningkatkan profesionalisme, (i) program pendidikan, pelatihan, dan ketenagakerjaan yang terpadu, (j) proses belajar mengajar, (k) kurikulum, (l) pendidikan tinggi sebagai pusat pengembangan iptek, budaya, moral, dan agama, (m) privatisasi pendidikan, (n) pendidikan dan pelatihan berprespektif jender, serta (o) seni, budaya dan filsafat serta keagamaan.
Kita ambil saja contoh KIPRAH kesebelas tentang kurikulum (halaman 260), matrik kerja yang waktu itu dirumuskan ialah:
Kecenderungan (K): kurikulum berisi bahan-bahan bagi generasi muda untuk dapat survive di dalam dunia terbuka (learning to be). Artinya, yang dapat hidup dalam pembangunan yang berkesinambungan, yang ramah lingkungan, mengetahui apa yang perlu diketahui dalam masyarakat industri dan teknologi (learning to think), dapat berkarya untuk kesejahteraan diri dan masyarakatnya (learning to do), dan dapat bekerja sama dengan sesama manusia untuk kemajuan serta perdamaian dunia (learning to live together).
Implikasi (I): Terbentuknya suatu masyarakat madani (civil society) di mana setiap anggota dapat mengembangkan potensinya bagi kesejahteraan masyarakatnya, serta dapat berkomunikasi dengan sesame manusia secara efektif.
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Menteri BUMN Erick Thohir (kiri), Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Makarim (tengah), dan pendiri Narasi Najwa Shihab menjelaskan kolaborasi yang membentuk Gerakan Akselerasi Generasi Digital yang diluncurkan, Rabu (15/12/2021).
Program aksi holistik (PRAH): memasukkan secara integratif di dalam kurikulum pada semua tingkat dan jenis pendidikan unsur-unsur berikut ini. Pertama, pendidikan sadar dan ramah lingkungan. Kedua, pendidikan kependudukan, termasuk di dalamnya pendidikan yang berprespektif jender. Ketiga, kemampuan berkomunikasi baik di dalam bahasa nasional maupun di dalam multilingual.
Keempat, pendidikan nasional, dan juga pendidikan internasional yang memupuk ke arah saling pengertian dan saling kerjasama antarbangsa. Kelima, pendidikan umum yang kuat dan mampu mempergunakan informasi secara tepat dari information superhighway, serta adanya program pelatihan yang bervariasi sesuai dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan pembangunan masyarakat yang berkesinambungan.
Dari contoh KIPRAH kesebelas tersebut, sangat jelas nampak betapa yang dipikirkan sebagai matrik kerja di tahun 1990-an itu, sampai saat ini pun ternyata masih sangat relevan terkait dengan kurikulum. Bukankah saat ini, kemendikbudristek sedang penuh perjuangan dan tantangan memperkenalkan Kurikulum Prototype, sebuah “kurikulum tanpa sekat” IPA, IPS, Bahasa, dan lainnya?
Kompas
Didie SW
"Merit system"
Di bagian akhir dari bab pendahuluan, Tilaar menulis: “Masyarakat masa depan adalah masyarakat yang didasarkan pada kemampuan (merit system) dan bukan berdasarkan fasilitas serta kekuasaan. Apabila dewasa ini kemampuan seseorang seringkali dianggap sekunder dan kekuatan otot serta kekuasaan maupun kekuatan koneksi dianggap yang terpenting; maka di dalam masyarakat millennium III, yang diminta adalah manusia Indonesia yang berkualitas.”
Saat ini, apabila Kemendikbudristek segera berhasil menciptakan ekosistem kinerja melalui tumbuhnya equilibrium baru dalam kerja tim, dan semua itu sangat mungkin terjadi berkat adanya wamen senior; niscaya merit system akan semakin mempercepat berkembangnya manajemen talenta nasional (mentalnas) mulai tahun 2022 dan selanjutnya, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2021 tentang Gugus Tugas Manajemen Talenta Nasional.
ARSIP PRIBADI
JC Tukiman Taruna
Dalam konteks merit system ini, yaitu unjuk kemampuan, para senior bersiap-siaplah “melamar atau bahkan dilamar” untuk menjadi wamen di Kemendikbudristek, dan karena itu bersiap-siap pulalah menyusun KIPRAH yang program aksi holistiknya harus erat berkaitan dengan mentalnas.
JC Tukiman Taruna, Ketua Dewan Penyantun dan Pengajar Program Doktor Ilmu Lingkungan (PDIL) Unika Soegijapranata, Semarang