Pemulihan China menjadi penentu utama prospek ekonomi global pascapandemi. Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi, China menyumbang lebih dari seperlima total peningkatan PDB dunia lima tahun ke depan (2022-2026).
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Meredanya tekanan inflasi di China menjadi kabar baik bagi ekonomi global dan juga Indonesia. Namun, merebaknya Omicron jadi ancaman bagi pemulihan global.
Dengan terkendalinya tekanan inflasi, China, dan Amerika Serikat (AS)—terutama dengan kebijakan moneter efektif yang akan ditempuhnya untuk mengendalikan harga—memiliki ruang untuk melonggarkan kebijakan ekonomi guna mendorong pemulihan domestik (Kompas, 13/1/2022).
China sudah memastikan inflasi yang mengamuk sepanjang 2021 terkendali, dan tak akan menjadi faktor pengganggu pertumbuhan pada tahun 2022. Peran China yang menyumbang 18,33 persen produk domestik bruto (PDB) dunia pada 2020 kian penting dalam perekonomian global, sejak negara itu membuka diri pada 1978 dengan pertumbuhan rata-rata dua digit selama dua dekade setelahnya.
Pada periode 1989-2021, pertumbuhan China rata-rata 9,23 persen. China satu-satunya negara yang mencatat pertumbuhan positif pada 2020 dan menyumbang lebih dari sepertiga pertumbuhan global pada 2021.
Pada triwulan I-2021 pertumbuhan ekonomi China bahkan mencapai 18,30 persen, tertinggi dalam sejarah, setelah mengalami kontraksi 6,8 persen pada triwulan I-2020 akibat dampak pandemi.
Pemulihan China menjadi penentu utama prospek ekonomi global pascapandemi, menggeser AS (perekonomian terbesar dunia), disusul India, Jepang, dan Jerman. Bagi Indonesia, China tujuan ekspor terpenting, dengan 22,4 persen ekspor nonmigas kita tertuju ke negara itu, disusul AS (11,6), Jepang (7,55), dan India (6,39). China juga kelima terbesar penyumbang investasi asing langsung (FDI) ke Indonesia setelah Singapura, Hong Kong, Belanda, dan Jepang.
Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi, China menyumbang lebih dari seperlima total peningkatan PDB dunia lima tahun ke depan (2022-2026). PDB global diperkirakan IMF tumbuh 5,9 persen pada 2021 dan 4,9 persen tahun ini, tetapi ada kemungkinan dikoreksi akibat Omicron.
Angka pertumbuhan global ini diprediksi perlahan melambat menjadi 3 persen pada 2026, dengan dampak perlambatan ini akan menjadi kabar buruk yang sangat dirasakan negara berkembang, terutama yang pemulihan ekonominya tersendat akibat Covid-19. Cakupan vaksinasi, termasuk vaksin penguat, menjadi kata kunci.
Faktor yang masih mungkin menjadi momok penghambat ekspansi ekonomi China adalah defisit energi, terutama dengan komitmen global China untuk menekan emisi karbon dalam kaitan perubahan iklim.
Selain pertumbuhan global yang melambat pascapandemi, hal lain yang harus diwaspadai adalah meningkatnya ketimpangan akibat divergensi atau pemulihan yang tak merata antarnegara. Ini juga terjadi di dalam negeri Indonesia.
Kita mengamati, di tengah terpuruknya ekonomi kelompok menengah bawah selama pandemi, orang kaya justru semakin kaya. Selain tecermin dari meningkatnya jumlah pemilik tabungan di atas Rp 2 miliar, kekayaan orang terkaya juga membengkak selama pandemi. Ini pekerjaan rumah yang juga harus direspons dengan serius oleh pemerintah.