Lokasi calon ibu kota negara yang baru berada di tepi pantai dan tak jauh dari wilayah perbatasan dengan negara lain. Karena itu, memperkuat pertahanan di Kalimantan hendaknya menjadi prioritas dalam pemindahan IKN.
Oleh
FAHMI ALFANSI P PANE
·5 menit baca
Isi dan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ibu Kota Negara (IKN) hampir tidak menyinggung aspek pertahanan negara dan keamanan nasional, kecuali dalam satu pasal. Pada Pasal 19 disebutkan ”pertahanan dan keamanan wilayah IKN dilaksanakan berdasarkan sistem dan strategi pertahanan dan keamanan yang terintegrasi dengan Rencana Induk IKN”. Cakupan substansi umumnya tentang cakupan wilayah IKN, bentuk, susunan dan urusan pemerintahannya, penataan ruang dan pertanahan, proses pemindahan, pendanaan, serta perpajakan.
Hal serupa juga terlihat pada naskah akademik RUU IKN. Pertahanan hanya dibahas dalam dua alinea. Intinya, strategi pertahanan dan keamanan terintegrasi dengan rencana induk IKN. Selain itu, disebutkan bahwa karena ”ada potensi ancaman terhadap ibu kota negara yang baru, Kebijakan Umum Pertahanan Negara (Jakkumhanneg) 2020-2024 adalah membangun Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), pembangunan postur TNI yang berdaya tangkal strategis dan mobilitas tinggi, serta pengembangan dan implementasi konsep pertahanan pulau-pulau besar”.
Minimnya substansi dan pembahasan tentang pertahanan terasa ironis karena sejatinya tujuan pertama dan utama pemindahan ibu kota negara adalah pertahanan meskipun hal tersebut tidak selalu dinyatakan eksplisit dalam dokumen negara. Semua ibu kota baru dari negara lain menjauhi garis pantai dan perbatasan dengan negara tetangga. Berada di tepi laut membuat IKN lebih mudah diserang. Rivalitas suatu negara umumnya dengan tetangganya, baik karena perbatasan daratan dan lautan maupun perebutan posisi/ pengaruh regional.
Contohnya, Karachi, ibu kota lama Pakistan yang berada di tepi laut dan berjarak 170 kilometer dari India. Adapun Islamabad memang berjarak 250 kilometer dari India, tetapi kerentanan tersebut tertutupi karena Islamabad terletak di dataran tinggi sehingga sulit diinvasi dari darat dan laut.
Myanmar juga serupa. Meski IKN lama, Yangon (Rangoon) berjarak 30 kilometer dari laut, tetapi berada di Delta Irawaddy yang terhubung ke laut. Maka, Myanmar memindahkan IKN ke Naypyidaw, daerah pedalaman yang bukan saja jauh dari laut (lebih dari 200 kilometer), tetapi juga terlindungi alamiah oleh Sungai Irawaddy dan dataran tinggi.
Sebaliknya, calon IKN baru Indonesia berada di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Jakarta tidak berbatasan darat dengan negara mana pun. Namun, wilayah Penajam berjarak sekitar 400 kilometer dari Sarawak, Malaysia.
Penajam juga hanya tiga kilometer dari laut, tepatnya Selat Makassar. Jakarta juga di tepi laut. Namun, risiko invasi langsung ke Jakarta tereduksi dengan ratusan pulau di Kepulauan Seribu dan reklamasi pantai utara Jakarta.
Kerentanan calon IKN bertambah karena dekat dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II dari Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Bali, dan keluar dari Selat Lombok. ALKI adalah alur laut terbuka bagi perairan internasional, termasuk kapal perang, yang disediakan Indonesia karena diakui dunia sebagai negara kepulauan.
Kerentanan calon IKN bertambah karena dekat dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II dari Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Bali, dan keluar dari Selat Lombok.
Perairan ALKI II sangat dalam. Sebagian Selat Makassar berkedalaman ratusan meter hingga dua kilometer. Bahkan, bagian utara sekitar 2,5 kilometer, dan terhubung dengan Laut Sulawesi yang berkedalaman hingga lebih dari enam kilometer. Selat Makassar juga sangat lebar (100 hingga 200 kilometer). Selain itu, hampir tidak ada pulau-pulau kecil sepanjang ALKI II, yang justru banyak ditemukan pada wilayah barat Indonesia.
Karena itu, kapal perang yang lebih besar dari kapal fregat dan korvet Indonesia, yaitu kelas perusak (destroyer) dan kapal induk, dapat melintasi ALKI II tanpa khawatir kandas. Bahkan, kapal-kapal tersebut dapat membentuk beberapa banjar sekaligus. Kapal selam yang lebih besar dan lebih senyap daripada kapal selam Indonesia juga mudah melintasinya.
Adapun risiko invasi dari ALKI I ke Jakarta relatif lebih kecil. Meski Laut China Selatan cukup dalam, Selat Karimata sangat dangkal (rata-rata 30 meter). Dasar laut pun berlumpur. Banyak pulau kecil di sana, seperti di Kepulauan Seribu. Meski masih dapat dilalui kapal besar, tetapi invasi relatif dapat dikalahkan.
TNI AL dengan dukungan TNI AU dapat menempuh strategi perang kepulauan (archipelagic warfare) dan pengendalian laut (sea control). Taktiknya memancing masuk, lalu menjebaknya dalam perairan yang sempit dan dangkal. Strategi pemutusan garis perhubungan laut lawan juga dapat dilakukan lebih mudah pada ALKI I.
Akselerasi pembangunan pertahanan
Apabila ingin memindahkan IKN ke Kaltim dan dekat dengan ALKI II, pemerintah harus mengakselerasi pembangunan pertahanan di Kalimantan dan sekitarnya. Pembangunan ini tidak cukup dengan konsep pertahanan pulau besar, seperti disebut pada naskah akademik RUU. Apalagi, itu hanya kebijakan pembangunan wilayah pertahanan di darat.
Seluruh isi Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2021 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun 2020-2024 harus diterapkan. Misalnya, pembangunan wilayah pertahanan di laut (peningkatan kekuatan kapal perang, penempatan rudal di ALKI I, II dan III), serta pembangunan wilayah pertahanan di udara (pembentukan Zona Identifikasi Pertahanan Udara/ ADIZ).
Selain itu, perlu akselerasi pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) pemukul strategis, seperti pesawat tempur, rudal jarak sedang dan jauh. Terlebih, pada Rapat Pimpinan TNI Februari 2021 disebut, sebagian pesawat tempur tersebut diharapkan datang sebelum tahun 2022. Akselerasi pengadaan alutsista juga karena rendahnya pencapaian target kekuatan pokok minimum (minimum essential force/ MEF), bahkan tanpa kebutuhan pemindahan IKN sekalipun.
Akhirnya, kita dapat belajar dari Korea Selatan. Negara yang lebih maju dari Indonesia dalam perekonomian dan pertahanan ini mulai memindahkan IKN dari Seoul ke Sejong City sejak 2007, dan menargetkan selesai 2030. Padahal, IKN hanya bergeser 120 kilometer di bentang daratan yang sama. Karena itu, proses pemindahan IKN hanya dapat dilakukan dalam jangka panjang, dan prioritasnya justru memperkuat pertahanan di Kalimantan lebih dulu sebagaimana sarana kehidupan dasar, seperti air tawar dan listrik.
Fahmi Alfansi P Pane, Pengamat Pertahanan, Alumnus Magister Pertahanan Universitas Pertahanan