Sebagai negara demokratis yang ditandai dengan pers bebas serta pemilu yang juga bebas, Indonesia memiliki modal untuk menjadi mitra konsultasi penting bagi Kamboja dalam mendorong solusi bagi Myanmar.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Tantangan tak ringan dihadapi Kamboja selaku pemegang keketuaan ASEAN. Tugas besar menyelesaikan krisis Myanmar menghadang di depan mata.
Langkah Republik Indonesia (RI) yang mengingatkan Kamboja, bahwa ada panduan bersama dalam penyelesaian krisis Myanmar, sangat tepat. Panduan itu penting karena merupakan hasil kesepakatan anggota ASEAN, termasuk Kamboja, dalam pertemuan di Jakarta, April 2021.
Seperti diberitakan harian ini pada Kamis (6/1/2022), RI menyampaikan kepada Kamboja bahwa lima poin konsensus pemimpin ASEAN tetap menjadi panduan bagi upaya organisasi itu untuk membantu Myanmar keluar dari krisis. Kelima poin konsensus juga diperlukan untuk mengembalikan demokrasi di Myanmar, lewat dialog yang inklusif.
Lima poin konsensus meliputi penghentian kekerasan dan sikap menahan diri, dialog konstruktif semua pihak, penunjukan utusan khusus ASEAN, bantuan kemanusiaan, dan kunjungan utusan khusus guna bertemu semua pihak.
Adapun krisis di Myanmar dipicu kudeta yang dilakukan pemimpin militer terhadap pemerintahan sipil. Akibatnya, konflik yang diwarnai kekerasan kini terjadi di Myanmar. Rakyat di negara itu menderita. Korban jiwa berjatuhan.
Saat Brunei Darussalam memegang keketuaan ASEAN, harapan akan kemajuan dalam penyelesaian krisis di Myanmar belum terwujud. Kini harapan itu berada di pundak Kamboja yang dipimpin Perdana Menteri (PM) Hun Sen.
Sejumlah kalangan menyuarakan keraguan terhadap Kamboja untuk mampu membuat ASEAN menghadirkan solusi adil serta demokratis di Myanmar. Rencana Hun Sen untuk melawat ke negara tetangganya itu dinilai sebagai indikasi posisinya yang ”cenderung memihak” pemimpin militer Myanmar. Ada pandangan, bukan tidak mungkin sikap ASEAN sebelum ini, yang membatasi kehadiran Myanmar di pertemuan ASEAN pada level ”non-politis” (hanya dihadiri pejabat teknis), akan berubah.
Hal itu menjadi tantangan bagi Kamboja. Hun Sen, pemimpin yang mengalami masa transisi nan sulit Kamboja, rasanya memahami situasi tersebut. Ada tuntutan sangat besar dari anggota ASEAN agar Kamboja mampu menghadirkan solusi bagi krisis Myanmar. Pihak di luar ASEAN pun menaruh perhatian besar: akankah organisasi kawasan itu dapat memberikan manfaat konkret atau tidak.
Di titik inilah, dukungan Indonesia krusial. Sebagai negara demokratis yang ditandai dengan pers bebas serta pemilu yang juga bebas, Indonesia memiliki modal untuk menjadi mitra konsultasi penting bagi Kamboja dalam mendorong solusi bagi Myanmar. Tentu tanpa harus menggurui, apalagi mendikte, yang akhirnya justru kontraproduktif.
Di sisi lain, pengalaman bangsa Indonesia menjalani Reformasi 1998 merupakan poin penting untuk, bersama Kamboja, meyakinkan Myanmar, bahwa transisi memang tidak mudah, tetapi bukannya tidak mungkin.