PM Hun Sen Segera ke Myanmar, Presiden Jokowi Ingatkan soal 5 Konsensus ASEAN
Pemerintah Indonesia berharap Kamboja selaku Ketua ASEAN tahun ini menjadikan lima poin konsensus ASEAN sebagai panduan dalam menyelesaikan krisis politik di Myanmar.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
PHNOM PENH, RABU -- Kamboja memulai tugas keketuaan ASEAN dengan lawatan Perdana Menteri Hun Sen ke Myanmar, Jumat-Sabtu (7-8/1/2022). Lawatan ini dimaksudkan sebagai upaya mengatasi krisis politik di negara itu pascakudeta militer tahun 2021. Indonesia berharap, Kamboja berpegang pada lima poin konsensus pemimpin ASEAN dalam menyelesaikan krisis di Myanmar.
Namun, beberapa pengamat khawatir, posisi Kamboja sebagai ketua ASEAN dikhawatirkan tak akan banyak membuat perubahan. Pengamat melihat sinyal diplomatik Hun Sen memperlihatkan potensi inkonsistensi arah dan sikap dengan ASEAN mengenai junta militer Myanmar.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menyatakan, Indonesia mendukung keketuaan Kamboja dan berharap agar keketuaan Kamboja bisa membuat ASEAN lebih solid, relevan, dirasakan manfaatnya oleh rakyat ASEAN, dan terus menjadi kontributor utama terciptanya perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan kawasan Asia Tenggara.
Presiden RI Joko Widodo juga menyampaikan dukungan Indonesia terhadap keketuaan Kamboja di ASEAN ketika berbicara dengan PM Hun Sen, 3 Januari lalu. Dalam pembicaraan melalui telepon itu, Presiden Jokowi juga menyampaikan isu terkait Myanmar.
"Semua dari kita sadar, sejauh ini tidak terdapat kemajuan signifikan terhadap implementasi lima butir konsensus yang dihasilkan pertemuan pemimpin ASEAN di Jakarta pada April 2021," kata Retno ketika dihubungi Kompas, Rabu.
Presiden Jokowi menyampaikan kepada PM Hun Sen harapan agar lima poin konsensus pemimpin ASEAN tetap menjadi panduan bagi upaya ASEAN dalam membantu Myanmar keluar dari krisis politik dan mengembalikan demokrasi di negara itu melalui dialog yang inklusif. Lima poin konsensus tersebut diharapkan tetap menjadi pegangan Utusan Khusus ASEAN dalam berkomunikasi dengan pihak militer di Myanmar.
Kelima poin konsensus itu diputuskan dalam pertemuan para pemimpin ASEAN dan Panglima Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing di Jakarta, 24 April 2021. Lima poin tersebut mencakup penghentian kekerasan dan sikap menahan diri, dialog konstruktif semua pihak, penunjukan utusan khusus ASEAN, bantuan kemanusiaan, dan kunjungan utusan khusus untuk bertemu semua pihak.
Sebelum ada kemajuan signifikan dalam implementasi lima poin konsensus itu, Indonesia telah menyampaikan agar keterwakilan Myanmar di pertemuan-pertemuan ASEAN tetap dilakukan pada level non-politik, sesuai kesepakatan menjelang KTT ASEAN ke-38 dan ke-39 tahun 2021.
Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn mengingatkan, krisis politik dan keamanan Myanmar semakin parah hingga menyebabkan krisis ekonomi, kesehatan, dan kemanusiaan. Ia menyebut situasi di Myanmar kacau balau dari segala sisi.
"Dari sisi kekuasaan, ada dua pemerintahan yang berjalan. Dari sisi keamanan, ada beberapa pasukan keamanan yang sama-sama bersenjata. Di saat yang sama, rakyat juga mogok lewat aksi yang mereka sebut gerakan pembangkangan pada pemerintah junta militer, dan banyak kelompok gerilyawan di berbagai daerah di negara itu," papar Sokhonn, ketika berbicara dalam diskusi di lembaga kajian ISEAS-Institut Yusof Ishak di Singapura, Senin lalu.
"Kami merasa semua pemicu dan alasan terjadinya perang saudara sudah ada," ujarnya.
Sokhonn menegaskan, kunjungan Hun Sen itu tidak lantas berarti Kamboja maupun ASEAN mengakui pemerintahan junta militer. Fokus Kamboja dan ASEAN hanya akan tertuju pada upaya memperbaiki situasi di Myanmar dengan menyusun peta jalan perdamaian dan konsensus lima poin seperti yang sudah disetujui para pemimpin ASEAN tahun lalu.
"Kunjungan Hun Sen itu bertujuan membuka jalan agar tercipta suasana yang kondusif untuk digelar dialog inklusif dan membangun kepercayaan politik antara semua pihak yang berkepentingan," kata Sokhonn.
Tahun lalu, rencana kunjungan Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar saat Ketua ASEAN dipegang Brunei Darussalam ditunda karena junta militer tidak memberikan izin pertemuan dengan Aung San Suu Kyi. ASEAN kemudian tidak mengundang junta militer Myanmar untuk ikut hadir dalam KTT ASEAN, Oktober lalu.
Krisis Myanmar, kata Sokhonn, berdampak buruh bagi stabilitas kawasan Asia Tenggara, citra, kredibilitas, dan persatuan kesatuan ASEAN. Meski demikian, Kamboja masih tetap berusaha mengupayakan agar junta militer Myanmar boleh menghadiri pertemuan-pertemuan di ASEAN lagi.
Terancam stagnan
Terkait posisi Kamboja sebagai ketua ASEAN, pengamat ASEAN, kawasan Asia Tenggara, dan kerja sama internasional di Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada, Muhammad Rum, khawatir bakal ada potensi stagnasi atau bahkan regresi ASEAN selama keketuaan Kamboja. Ia beralasan, pada saat ASEAN berupaya menekan junta militer Myanmar untuk memenuhi konsensus lima poin dan mengembalikan demokrasi, sinyal diplomatik Hun Sen malah terlihat ada potensi inkonsistensi arah sikap terhadap junta militer Myanmar.
Menurut Rum, sikap Hun Sen cenderung pragmatis dan lunak terhadap junta militer Myanmar. Dikhawatirkan, Kamboja tak akan banyak membuat perubahan. Padahal, menjadi ketua ASEAN merupakan posisi strategis dan penting dalam mendorong agenda-agenda prioritas dalam KTT dan forum-forum ASEAN lain.
Rum menilai, keinginan Hun Sen untuk merangkul kembali junta militer Myanmar dalam agenda-agenda ASEAN berpotensi menegasikan segala tekanan dan kecaman ASEAN sepanjang tahun lalu.
Selain itu, Rum juga mengingatkan isu ketegangan di Laut China Selatan (LCS). Sikap pemerintah Kamboja pada keketuaan ASEAN 2012 telah menyebabkan ASEAN gagal menghasilkan komunike bersama untuk bersikap lebih tegas terhadap klaim China atas sembilan garis putus-putus. Itu membuat China lebih asertif dan leluasa menjalankan politik luar negerinya terkait LCS.
"Untuk menavigasi regresi di ASEAN, menjadi tugas para diplomat Indonesia untuk berkomunikasi intensif dengan Kamboja dan memberi sinyal tegas bahwa Indonesia berkomitmen penuh pada demokrasi dan konsensus lima poin dan mengadvokasikan kepentingan regional dalam isu LCS. Perlu upaya keras untuk memengaruhi Phnom Penh," kata Rum.
Kekhawatiran serupa diutarakan peneliti bidang perkembangan politik internasional Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lidya Christin Sinaga, mengingat Kamboja memiliki persoalan internal terkait dengan komitmennya terhadap demokrasi dan pemajuan hak asasi manusia.
"Namun saya yakin, ini semua menjadi pelajaran berharga bagi Kamboja dan Myanmar, ditambah kompleksitas persoalan internal ASEAN dan tantangan geopolitik kawasan, bahwa dalam kapasitasnya sebagai ketua ASEAN 2022, ada kepentingan kawasan yang harus dimajukan," kata Lidya.
Indonesia diharapkan mendukung Kamboja sepenuhnya dengan terus mendorong inisiatif-inisiatif yang diperlukan untuk menjaga sentralitas ASEAN. Menurut Lidya, Indonesia harus mendorong agar konsensus lima poin dilanjutkan. Ketegasan ASEAN terhadap Myanmar kali ini merupakan wujud sentralitas ASEAN yang paling nyata.
Indonesia juga diharapkan mendorong Myanmar menunjukkan komitmen ASEAN terhadap Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik atau ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP). AOIP berperan strategis sebagai wahana bagi ASEAN menegaskan pandangannya yang lebih luas mengenai konsep Indo-Pasifik yang mengedepankan prinsip kerja sama dengan seluruh negara mitra eksternalnya dan menekankan sentralitas ASEAN di Indo-Pasifik.
"Pada tahun ini, penting bagi ASEAN untuk melanjutkan empat prioritas kerja sama yang potensial melibatkan negara-negara besar," ujar Lidya. (AFP)