Literasi investasi kian diperlukan karena belakangan produk-produk investasi yang ditawarkan semakin menggiurkan, berkesan modern, seperti aset kripto dan mata uang asing.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kasus demi kasus penipuan investasi terus berulang. Masyarakat menjadi korban, sementara para pelaku masih melenggang.
Investigasi harian Kompas menemukan sejumlah penipuan skema ponzi (money game) di Indonesia, banyak yang memakai modus investasi aset kripto. Kripto dijadikan jalan keluar saat money game macet, tak bisa lagi memberikan profit.
Saat sebuah money game tidak bisa lagi membagi cuan atau profit kepada pesertanya, bos atau pendiri money game akan membuat kripto atau token abal-abal. Kripto atau token ini akan dibagi kepada peserta money game sebagai ganti profit (Kompas, 6/1/2022).
Sejak puluhan tahun lalu harian ini menemukan kasus penipuan investasi, dari mulai investasi pertanian, perkebunan, properti, kendaraan, hingga sekarang menggunakan kedok aset digital. Korban berjatuhan dengan kerugian tidak hanya miliaran rupiah, tetapi mencapai triliunan rupiah.
Secara umum kasus ini bermula dari iming-iming investasi dengan imbal hasil yang spektakuler hingga menarik banyak peminat. Orang yang tidak paham investasi langsung mabuk kepayang hingga mengucurkan dananya ke berbagai produk investasi. Mereka hanya bisa menyesal setelah semua janji itu kosong belaka. Uang hilang begitu saja.
Masalah utama terletak pada literasi investasi yang kurang memadai. Orang hanya membayangkan imbal hasil besar tanpa mengetahui risikonya. Di sinilah awal mula musibah. Mereka yang paham investasi selalu akan melihat risiko di samping tawaran imbal hasil. Tawaran imbal hasil yang tidak masuk akal akan otomatis meningkatkan kewaspadaan terhadap produk investasi.
Para penipu akan terus beroperasi. Modus yang sama berulang mengindikasikan pelaku-pelakunya berada di dalam lingkaran yang sama. Mereka mengenal cara-cara tersebut karena pernah berada di upaya-upaya aji mumpung yang sama. Aparat kepolisian tentu kita harapkan menindak para penipu agar jera. Mereka masih saja berkeliaran dan lepas dari jerat hukum.
Meski demikian, terlepas dari kita bersandar pada berbagai upaya hukum, otoritas perlu terus mengampanyekan literasi investasi dari kelompok kaya hingga ke masyarakat paling miskin. Korban aksi penipuan ini dari masyarakat atas hingga bawah sehingga pendidikan literasi investasi diharapkan menjangkau mereka.
Literasi investasi makin diperlukan karena belakangan produk-produk investasi yang ditawarkan kian menggiurkan karena berkesan modern, seperti aset kripto dan mata uang asing. Perangkat yang digunakan pun makin terkesan canggih, seperti robot perdagangan.
Orang kian bingung memahami produk investasi tersebut. Mereka juga makin tidak paham soal risiko. Akibatnya, mereka serampangan memutuskan berinvestasi di produk-produk yang sebenarnya merupakan aksi penipuan. Kita masih perlu meningkatkan literasi investasi.