Dari Bujuk Rayu di Aplikasi Kencan hingga Dompet Digital Palsu
Investasi aset kripto rentan menjadi ajang penipuan di dunia maya. Sedikit lengah, harta bisa lenyap tanpa bisa lagi diselamatkan. Di Indonesia pelaku penipuan money game menjadikan investasi kripto sebagai modusnya.
Oleh
tim kompas
·3 menit baca
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Salah satu potongan percakapan CS (34) dengan pria yang mengaku bernama Andrew Chin. CS yang mengenal Andrew dari sebuah aplikasi kencan itu kerap ditawari investasi jual-beli (trading) aset kripto.
Dunia aset kripto disalahgunakan untuk sejumlah penipuan di dunia maya. Sedikit saja lengah, harta bisa melayang dalam sekejap tanpa bisa lagi diselamatkan. Semua bisa menjadi korban di kanal digital, bahkan saat menggunakan aplikasi kencan sekalipun.
Berawal dari sebuah perkenalan di aplikasi kencan Tinder, CS (34) intens bercakap dengan pria yang mengaku bernama Andrew Chin. Dari situ, Andrew yang mengaku sebagai manajer hotel di Singapura mengenalkan CS pada aset kripto.
Perempuan ini diminta mengunduh aplikasi jual-beli kripto Binance dan aplikasi bernama DaDa Coin. CS dijanjikan untung besar lantaran DaDa Coin adalah aplikasi trading yang dikembangkan kerabat Andrew dan tidak ada di aplikasi Google Playstore. CS pun menyetor dana miliknya dalam bentuk koin Tether (USDT) yang tiap satuannya senilai satu dollar AS, berangsur-angsur menjelang akhir Desember 2020.
Andrew merayu CS untuk berkali-kali menstransfer koin USDT ke aplikasi DaDa Coin. Salah satu modus rayuannya, CS diimingi bonus 3.000 koin USDT dan imbal hasil 30 persen dari saldo. Saldo CS di DaDa Coin pun ”dibuat” bertambah 39.034 koin USDT.
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Salah satu potongan percakapan CS (34) dengan pria yang mengaku bernama Andrew Chin. CS yang mengenal Andrew dari sebuah aplikasi kencan itu kerap ditawari investasi jual-beli (trading) aset kripto.
Namun, ternyata sejak awal Januari 2021 CS tak bisa menarik saldonya sama sekali di DaDa Coin. Belakangan dia tahu bahwa DaDa Coin adalah aplikasi palsu, sementara Andrew bukan orang Singapura. Aplikasi DaDa Coin itu kini sudah tak dapat dibuka, sementara CS merugi hingga Rp 170 juta.
”Saya coba lapor ke unit cyber crime Polri, ternyata sulit diproses karena lokasi penipu itu di luar negeri. Saya juga sempat coba buat laporan polisi di luar negeri, tetapi terhalang informasi detail soal Andrew. Belakangan juga saya tahu ada akun medsos pakai foto Andrew seperti itu yang kemungkinan untuk mencari korban lain,” ucap karyawan swasta berdomisili di Jakarta ini.
Andrew merayu CS untuk berkali-kali menstransfer koin USDT ke aplikasi DaDa Coin. Salah satu modus rayuannya, CS diimingi bonus 3.000 koin USDT dan imbal hasil 30 persen dari saldo.
Pengalaman CS menunjukkan betapa kripto rentan menjadi ajang penipuan saat orang lengah. Menurut Budi Rahardjo, akademisi Institut Teknologi Bandung serta Honorary Member of Asosiasi Blockchain Indonesia, penipuan semacam itu memadukan rekayasa sosial dan teknologi.
”Nipu-nya bukan teknikal, tapi nipu ngomong,” kata Budi. Dengan demikian, penanganan masalah sosial mesti lebih disasar dibandingkan masalah celah di teknologi. Bahkan, kasus penipuan itu tidak mengandalkan keahlian teknologi sebagai modal utama. Tetapi kripto turut membuat penipuan itu jadi lebih sulit dilacak.
Budi menyebutkan, penipu yang ingin memanfaatkan kripto untuk mencuri uang tidak perlu repot-repot membuat rantai blok. Mereka bisa mengembangkan platform, misalnya platform pinjaman daring, yang menumpang pada rantai blok yang sudah tersedia.
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Tampilan aplikasi DaDa Coin yang sempat digunakan oleh CS (34). Belakangan CS tahu kalau aplikasi trading yang ditawarkan padanya itu adalah palsu. Foto diambil pada Rabu (5/1/2021).
Penipuan pun bisa memanfaatkan ketidakcermatan pengguna. Hal ini dialami Deni Novian saat salah mengunduh dompet digital aset kripto. Dia tadinya bermaksud mengunduh aplikasi bernama Wallet Connect, tapi malah mengunduh aplikasi berlogo serupa bernama Connect Wallet.
Dalam waktu hitungan jam, aset kripto Deni langsung lenyap tidak bersisa. Ketika ditelusuri, aset miliknya telah beralih ke alamat dompet orang lain. Dia baru menyadari aplikasi yang diunduhnya adalah dompet digital palsu.
”Waktu itu, saya enggak teliti pas unduh aplikasinya. Padahal, biasanya saya selalu lihat yang unduh ada berapa, yang kasih review gimana. Pas koin saya hilang, baru sadar itu aplikasi palsu,” ungkap warga Bekasi, Jawa Barat, itu.
KOMPAS/ADITYA DIVERANTA
Tampilan riwayat transaksi aset kripto WinCash Coin dalam dompet digital milik Gatuk Windarto. Aplikasi yang nonaktif masih menyisakan sejumlah 136 WinCash Coin miliknya. Foto diambil pada Rabu (1/12/2021).
Research and Development Manager Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Jericho Biere menjelaskan, tidak ada yang bisa dilakukan jika pemilik aset kripto salah alamat saat mengirim atau memindahkan aset.
Berbeda jika transfer uang lewat bank, misalnya, nasabah masih mungkin membatalkan pengiriman uang dengan menghubungi pihak bank. ”Nah, ketika ada transfer-transfer (salah alamat) seperti ini (di dunia aset kripto), tidak bisa ditarik kembali. Itu yang harus dipelajari dulu,” kata Jericho. (DIV/JOG/FRD/BIL)