Kurikulum Berkelanjutan Tidak Diganti Tiap Ganti Menteri
Pengembangan kurikulum dapat diserahkan kepada satuan pendidikan, berkolaborasi dengan para pakar dalam bidang pendidikan di berbagai perguruan tinggi. Dengan demikian, perubahan kurikulum akan berlangsung secara alami.
Pada Hari Guru 25 November 2021, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menyatakan bahwa pada tahun 2022 akan ada kurikulum baru. Untuk menghindari kesan ”ganti menteri ganti kurikulum”, Mendikbudristek segera menimpali dengan kata-kata ”ini tidak berarti ganti menteri ganti kurikulum”.
Timpalan Mendikbudristek itu mungkin justru menimbulkan kesan kontroversial: pernyataan akan ada kurikulum baru pada tahun 2022 dibantahnya bahwa itu bukan berarti ganti menteri ganti kurikulum. Jadi, betulkah akan ada pergantian kurikulum pada tahun 2022?
Tampaknya yang betul adalah bahwa pada tahun 2022 akan ada kurikulum baru yang dinamai ”Kurikulum Prototipe”, yang dapat dipilih oleh satuan pendidikan sebagai alternatif kurikulum selain kurikulum yang masih berlaku.
Baca juga : Ganti Kurikulum Lagi
Dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pembelajaran (BSKAP) Kemendikbudristek pada 20 November 2021 berjudul ”Kebijakan Kurikulum untuk Membantu Pemulihan Pembelajaran” dipaparkan adanya lima lini masa kebijakan kurikulum. Pertama, prapandemi, Kurikulum 2013. Kedua, pandemi 2020-2021, Kurikulum 2013 dan Kurikulum Darurat (Kurikulum 2013 yang disederhanakan).
Ketiga, pandemi 2021-2022, Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, dan Kurikulum Prototipe sekolah penggerak dan SMK pusat keunggulan. Keempat, pemulihan pembelajaran 2022-2024, Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, dan Kurikulum Prototipe sebagai opsi. Kelima, tahun 2024, penentuan kebijakan kurikulum nasional berdasarkan evaluasi terhadap kurikulum pada masa pemulihan pembelajaran.
Oleh karena itu, pergantian kurikulum dalam periode Mendikbudristek sekarang mungkin juga akan terjadi pada tahun 2024. Jika itu terjadi, persepsi masyarakat tentang ”ganti menteri ganti kurikulum” akan semakin diyakini kebenarannya.
Mungkinkah pada tahun 2024 akan ada keputusan yang mengoreksi persepsi masyarakat tersebut? Mungkinkah akan ada kurikulum berkelanjutan yang tidak akan diganti setiap kali ganti menteri? Mungkinkah akan ada kurikulum yang dinamis mengikuti perkembangan zaman dan iptek, bukan karena adanya pergantian menteri? Jawabannya: sangat mungkin!
Baca juga : Paradigma Kurikulum Baru
Pada lini waktu keempat, kemungkinan ada satuan pendidikan yang memilih melaksanakan Kurikulum 2013 atau memilih Kurikulum Prototipe, dan bahkan mungkin satuan pendidikan di ”wilayah yang belum beruntung” akan tetap menggunakan Kurikulum Darurat.
Jika akhirnya nanti pada tahun 2024 hasil evaluasi menunjukkan bahwa satuan pendidikan merasa cocok dengan salah satu dari ketiga pilihan tersebut disertai dengan bukti-bukti capaian pembelajaran yang relatif sama, penentuan kebijakan kurikulum nasional dapat mengarah pada pemberian kebebasan kepada setiap satuan pendidikan untuk tetap melaksanakan kurikulum pilihan masing-masing. Dengan demikian, prinsip dasar kebijakan Merdeka Belajar (dan Merdeka Mendidik) betul-betul dilaksanakan secara konsisten, bebas dari bias pribadi atau kelompok.
Uji coba
Sebagaimana yang dipaparkan dalam dokumen BSKAP Kemendikbudristek, Kurikulum Prototipe diujicobakan di 2.500 sekolah penggerak dari 274.245 satuan pendidikan di seluruh Indonesia. Sampel yang hanya 0,09 persen dari semua satuan pendidikan di Indonesia jelas tidak mewakili populasi satuan pendidikan yang kondisinya sangat beragam. Oleh karena itu, sebaiknya hasil uji coba tersebut tidak dijadikan dasar mengganti kurikulum yang masih berlaku secara nasional.
Selain itu, perbedaan capaian pembelajaran dalam eksperimen sebagai bagian uji coba yang dianggap signifikan secara statistik belum tentu dinilai bermakna secara nyata. Oleh karena itu, jika dasarnya adalah beda signifikan secara statistik yang belum tentu bermakna secara nyata dalam performance capaian kompetensinya, implementasi kurikulum hasil uji coba akan tidak sebanding dengan ”ongkos” yang sangat mahal yang diperlukan untuk melaksanakan prototipe kurikulum tersebut secara nasional. Implikasi pemberlakuan kurikulum baru secara nasional akan sangat kompleks terkait dengan penggantian buku teks, kesiapan guru dan tenaga kependidikan, serta pengelolaan pendidikan di setiap wilayah yang sangat beragam kondisi sosial ekonominya.
Implementasi kurikulum hasil uji coba akan tidak sebanding dengan ”ongkos” yang sangat mahal yang diperlukan untuk melaksanakan prototipe kurikulum tersebut secara nasional.
Dalam perjalanan pelaksanaan kurikulum berdasarkan pilihan mereka, satuan pendidikan masih bisa memodifikasinya secara fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan kebutuhan masyarakat di wilayah masing-masing, dan perkembangan iptek. Pengembangan kurikulum di tingkat satuan pendidikan akhirnya dapat diserahkan kepada satuan pendidikan, berkolaborasi dengan para pakar dalam bidang pendidikan di berbagai perguruan tinggi. Perubahan kurikulum akan terjadi secara alami di tingkat satuan pendidikan tanpa menimbulkan permasalahan implementasi yang sangat kompleks seperti apabila ada pergantian kurikulum secara nasional.
Jika kurikulum dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, Pusat Kurikulum Kemendikbudristek dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan inovasi pembelajaran dan uji coba berbagai model kurikulum yang hasilnya dapat ditawarkan kepada satuan pendidikan sebagai pilihan baru untuk diimplementasikan jika dianggap sesuai dengan kondisi satuan pendidikan tertentu.
Secara nasional, masih perlu ada acuan yang digunakan sebagai dasar utama pengembangan kurikulum di tingkat satuan pendidikan. Dalam sistem pendidikan berbasis standar, sesuai dengan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, acuan pengembangan kurikulum adalah Standar Nasional Pendidikan (SNP), khususnya Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Untuk itu, perlu dikembangkan tes standar yang dapat mengukur ketercapaian SKL sehingga keberhasilan pembelajaran berdasarkan kurikulum yang bervariasi yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan akan tetap bisa diukur. Pemetaan mutu pendidikan secara nasional akan dapat dilakukan oleh pemerintah agar program-program pemerintah berupa remedi, pengayaan, afirmasi, penyediaan hibah, pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan, serta program peningkatan mutu pendidikan lain akan dapat dilakukan tepat sasaran.
Untuk itu, perlu dikembangkan tes standar yang dapat mengukur ketercapaian SKL.
Tiap kali ada masalah yang ditunjukkan rendahnya skor dari tes standar tersebut, revisi kurikulum dan/atau implementasinya dapat dilakukan di tingkat satuan pendidikan tanpa memengaruhi satuan pendidikan lain secara nasional. Tes standar yang dikembangkan berdasarkan SKL sedapat mungkin juga dikalibrasi dengan tes-tes standar internasional, misalnya Programme for International Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), sehingga posisi mutu pendidikan di Indonesia di tingkat internasional dapat diketahui dan ditindaklanjuti.
Perlu diketahui bahwa kurikulum sebelumnya yang disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebetulnya dikembangkan dalam konteks pembelakuan manajemen berbasis sekolah yang memberikan otonomi pengelolaan satuan pendidikan sesuai dengan kondisi masing-masing, termasuk dalam mengembangkan kurikulum. Sebetulnya istilah KTSP bukanlah nama kurikulumnya, tetapi nama pendekatan pengembangan kurikulum yang didasarkan atas kondisi yang nyata setiap satuan pendidikan. Dalam konteks inilah diperlukan adanya SNP sebagai acuan nasional yang harus digunakan oleh satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum masing-masing.
Baca juga : Kurikulum Bernalar
Pengambilan keputusan yang akan dilakukan pada 2024 harus betul-betul didasarkan atas kajian yang matang, Pemberlakuannya pun tidak lagi didasarkan pada periodisasi seorang Mendikbudristek serta keinginan untuk meninggalkan legacy kepemimpinannya sebagai Mendikbudristek.
Legacy yang mungkin akan tercatat dengan tinta emas adalah apabila keputusan yang diambil pada tahun 2024 adalah terpenuhinya kebutuhan sebuah kurikulum yang berkelanjutan tanpa harus selalu diganti secara nasional setiap kali ganti menteri. Perubahan kurikulum akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tantangan perubahan zaman cukup terjadi di tingkat satuan pendidikan sesuai dengan dinamikanya dalam memenuhi SNP sebagai acuan utamanya.
Ali Saukah, Guru Besar Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur