Pengembangan padi biofortifikasi menjadi solusi untuk mengatasi tengkes. Padi ini berkontribusi memenuhi unsur Zn yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak tanpa harus mengubah pola konsumsi pangan.
Oleh
BUSTANUL ARIFIN
·6 menit baca
Fonema gizi buruk menjadi isu global yang semakin pelik untuk dipecahkan, apalagi setelah dua tahun pandemi Covid-19 melanda hampir semua negara di dunia. Gizi buruk dapat meningkatkan peluang seseorang yang terkena infeksi virus korona itu mudah sakit, semakin parah, dan meninggal karena daya tabuh yang rendah. Pandemi Covid-19 telah berdampak besar pada kehidupan sosial-ekonomi masyarakat, baik karena kehilangan pekerjaan, pembatasan mobilitas, maupun karena penurunan daya beli dan akses pangan, dan lain-lain.
Di dalam literatur ekonomi pangan, penanggulangan gizi buruk dapat dilakukan melalui serangkaian tindakan dan intervensi spesifik melalui penyembuhan secara langsung, pemberian makanan tambahan, zat besi dan penambah darah, dan lain-lain. Gizi buruk dalam bentuk anak stunting (tengkes atau gagal tumbuh), sangat kurus (wasting), dan kelebihan berat badan (overweight) juga dapat ditanggulangi dengan intervensi sensitif dengan perbaikan sanitasi lingkungan, sistem logistik perdagangan, serta rantai nilai pangan dan kebijakan pangan lainnya.
Artikel ini menganalisis upaya khusus untuk menurunkan tengkes dan gizi buruk lain melalui pengembangan padi biofortifikasi. Selama dua tahun terakhir, padi kaya gizi itu telah dikembangkan di Indonesia dengan kinerja pencapaian dan tantangan yang bervariasi. Penutup artikel ini adalah rekomendasi kebijakan dan langkah konkret yang perlu dilakukan ke depan.
Gizi buruk di tingkat global ditandai oleh sekitar 150 juta anak (22 persen dari jumlah anak di global) menderita tengkes, 45,5 juta anak (6,7 persen) menderita sangat kurus, dan 39 juta anak (5,7 persen) menderita kelebihan berat badan. Laporan Gizi Global 2021 (Global Nutrition Report 2021) juga menunjukkan bahwa 20,5 juta anak baru lahir (14,6 persen) menderita kekurangan berat badan. Pandemi Covid-19 menjadi pengganda ancaman (threat-multiplier) pada gizi buruk karena dampak dahsyat dalam meningkatkan kemiskinan ekstrem.
Pandemi Covid-19 menjadi pengganda ancaman (threat-multiplier) pada gizi buruk karena dampak dahsyat dalam meningkatkan kemiskinan ekstrem.
Bank Dunia memperkirakan pandemi Covid-19 dapat menambah kemiskinan ekstrem 88 sampai 115 juta sehingga total kemiskinan ekstrem mencapai 150 juta pada 2021. Bank Dunia menggunakan definisi kemiskinan ekstrem dengan angka pendapatan 1,90 dollar AS per hari sehingga sekitar 9,1-9,4 persen penduduk dunia pada 2020 berstatus miskin ekstrem.
Pandemi Covid-19 telah meningkatkan angka kemiskinan ekstrem sampai 9,2 persen dibandingkan dengan tahun 2017. Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) bahkan memprediksi bahwa Covid-19 akan meningkatkan kemiskinan ekstrem lebih dari 1 miliar jiwa pada tahun 2030 jika strategi penanggulangannya di tingkat global masih biasa-biasa (business as usual).
Di Indonesia, hampir sepertiga atau 30,8 persen anak di bawah lima tahun (balita) memiliki prevalensi tengkes, suatu angka yang cukup besar, bahkan sebelum pandemi Covid-19. Tengkes terjadi baik di perkotaan (32,5 persen) maupun di perdesaan (42,1 persen), baik pada laki-laki (38,1 persen) maupun pada perempuan (36,2 persen).
Kerugian ekonomi akibat gizi buruk ternyata sangat besar, berkisar 2-3 persen dari produk domestik bruto (PDB) di banyak negara dan bahkan sampai 11 persen dari PDB di Afrika dan Asia. Dengan PDB Indonesia Rp 13.000 triliun, potensi kerugian ekonomi karena masalah gizi dapat mencapai Rp 260 triliun-Rp 390 triliun, angka yang tidak sedikit pada kondisi ekonomi saat ini.
Dengan PDB Indonesia Rp 13.000 triliun, potensi kerugian ekonomi karena masalah gizi dapat mencapai Rp 260 triliun-Rp 390 triliun.
Pengembangan padi biofortifikasi
Padi biofortifikasi adalah padi kaya gizi yang dikembangkan para peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) bekerja sama dengan International Rice Research Institute (IRRI) dalam suatu proses pemuliaan tanaman cukup panjang. Kementerian Pertanian telah melepas varietas Inpari IR Nutri Zinc dengan keunggulan kandungan Zinc (Zn) tinggi melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 168/HK.540/C/01/2019. Teknologi padi biofortifikasi dilakukan melalui pemuliaan selektif konvensional dan rekayasa genetika. Unsur Zinc (Zn) dimasukkan ke dalam benih padi untuk meningkatkan kandungan gizi mikro Zn yang amat dibutuhkan tubuh.
Kekurangan unsur Zn dalam tubuh mengakibatkan kecerdasan rendah, daya tahan lemah, produktivitas rendah, pertumbuhan dan penambilan kulit, rambut dan kuku tidak optimal dan perkembangan kognitif dan motorik terganggu. Pada anak balita tengkes, volume otak cenderung lebih kecil. Jika kelak tumbuh dewasa, anak balita tengkes berisiko terkena penyakit tidak menular, seperti darah tinggi, jantung, dan diabetes, yang menjadi pembunuh nomor satu di Indonesia.
Makanan dengan kandungan Zn tinggi, antara lain, adalah tiram, gandum, daging sapi, hati sapi, biji labu, biji wijen, daging domba, cokelat hitam, kepiting, dan lobster. Pengembangan padi biofortifikasi dapat berkontribusi pada pemenuhan unsur Zn tersebut tanpa harus mengubah pola konsumsi pangan.
Penanaman dan budidaya benih padi kaya gizi tidak memerlukan perlakuan tambahan khusus atau sama dengan budidaya padi biasanya. Kata kuncinya adalah beras yang dihasilkan dari padi bifortifikasi ini harus dikonsumsi oleh para ibu hamil dan anak balita, utamanya di daerah-daerah yang memiliki prevalensi tengkes cukup tinggi.
Kata kuncinya adalah beras yang dihasilkan dari padi bifortifikasi ini harus dikonsumsi oleh para ibu hamil dan anak balita.
Setelah melalui serangkaian uji adaptasi dan uji multilokasi, produktivitas padi varietas Inpari IR Nutri Zinc mencapai 6,21 ton per hektar atau setara varietas Ciherang dengan potensi hasil 9,98 ton per hektar. Jumlah anakan produktif adalah 18 batang dengan umur panen 115 hari atau setara Ciherang. Rata-rata kandungan Zn adalah 29,54 ppm dengan potensi 34,51 ppm; bobot 1.000 butir mencapai 24,60 gram, warna gabah kuning jerami, bentuk gabah dan beras ramping, warna putih, dan tekstur pulen, sesuai dengan selera umumnya konsumen Indonesia.
Sejak 2020, padi biofortifikasi tersebut ditanam dan dikembangkan di beberapa lokasi seluas 10,000 hektar, utamanya pada daerah prevalensi anak balita tengkes cukup tinggi. Pada 2021, target pengembangan padi biofortifikasi itu seluas 48.000 hektar, di 26 provinsi atau di semua provinsi dengan prevalensi tengkes tinggi, kecuali Sumatera Utara, Riau Kepulauan, Bangka-Belitung, Bali, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Papua, dan Papua Barat.
Beberapa daerah cukup bagus dan antusias mengembangkan padi biofortifikasi ini, tetapi beberapa daerah justru terkesan biasa-biasa, dianggap sama dengan pengembangan padi varietas unggul lain. Sebagian daerah melaksanakan panen perdana padi Inpari IR Nutri Zinc pada tahun 2021, dan sebagian lagi baru akan panen pada awal tahun 2022.
Ada daerah prevalensi tengkes tinggi bahkan belum melakukan penanaman hingga akhir November 2021 karena benih padi Nutri Zinc itu belum diterima petani setempat. Pemerintah perlu segera melakukan asesmen lengkap terhadap perjalanan padi biofortifikasi selama dua tahun ini.
Kebijakan
Pertama, petani padi perlu dijaga dan didampingi terus-menerus untuk membangun ekosistem padi biofortifikasi secara baik dan menguntungkan. Jika petani tidak memperoleh harga jual memadai, petani tidak merasa memiliki insentif untuk meningkatkan produksi dan produktivitas padi unggul kaya gizi ini.
Kedua, proses pascapanen dan pemasaran perlu mendapatkan pengawalan yang baik. Beras dari hasil budidaya padi biofortifikasi ini harus dapat diakses dan dikonsumsi oleh masyarakat miskin, ibu hamil, dan/atau memiliki anak balita tengkes.
Ketiga, pembelian gabah dan beras dari padi biofortifikasi dilakukan Perum Bulog atau pedagang lain yang menjadi mitra pengadaan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) yang dikelola Kementerian Sosial dan Dinas Sosial di seluruh Indonesia untuk dikonsumsi rumah tangga penerima manfaat (RPM), khususnya dengan prevalensi anak balita stunting tinggi dan gizi buruk.
Bustanul Arifin, Guru Besar Unila; Ketua Umum Perhepi; Anggota AIPI-AIPG