Tiga versi angka deforestasi KLHK yang berbeda-beda bisa disebut sebagai deforestasi laten atau terselubung, yang menjadi pekerjaan rumah sangat besar bagi KLHK.
Oleh
Pramono Dwi Susetyo
·3 menit baca
Mempersoalkan angka deforestasi di Indonesia cukup pelik dan membingungkan. Tidak saja bagi para aktivis kehutanan dan lingkungan sebagai pihak luar, tetapi juga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara internal.
Tahun 2013, Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (Ditjen PDASHL) KLHK menunjukkan, luasan lahan sangat kritis di seluruh Indonesia mencapai 24,3 juta hektar, di dalam kawasan hutan 15,58 juta hektar (64 persen), dan di luar kawasan hutan 8,72 juta hektar (36 persen).
Tahun 2018, dalam Rencana Strategis Ditjen PDASHL KLHK 2020-2024, luas lahan kritis kawasan hutan 13,36 juta hektar (2018), terdiri dari lahan kritis dalam hutan konservasi 880.772 hektar, hutan lindung 2.379.371 hektar, hutan produksi 5.109.936 hektar, kawasan lindung pada APL (areal penggunaan lain) 2.234.657 hektar, dan kawasan budidaya pada APL 3.763.383 hektar.
Dalam kurun waktu lima tahun (2013-2018), sudah ada pengurangan angka deforestasi lebih dari 2 juta hektar, tanpa penjelasan mengapa terjadi pengurangan ini.
Lain lagi dengan data di buku The State of Indonesia’s Forest (SOFO) 2020, terbit Desember 2020 oleh KLHK. Ada kawasan hutan tetap yang tidak berhutan atau tidak mempunyai tutupan hutan 33,4 juta hektar. Jumlah itu terdiri dari lahan kritis di hutan konservasi 4,5 juta hektar, hutan lindung 5,6 juta hektar, hutan produksi terbatas 5,4 juta hektar, hutan produksi biasa 11,4 juta hektar, dan hutan produksi yang dapat dikonversi 6,5 juta hektar.
Tiga versi angka deforestasi KLHK yang berbeda-beda saya sebut sebagai deforestasi laten (terselubung), yang menjadi pekerjaan rumah sangat besar bagi KLHK.
KLHK boleh berbangga dengan klaim mampu menekan angka laju deforestasi selama 20 tahun terakhir, tetapi sesungguhnya pekerjaan tidak hanya itu. KLHK juga harus mampu memulihkan kembali kawasan hutan yang telah mengalami deforestasi laten.
Menurut regulasi, dana reboisasi dipungut dari izin usaha pemanfaatan hasil hutan dari hutan alam berupa kayu dalam rangka reboisasi dan rehabilitasi hutan. Dana tersebut hanya untuk membiayai kegiatan reboisasi dan rehabilitasi serta kegiatan pendukungnya.
Sebagai otoritas data deforestasi di Indonesia, seharusnya KLHK mampu menyusun dan menyajikan data deforestasi berdasarkan time series yang runut dan logis, berikut bukti portofolionya. Dengan demikian, masyarakat menjadi paham sejarah deforestasi Indonesia.
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan KLHK, Vila Bogor Indah, Ciparigi, Bogor
Layanan Kesehatan
Pada 10 November 2021, saya mengantar anak berobat ke dokter gigi. Oleh dokter gigi disarankan ke dokter spesialis saraf gigi dan ternyata perlu tindakan lebih lanjut.
Pada 11 November 2021 saya ke Klinik Karya Medika Perumnas Bumi Telukjambe, Karawang. Saya mengurus rujukan untuk berobat pada 16 November 2021 pukul 08.00. Sistemnya kuota 10 pasien, pendaftaran mulai pukul 05.00.
Dengan surat rujukan itu, kami ke Rumah Sakit Lira Medika, 16 November 2021. Saya langsung ke bagian pendaftaran, ditanya pasien umum atau BPJS. Anak saya menjawab BPJS. Disarankan ke bagian informasi dan petugas menginformasikan baru bisa dijadwalkan Maret 2022. Jadi pasien BPJS harus menahan sakit selama empat bulan.
Akhirnya kami tidak jadi menggunakan BPJS supaya cepat karena pada Maret nanti anak saya kemungkinan sudah kuliah tatap muka di Surabaya.
Jika di televisi Presiden Joko Widodo saat temu bicara dengan pasien
BPJS/KIS (Kartu Indonesia Sehat) selalu mengatakan tidak ada kendala
dan prosedur mudah, saya berdoa semoga hal itu bisa direalisasikan di lapangan.
Bambang Sudiono
Bumi Telukjambe, Telukjambe Timur, Karawang, Jawa Barat