Kita ingin pula mendorong pemerintah daerah cepat bergerak memaksimalkan keterhubungan jaringan jalan tol. Dengan mengembangkan jalan tol hingga berbagai sudut negeri, kita mempersiapkan jalan menyejahterakan rakyat.
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
"Jangan dulu bicara transportasi yang efisien. Jalur transportasi yang andal saja kita belum punya,” ungkap seorang CEO jalan tol, beberapa tahun lalu.
Saat itu, ramai pertentangan antara pembangunan jaringan kereta dan jalan tol. Pembangunan jaringan kereta lebih dibela karena efisien, ramah lingkungan, dan ditengarai tak terlalu banyak mengubah lahan pertanian. Pembangunan jalan tol dinilai sebaliknya.
Waktu berlalu. Pembangunan jaringan jalan tol kini justru menggurita. Panjang tol Trans-Jawa saja mencapai 1.023 kilometer, membentang dari Banten hingga Pasuruan, Jawa Timur. Hingga akhir 2024, pemerintahan Presiden Joko Wi- dodo menargetkan membangun 4.500 kilometer jalan tol.
Tugas pemerintah tidak hanya mendorong kehadiran jalan tol. Pemerintah juga membangun jalan nasional non-tol. Na- mun, kehadiran jalan tol terbukti mengefisienkan logistik. Di Jawa, pusat ekonomi baru satu demi satu terbangun, semisal di Subang, Batang, Kendal, dan Gresik. Kawasan industri baru diprediksi tumbuh seiring lelang ruas-ruas tol baru seperti di Jawa Barat bagian selatan menuju Garut dan Tasikmalaya.
Dampak jalan tol terhadap lahan pertanian semestinya bisa diminimalkan dengan penerapan rencana tata ruang wilayah (RTRW) secara konsisten. Seiring zaman, kini pertanian mampu tetap berproduksi tanpa lahan yang masif seperti di Singapura, Belanda, atau Jepang.
Makin terkoneksinya kota-kota dengan jaringan jalan tol juga mendongkrak sektor ekonomi, seperti pariwisata. Dengan waktu tempuh yang lebih singkat sehingga tidak melelahkan, jalan tol mendorong tumbuhnya pariwisata, bahkan di era pandemi Covid-19, sehingga membutuhkan pengaturan.
Dengan waktu tempuh yang lebih singkat sehingga tidak melelahkan, jalan tol mendorong tumbuhnya pariwisata.
Pengaturan mobilitas bisa dimudahkan dengan keberadaan jalan tol karena sifatnya yang lebih tertutup daripada jalan nasional non-tol. Dengan rekayasa lalu lintas tertentu, volume kendaraan yang melintas bisa ditekan, seperti dengan penerapan sistem ganjil genap di empat ruas tol di Jawa mulai Senin (20/12/2021) hingga awal Januari 2022.
Peluang untuk merekayasa mobilitas lebih terbuka lagi. Ada banyak hal yang dapat diterapkan andai saja ada keberanian. Ambil contoh, memberikan tarif diskon yang besar bagi truk untuk melintas saat tengah malam untuk menekan kepadatan di siang hari.
Dengan algoritma, tarif tol bisa saja berubah sesuai rasio kepadatan lalu lintas. Dengan teknologi radio frequency identification (RFID), yang segera diperluas penggunaannya untuk membayar tarif tol, logikanya dapat diidentifikasi secara terinci kendaraan yang melintas. Kendaraan pembawa barang produk UMKM idealnya dapat dikenai tarif lebih murah.
Kita ingin pula mendorong pemerintah daerah cepat bergerak memaksimalkan keterhubungan jaringan jalan tol. Pemerintah daerah harus merevisi RTRW begitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menetapkan trase ruas tol yang akan dibangun. Dengan begitu, ketika ruas-ruas tol baru diresmikan, pada saat itu pula ekonomi daerah dapat melonjak.
Mencermati ekspansi jaringan tol ini, kita ingat pula pepatah China yang berbunyi: jika ingin kaya, bangunlah jalan. Dengan mengembangkan jalan tol hingga berbagai sudut negeri, kita mempersiapkan jalan menyejahterakan rakyat.