Terhubungnya Tol Trans-Jawa menghadirkan beragam cerita bagi orang-orang yang melintasinya. Mereka bisa menghemat waktu tempuh sekaligus menabung pengalaman bermakna dalam perjalanan.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
Keberadaan Tol Trans-Jawa menghadirkan sensasi perjalanan bagi pelintas. Pemudik dan wisatawan, pegawai pemerintah dan pengusaha, kini memilih hilir mudik melintasi jalan tol. Semua pergerakan via jalan tol ini disatukan oleh dua hal: efektif dan efisien.
KOMPAS/ HERU SRI KUMORO
Gunung Merbabu terlihat menjulang tinggi dilihat dari jalan tol Transjawa ruas Solo-Semarang di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (17/12/2021). Kompas/Heru Sri Kumoro 17-12-2021
Liburan akhir tahun 2019 cukup berkesan bagi keluarga Lilo Legowo (47), warga Kelapa Dua Wetan, Jakarta Timur. Saat Yuni, istrinya, harus menemani orangtuanya mengunjungi adik di Belanda, Lilo mengajak dua anaknya, Agni, saat itu berumur 11 tahun, dan Naiya (9), serta keponakannya, Aya (12), berlibur ke Kota Batu, Jawa Timur. Alih-alih menggunakan pesawat, ia memilih perjalanan menggunakan mobil pribadi melewati Tol Trans-Jawa.
Dalam perjalanan, ia mampir untuk menyantap kuliner di Surakarta, berwisata ke Candi Sukuh dan menikmati sensasi tubing Kali Pucung di Karanganyar, serta merasakan kesejukan hawa pegunungan dengan menginap di Karanganyar. Perjalanan dilanjutkan dengan berwisata ke Jatim Park 2 dan 3 di Kota Batu.
”Perjalanan darat menggunakan mobil pribadi pastinya lebih hemat dan bisa mampir ke beberapa tempat,” kata Lilo, Sabtu (18/12/2021).
Tahun 2015, saat Tol Trans-Jawa belum terhubung, ia bersama keluarga berlibur ke Bali. Dengan naik mobil, ia hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 2 juta untuk transportasi.
Setelah dua tahun tidak berwisata karena pandemi, ia berencana mengajak keluarganya kembali berlibur ke Bali menggunakan mobil. ”Tahun depan, kalau anak-anak sudah vaksin semua, ingin rasanya berlibur lagi ke Bali naik mobil,” katanya.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Candi Sukuh di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (9/11/2018). Candi Hindu ini dibangun sekitar tahun 1437 Masehi pada akhir masa kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Sensasi berkendara di Tol Trans-Jawa juga dirasakan Rizki (32), warga Bandung, Jawa Barat. Saat berwisata sambil mengunjungi keluarganya di Semarang, Jawa Tengah, ia singgah ke Cirebon untuk menikmati kelezatan empal gentong H Apud.
Perjalanan darat menggunakan mobil pribadi pastinya lebih hemat dan bisa mampir ke beberapa tempat.(Lilo Legowo)
Tak hanya itu, ia juga menjelajah kuliner khas hingga menemukan sate blengong di Brebes. Blengong adalah hasil persilangan antara bebek dan itik. Di Brebes, daging blengong dijadikan sate dengan beragam bumbu rempah.
”Kalau perjalanannya tidak buru-buru, bisa keluar tol untuk berwisata dan berburu kuliner di daerah terdekat. Hal ini membuat perjalanan menjadi tidak monoton,” katanya.
Mampir untuk menikmati kuliner khas daerah dan berwisata juga bisa dilakukan tanpa keluar dari tol. Tempat istirahat atau rest area Banjaratma di Jalan Tol Pejagan-Pemalang Km 260B menjadi salah satu pilihan.
KOMPAS/KRISTI DWI UTAMI
Suasana rest area atau tempat istirahat kilometer 260 Banjaratma, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Kamis (2/12/2021).
Tempat istirahat seluas 10,4 hektar itu memanfaatkan bangunan bekas Pabrik Gula Banjaratma yang dibangun pada masa kolonial. Mesin penggiling tebu, bekas tungku besar dari susunan batu bata, dan lokomotif kereta yang dulu digunakan untuk mengangkut tebu masih dipertahankan di sana.
”Setahun bisa dua kali singgah ke rest area itu. Terakhir, Agustus lalu, setelah antar adik kuliah di Semarang,” kata Wahyu Wibisana (31), warga Kabupaten Cirebon, Kamis (16/12).
Orisinalitas tempat istirahat itu membuat sebagian pelintas di Tol Trans-Jawa tertarik singgah. Tak hanya pelintas, tempat istirahat juga menjadi salah satu destinasi wisata warga sekitar. Mereka bahkan rela ”masuk tol” hanya untuk mengunjungi Banjaratma.
”Setidaknya dua bulan sekali saya mengajak keluarga ke sini untuk berwisata karena senang mengunjungi tempat-tempat wisata yang bersejarah,” ucap Firman (39), warga Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, saat ditemui di rest area itu.
KOMPAS/KRISTI DWI UTAMI
Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di bidang makanan dan oleh-oleh menunggu pembeli di rest area atau tempat istirahat kilometer 260 Banjaratma, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Kamis (2/12/2021). Seiring dengan gencarnya vaksinasi dan mulai menurunnya tren penularan Covid-19 di Kabupaten Brebes, aktivitas perekonomian di tempat istirahat tersebut mulai bergeliat.
Perjalanan dinas
Kalangan aparatur sipil negara juga banyak yang memanfaatkan Tol Trans-Jawa saat dinas ke luar kota, salah satunya Siti Wahyuningsih (58), Kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta. Dengan jabatannya sekarang, tak jarang ia diundang rapat hingga ke Jakarta.
Susah juga sekarang cari penerbangan. Cari tiket juga susah. Lebih baik perjalanan darat saja. Tol ini jadi jawaban. Selain itu, beberapa tamu saya juga yang datang ke Kota Surakarta juga sering lewat tol daripada naik transportasi publik. (Gibran Rakabuming Raka)
Sejak Tol Trans-Jawa terhubung, ia lebih sering lewat jalur darat menggunakan mobil dinas. Jika menggunakan pesawat atau kereta, ia kerap kerepotan menyesuaikan jadwal.
”Dengan tol, saya tidak usah menunggu kalau mau melakukan perjalanan,” kata Siti.
Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka juga kerap memanfaatkan fasilitas tersebut guna bepergian ke Ibu Kota. Terlebih penerbangan domestik sangat berkurang selama pandemi Covid-19 ini.
”Susah juga sekarang cari penerbangan. Cari tiket juga susah. Lebih baik perjalanan darat saja. Tol ini jadi jawaban. Selain itu, beberapa tamu saya juga yang datang ke Kota Surakarta juga sering lewat tol daripada naik transportasi publik,” kata Gibran.
ARSIP HUMAS PEMKOT SURAKARTA
Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, berbincang dengan pemilik toko di wilayah Kelurahan Gajahan, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (2/5/2021).
Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jatim Eddy Widjanarko juga kerap memanfaatkan Tol Trans- Jawa dua tahun belakangan ini. Dia memilih lewat tol setiap kali berkunjung ke pabrik alas kaki di Semarang, atau saat ada rapat asosiasi.
”Perjalanan lewat tol lebih nyaman, aman, efisien, dan efektif. Selain itu, biayanya lebih murah dibandingkan naik pesawat terbang,” ujar Eddy.
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia ini menambahkan, dengan memanfaatkan tol, jadwal pertemuan bisa dirancang lebih tepat waktu. Semisal perjalanan dari Surabaya ke Semarang lewat tol bisa ditempuh 3-4 jam. Jadwal perjalanan ini bahkan lebih memberikan kepastian dibandingkan dengan naik pesawat yang tak jarang mengalami penundaan 1-2 jam.
Terhubungnya Tol Trans-Jawa menghadirkan beragam cerita bagi orang-orang yang melintasinya. Mereka bisa menghemat waktu tempuh sekaligus menabung pengalaman bermakna dalam perjalanan. (WHY/TAM/IKI/XTI/NIK/ETA/NCA)