Bijak Mengelola Candi Borobudur
Kita harus hati-hati dan bijak mengelola Candi Borobudur dan lingkungannya, dengan manajemen pengelolaan yang baik. Jangan sampai status Candi Borobudur sebagai Situs Warisan Dunia dicabut gara-gara kita teledor.
Beberapa hari lalu terselenggara lomba lari bertajuk Borobudur Marathon. Sebenarnya lomba tersebut merupakan ajang kompetisi internasional. Namun, berhubung masih dalam kondisi pandemi, lomba ini hanya diikuti peserta lokal.
Borobudur Marathon pertama kali digelar pada 1990. Saat itu masih menggunakan nama Bob Hasan 10K. Lomba ini bertujuan mempromosikan destinasi wisata unggulan di Jawa Tengah, terutama Candi Borobudur. Selain itu menjadi ajang sarana pembinaan atlet lari nasional.
Tahun ini Borobudur Marathon terbagi dalam dua kategori, yakni serius dan santai. Kategori serius diikuti oleh atlet-atlet profesional, sementara kategori santai diikuti masyarakat awam. Peserta Borobudur Marathon berlari melintasi trek yang menyegarkan mata berupa pemandangan persawahan dan alam perbukitan dengan latar belakang Candi Borobudur.
Baca juga: Borobudur Marathon Usung Misi Jadi Agenda Internasional
Sederet penghargaan pernah diberikan kepada ajang lomba lari ini, antara lain The Best Marathon of The Year 2018. Kita berharap akan sejajar, paling tidak mendekati kepopuleran Boston Marathon di Amerika Serikat.
Warga Magelang dan sekitarnya memperoleh dampak ekonomi dari ajang Borobudur Marathon. Pendapatan mereka terdongkrak dari para pelari yang bermalam di hotel, losmen, homestay, atau rumah-rumah warga. Borobudur Marathon juga mampu mengangkat UMKM di sekitar kawasan wisata Candi Borobudur lewat sajian makanan khas lewat stan Pawone. Sekitar 50 UMKM dilibatkan dalam Borobudur Marathon ini.
Menjual
Nama Borobudur sudah populer sejak lama. Karena itu, Candi Borobudur pernah dimasukkan ke dalam Tujuh Keajaiban Dunia. Pada 1970-an upaya pemugaran candi memperoleh dukungan dana dari banyak negara. Purnapugar Candi Borobudur selesai pada 1983. Pada 1991 UNESCO memasukkan Candi Borobudur sebagai Situs Warisan Dunia karena bangunannya dipandang sangat unik dengan arsitektur luar biasa.
Candi Borobudur pun pernah mendapat ancaman UNESCO. Ketika itu UNESCO mempersoalkan kelestarian candi dikaitkan dengan perilaku pengunjung, seperti naik ke atas candi, membuang sampah sembarangan, dan menginjak stupa. Demikian juga perilaku pengasong yang sering memaksa pengunjung untuk membeli dagangan mereka, ikut dipersoalkan UNESCO.
Baca juga: Mempertahankan Status Warisan Dunia
Pada 1985 saya meneliti Candi Borobudur berdasarkan pengetahuan konservasi arkeologi. Ada beberapa hal yang menjadi obyek penelitian, seperti kecepatan berjalan pengunjung, tujuan utama pengunjung, lama waktu berkunjung ke candi, apakah langsung ke atas candi, perilaku pengunjung, dan jenis alas kaki yang mereka gunakan.
Karena mereka dibiarkan menaiki candi, maka banyak bagian candi aus. Yang paling kentara pada bagian tangga atau undak. Sejumlah arca kotor karena dipegang-pegang pengunjung, terutama arca Kunta Bhima yang penuh mitos. Lapik tempat arca tersebut juga rusak karena injakan alas kaki pengunjung.
Ada kepala arca yang patah karena digoyang-goyang pengunjung. Arca tersebut memang menarik untuk latar berfoto karena di belakangnya ada Bukit Menoreh. Yang ironis, sisa-sisa makanan dibuang ke lantai candi, padahal di dekatnya disediakan tempat sampah.
Pada skripsi berjudul ”Pengunjung dan Masalah Konservasi Candi Borobudur” itu saya menyimpulkan bahwa pengunjung yang naik ke atas candi harus terkontrol dengan baik. Mereka harus memakai alas kaki khusus yang lembut, artinya tidak merusak batu candi. Bisa juga melapisi bagian candi, terutama tangga, dengan karpet atau sejenisnya.
Pada 2015, artinya 30 tahun kemudian, sayembara desain alas kaki khusus dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait. Alas kaki tersebut aman dan nyaman dipakai serta tidak merusak struktur batu candi.
Sementara untuk menanggulangi kerusakan pada lantai dan tangga candi, pengelola Candi Borobudur telah melakukan berbagai kajian. Salah satu wacana yang dihasilkan adalah melapisi tangga dengan kayu jati karena lebih lentur dibandingkan kayu karet.
Baca juga: Tekan Laju Keausan Candi Borobudur, Pengunjung Bakal Pakai Sandal Khusus
Menurut Kepala Balai Konservasi Borobudur ketika itu, Tri Hartono, pada Februari 2020, lapisan kayu akan dipakai pada keempat sisi tangga. Juga pada tingkat arupadhatu yang berbentuk melingkar.
Pembatasan jumlah pengunjung menjadi alternatif lain. Pada masa kolonial pembatasan jumlah pengunjung sudah menjadi wacana, bahkan diterapkan. Setiap rombongan dipimpin oleh seorang pemandu. Pada masa sekarang, tentu saja perlu dibuat giliran naik. Jadi tidak bersamaan ke atas. Untuk itu, obyek-obyek di sekitar Borobudur seperti museum dan fasilitas lain perlu dioptimalkan.
Pembatasan jumlah pengunjung menjadi alternatif lain. Pada masa kolonial pembatasan jumlah pengunjung sudah menjadi wacana, bahkan diterapkan.
Mengelola warisan dunia jelas perlu hati-hati. Kekhawatiran akan Candi Borobudur terakhir diungkapkan oleh UNESCO pada akhir Juni 2021 ketika berlangsung konferensi internasional Sound of Borobudur di Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Karangrejo, Borobudur. Acara itu dibuka oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno. Dikatakan oleh seorang wakil UNESCO dari Jepang, akan sangat bahaya bagi kelestarian candi apabila pengunjung dibiarkan naik ke atas candi tanpa terkontrol.
Ekonomi vs konservasi
Berbicara Candi Borobudur memang berkaitan dengan pariwisata. Peningkatan kepariwisataan akan berdampak buat ekonomi masyarakat lewat kuliner, akomodasi, atraksi, seni kriya, dan lain-lain. Semakin banyak pengunjung tentu semakin banyak devisa atau penghasilan yang diperoleh negara/masyarakat lewat barang-barang yang dijajakan atau disewakan.
Pembentukan PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko menunjukkan pariwisata memperoleh dukungan dari pemerintah. Namun, pelestarian pun harus mendapat perhatian serius.
Dalam Undang-Undang Cagar Budaya 2010, pelestarian mencakup pengertian pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Upaya pelindungan atau konservasi bertujuan menyelamatkan bangunan candi agar bisa bertahan selama mungkin sehingga bermanfaat untuk pariwisata, pendidikan, dan lain-lain. Untuk itu, harus ada koordinasi antara pihak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Kita harus bisa menangani Candi Borobudur dengan manajemen pengelolaan yang baik.
Kita harus bisa menangani Candi Borobudur dengan manajemen pengelolaan yang baik. Jangan sampai status Candi Borobudur sebagai Situs Warisan Dunia dicabut gara-gara kita teledor. Sekadar gambaran ada beberapa warisan dunia yang pernah dicabut oleh UNESCO.
Status warisan dunia kota Liverpool di Inggris dicabut oleh UNESCO pada 2021 dengan alasan adanya pembangunan gedung-gedung baru di kawasan pantai sehingga merusak nilai sejarah Dermaga Victoria.
Liverpool pertama kali ditambahkan ke Daftar Warisan Dunia UNESCO pada 2004 dan masuk dalam daftar terancam punah sejak 2012. Menurut UNESCO, Liverpool dihapus dari daftar karena sudah kehilangan atribut yang menyampaikan nilai universal yang luar biasa dari properti di kota itu.
Sejumlah situs lain yang dicabut antara lain Suaka Oryx Arab di Oman. Status sebagai warisan dunia diberikan pada 1994 dan dicabut pada 2007. Oryx atau kijang Arab merupakan spesies yang dinyatakan hampir punah pada 1972. Namun, sejak ditemukannya minyak pada situs tersebut, maka lahan suaka berkurang banyak. Penghapusan tersebut dilakukan atas permintaan Pemerintah Oman karena lebih mementingkan sektor ekonomi.
Lembah Dresden Elbe, Jerman, mengalami nasib sama. Diberikan pada 2004 dan dicabut pada 2009. Situs tersebut sebenarnya memiliki pemandangan dan arsitektur yang indah. Bahkan, cakrawala dan sungai di sana berhasil menginspirasi banyak penyair dunia.
Sayang konstruksi penyeberangan sungai Jembatan Waldschlösschen, dipandang UNESCO, sangat kontroversial sehingga dihapus dari status Warisan Dunia. Tujuan dari jembatan tersebut adalah untuk memperbaiki kemacetan lalu lintas dalam kota Dresden, tetapi berdampak mengorbankan lembah.
Baca juga: 20 Desa Dioptimalkan Memecah Keramaian Pengunjung Candi Borobudur
Beberapa tahun lalu status Subak di Bali sebagai Warisan Dunia terancam dicabut karena pembangunan helipad di Tabanan dipandang merusak keaslian situs tersebut. Subak merupakan persawahan dan pengairan khas Bali yang bernilai seni dan filosofi tinggi.
Djulianto Susantio, Pemerhati Arkeologi