Sebagai ormas terbesar di dunia, Muhammadiyah mempunyai tanggung jawab moral mengingatkan, mengkritik, dan mencegah pelapukan bangsa karena minimnya nilai utama.
Oleh
BENNI SETIAWAN
·4 menit baca
Bangsa beradab tecermin dari budi. Budi yang baik mengantarkan sebuah bangsa menjulang keadaban utama. Sebaliknya, rusaknya budi mendorong sebuah bangsa menuju kehancuran.
Pilihan merawat keadaban tentu menjadi cita-cita bersama. Bangsa rasional beradab tentu tak ingin menyaksikan kehancuran. Oleh karena itu, merawat keluhuran budi menjadi sebuah ikhtiar agar bangsa dan negara menjadi yang terdepan, utama, dan menjulang keadaban agung.
Dalam konteks merawat keluhuran budi, Muhammadiyah menjadi bagian tak terpisahkan dari kerja utama itu. Muhammadiyah yang saat ini telah berusia 109 terus menebar nilai utama menjulang keadaban dengan gerakan berkemajuan. Nilai utama gerakan berkemajuan terletak pada iman dan amal saleh.
Iman dan amal saleh menjadi kata kunci mencipta kebudayaan. Kebudayaan mendorong manusia mewujudkan peradaban unggul dan maju. Radhar Panca Dahana (2012) menegaskan bahwa kebudayaan bermakna niat baik. Niat baik mewujudkan tatanan kebajikan, keunggulan, dan kemajuan.
Ketiga hal di atas membutuhkan ilmu pengetahuan. Tawashau bil haq (ilmu pengetahuan) (QS Al-Ashr, 103:3), dalam pandangan Muhammadiyah tidak hanya membuat manusia pintar. Namun, menjadikan manusia mempunyai keluhuran budi dan peka terhadap persoalan sosial.
Inilah pesan Kiai Haji Ahmad Dahlan dalam Tali Pengikat Hidup. Kiai Dahlan berpesan ilmu pengetahuan perlu terus diproduksi. Seseorang perlu menjadi produsen ilmu, bukan konsumen. Seorang produsen ilmu tidak hanya matang secara akal, tetapi dituntut oleh memiliki hati yang bersih.
Manusia menjadi sumber ilmu pengetahuan, yang tak akan tergantikan oleh teknologi secanggih apa pun.
Manusia menjadi sumber ilmu pengetahuan, yang tak akan tergantikan oleh teknologi secanggih apa pun. Inilah esensi kemanusiaan manusia. Ki Ageng Suryomentaram menyebut ”berhubung seluruh makhluk hidup yang dapat berpikir di alam semesta hanyalah manusia, maka dalam realitas kehidupan ini, manusia harus dijadikan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan”. (El-‘Ashiy, 2011).
Oleh karena itu, pendidikan bukan hanya menciptakan kader cerdas secara akal, tetapi juga lembut dan bersih budinya. Saat seseorang mempunyai kelembutan budi, meminjam istilah M Amin Abdullah (2019), ia tidak akan tergantikan oleh robot di era revolusi industri 4.0. Robot memang bisa melakukan apa saja. Namun, robot tidak mempunyai rasa, cinta, kepekaan dalam hubungan sosial kemanusiaan.
Laku mulia
Manusia perlu mempunyai kepekaan dalam jalinan kemanusiaan utama. Kepekaan itu menjelma dalam laku mulia. Hal itu tecermin dalam sikap dan mengemban amanat kepemimpinan. Manusia dengan nilai utama tentu jauh dari sifat ingin menguasai.
Profesor Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mengkritik segelintir kelompok yang mendaku paling memiliki negara ini. Mereka seakan berhak mengatur bangsa dan negara ini menganggap kelompok lain yang turut serta berkontribusi tak ada. Semua diaku miliknya, apa yang dilakukan seakan benar semua. Inilah dalam bahasa Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu sebagai hilangnya nilai luhur ajaran agama dan Ilahiah dari jantung hati.
Keluhuran budi terletak pada nilai utama welas asih. Nalar welas asih (compassion) menjadikan manusia bekerja tanpa lelah menghapuskan penderitaan sesama manusia, melengserkan diri kita sendiri dari pusat dunia dan meletakkan orang lain di sana, serta menghormati kesucian setiap manusia lain, memperlakukan setiap orang, tanpa kecuali, dengan keadilan, kesetaraan, dan kehormatan mutlak.
Karen Armstrong (2011) menyebut belas kasih sebagai Kaidah Emas, yang meminta kita untuk melihat ke dalam hati kita sendiri, menemukan apa yang membuat kita tersakiti, dan kemudian menolak, dalam keadaan apa pun, untuk menimbulkan rasa sakit itu pada orang lain.
Pencerahan
Saat manusia telah menemukan jiwa-badan—meminjam istilah Rene Descartes—yang terbalut dalam pencerahan welas asih, maka ia akan mampu menyibak ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan akan menuntun manusia menuju pemaknaan pribadi unggul dan beradab. Inilah nilai utama yang kita menjadi tema sentral Milad Muhammadiyah tahun 2021, ”Optimis Hadapi Covid-19, Menebar Nilai Utama”.
Muhammadiyah terus mempraktikan dan mendorong nilai utama dalam keindonesiaan. Sebagai ormas terbesar di dunia, Muhammadiyah mempunyai tanggung jawab moral mengingatkan, mengkritik, dan mencegah pelapukan bangsa karena minimnya nilai utama. Inilah keluhuran budi yang terus tersemai dalam semangat dan spirit Muhammadiyah tumbuh bersama bangsa dan negara.
Sikap optimis bangsa ini akan maju dan meneguhkan praktik hidup baik pun menjadi gagasan maupun laku Muhammadiyah. Muhammadiyah yakin bahwa pandemi Covid-19 akan berlalu. Masyarakat pun perlu mempersiapkan diri menyongsong pencerahan di masa depan.
Selamat Milad ke-109 Muhammadiyah, semoga sinar terangmu terus menuntun manusia menuju keluhuran budi dan keadaban.
(Benni Setiawan, Dosen Universitas Negeri Yogyakarta, Anggota Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah)