Sejauh ini demam pemilu meski menghangat tetapi masih wajar. Dinamika politik yang kontributif jadi modal awal menggembirakan menapak 2022. Ada beberapa fenomena politik sebagai modal memantapkan stabilitas politik.
Oleh
J Kristiadi
·3 menit baca
Bagi negara demokrasi, ritual eskalasi suhu politik merayakan pesta kedaulatan rakyat menjelang pemilu sudah lazim. Riuh rendah festival rakyat mulai dirasakan intensitasnya melalui media sosial terkait wacana dukungan calon presiden dan wakil presiden serta main tebak pasangan mereka; juga dengan pemasangan ribuan baliho raksasa capres dan cawapres 2024 di berbagai pelosok Tanah Air.
Gairah tersebut hampir dipastikan meningkat sejalan makin dekatnya pesta akbar demokrasi 2024. Sejauh ini demam pemilu meski menghangat, tetapi masih wajar. Dinamika politik yang kontributif merupakan modal awal menggembirakan menapak tahun 2022.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Ada beberapa fenomena politik sebagai modal merawat dan memantapkan stabilitas politik tahun depan. Pertama, pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin didukung lebih dari 70 persen anggota parlemen sehingga konflik kepentingan antara pemerintah dan parlemen dapat diselesaikan tanpa menimbulkan gejolak politik berlebihan.
Kemacetan penyelenggaraan pemerintahan juga dapat dihindari sehingga seharusnya kebijakan pemerintah lebih efektif. Namun, beberapa kalangan khawatir bila menguatnya pemerintah tidak disertai kontrol politik yang memadai. Munculnya gagasan amendemen UUD 1945 dicurigai sebagai rekayasa politik menguatkan oligarki dengan skema memperpanjang masa jabatan presiden.
Kedua, pandemi Covid-19 menggugah rasa senasib seperjuangan sesama warga bangsa. Bahu-membahu warga masyarakat melintasi sekat-sekat primordial. Kepala daerah juga berlomba agar wilayahnya masuk kategori pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat yang rendah.
Tidak mengherankan bila peringkat Indonesia dalam pengendalian pandemi beberapa bulan terakhir ini pernah di posisi papan atas dibanding beberapa negara di Asia dan Eropa. Merawat prestasi politik dengan meredam pandemi tampaknya dapat menjadi model pertarungan politik sangat sehat pada Pemilu 2024.
Fenomena ini jauh berbeda dibandingkan dengan dinamika politik jelang Pilpres 2019. Gelora politik waktu itu kumuh akibat produksi masif hoaks yang mengobarkan kebencian bernuansa identitas primordial. Pemilu bukan lagi ajang pertarungan gagasan mulia melainkan medan pertarungan hidup-mati sehingga lawan politik bukan lagi pesaing yang harus dihormati, melainkan musuh yang harus dilumpuhkan. Akibatnya, tragis. Pemilu yang seharusnya menjadi pesta rakyat merayakan kedaulatannya, justru membuat masyarakat miris, cemas, dan dirundung rasa takut.
Memasuki tahun 2022, bergayut perasaan waswas karena khawatir stabilitas politik hanya permainan oligarki mengendalikan medan politik serta melestarikan kekuasaan. Kecemasan itu tak berlebihan karena politik uang, korupsi politik, politik dinasti dan sejenisnya berkembang subur 20 tahun terakhir; daya rusak perilaku korup juga hampir melumpuhkan lembaga politik, negara, serta birokrasi pemerintahan.
Pemilu yang ditopang stabilitas politik semu karena mekanisme politik dikontrol tangan-tangan yang tidak kelihatan hanya akan melicinkan jalan bagi penguasa otoritarian bertengger di republik ini. Contoh autentik stabilitas politik semu adalah rezim Orde Baru. Atas nama stabilitas politik, negara dapat melakukan apa saja, termasuk memasung hak asasi politik warga negara.
Stabilitas politik yang sehat adalah kemampuan lembaga-lembaga politik, negara, dan pemerintahan bekerja sesuai fungsi pokok masing-masing sembari saling berinteraksi secara harmonis dalam satu sistem yang utuh. Sehingga bila terjadi gejolak politik, sistem itu mampu mengendalikannya sehingga tak terjadi ekses berlebihan.
Stabilitas politik di Indonesia dewasa ini merupakan perpaduan dan interaksi antara lembaga politik dan negara yang lemah serta rendah kredibilitasnya dengan oligarki politik yang kian menguat. Kalau fenomena ini dibiarkan, hampir dapat dipastikan kekuatan oligarki makin merajalela. Karena itu, sisa-sisa energi konstruktif lembaga politik dan negara harus dikapitalisasi sehingga stabilitas politik adalah produk dari sistem politik yang sehat.
Pemilu 2024 adalah kesempatan masyarakat sipil berkontribusi menyelamatkan demokrasi. Meningkatkan intensitas wacana, misalnya, agar parpol mempersiapkan kader-kader berkualitas yang akan menjadi anggota parlemen pusat dan daerah. Caranya, lakukan seleksi secara transparan, akuntabel, dan meritokratif sehingga diperoleh kandidat yang bermutu dan berkompeten.
Demikian pula bila parpol tak punya kader yang elektabilitasnya tinggi sebagai kandidat presiden maka wajib mendengarkan suara rakyat. Dalam perspektif politik, menatap tahun 2022 jelas terbentang harapan, tetapi tantangan juga menghadang.