Praksis Ganjuran dan Gerakan Pengembangan Masyarakat
Gerakan masyarakat akan semakin kuat manakala keterlibatan masyarakat semakin besar. Ini seperti dalam program jimpitan vaksinasi di Ganjuran, Bantul, DIY, yang lahir dari masyarakat dan berpusat di masyarakat.
Oleh
SEKAR INTEN MULYANI
·4 menit baca
Tulisan Budiman Tanuredjo yang berjudul Suatu Senja di Ganjuran (Kompas, 30/10/2021), ulasannya sangat bercorak gerakan pengembangan masyarakat (community development movement). Catatan itu mengulas pelaksanaan vaksinasi jimpitan, mengadopsi konsep sonjo (sambatan), suatu gerakan sosial yang diinisiasi dosen Universitas Gadjah Mada, Rimawan Pradiptyo.
Sambatan merupakan kearifan lokal berupa gerakan gotong royong secara sukarela membantu sesama dalam suatu komunitas. Pelaksanaan vaksinasi di Ganjuran dan sejumlah desa lainnya di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dilakukakan secara gotong royong, mulai dari proposal vaksinasi yang dilelang, dalam waktu sekitar tujuh menit, kegiatan vaksinasi terdanai senilai Rp 6 juta untuk 1.000 dosis vaksin.
Gerakan sosial model Ganjuran ini menegaskan bahwa platform utama gerakan pengembangan masyarakat ialah terciptanya komunitas yang sumadulur sumanak (friendly) dengan beberapa indikator, yaitu (a) dalam masyarakat berkembang rasa saling menghormati, (b) masyarakat semakin terbiasa dan spontan menjalin kerja sama, serta (c) masyarakat cepat menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi (Taruna, 2021).
Bukti lapang di Ganjuran dan sekitarnya menunjukkan betapa tingginya kesadaran warga desa untuk melakukan vaksinasi, bahkan pembiayaan vaksinasi dilakukan dengan swadaya, dengan sistem ”bantingan”. Semangat gotong royong tidak sekadar wacana, tetapi terimplementasi sebagai kekuatan sosial masyarakat untuk saling peduli, saling sadar akan kebutuhan dan kepentingan bersama, sehingga semangat berdonansi penuh kesukarelaan menjadi sebuah keniscayaan.
Setia pada prinsip
Gerakan pengembangan masyarakat model Ganjuran dapat berlangsung dan sukses karena empat komponen utamanya berjalan beriringan, yakni tumbuh dan berkembangnya saling percaya (trust), integritas sukarelawan, transparansi pengelolaan, dan peningkatan partisipasi fungsional. Mengapa kadar partisipasi model Ganjuran disebut partisipasi fungsional?
Bagaikan sebuah tangga, kajian bangku kuliah menyebutkan ada tujuh tangga partisipasi dan gerakan model Ganjuran berada pada tangga keenam, yakni partisipasi fungsional. Menurut Taruna (2021), partisipasi fungsional memiliki ciri-ciri (i) masyarakat berpartisipasi dengan cara membentuk kelompok untuk merumuskan langkah-langkah mencapai tujuan kegiatan; (ii) pembentukan kelompok seperti itu (biasanya) terjadi setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati; dan (iii) pada awalnya pembentukan kelompok dan proses berkeputusan dipandu oleh pihak luar (fasilitator), tetapi pada saatnya harus segera mandiri.
Gerakan masyarakat akan semakin kuat, dan hal itu terbukti dalam model Ganjuran, manakala keterlibatan masyarakat semakin besar karena tumbuh suburnya komitmen baik, semakin berkembangnya keterikatan emosional, serta muncul aksi-aksi kolektif secara spontan.
Kajian bangku kuliah menegaskan bahwa pengembangan masyarakat dapat menjadi gerakan besar dan kuat sejauh prinsip-prinsipnya dijadikan landasan gerakan itu, yaitu prinsip holistik, self-help, demokratis, sukarela, dan berpusat pada masyarakat. Prinsip holistik menyebutkan bahwa pengembangan masyarakat harus didasarkan pada pendekatan terpadu-menyeluruh atas kebutuhan masyarakat, tidak hanya aspek sosial dan ekonomi saja.
Pada awal pelaksanaan vaksinasi, masih ada pihak-pihak yang menolak dengan berbagai alasan. Namun, warga di Bantul ini menunjukkan hal yang sangat berbeda karena tersentuh hatinya sehingga sangat mendukung program vaksinasi melalui jimpitan, serta tidak lagi semata-mata bergantung pada sumberdaya dan dana dari pemerintah.
Bukti-bukti terlaksananya prinsip self-help di Ganjuran sangatlah kuat, seperti munculnya tokoh inisiator program jimpitan vaksinasi dan apresiasi warga desa karena gerakan itu mengaplikasikan kearifan dan budaya lokal. Dalam waktu relatif singkat, inisiasi gerakan menumbuhkan energi sosial yang luar biasa dan pemanfaatan media sosial semakin mempercepat segalanya. Prinsip self-help bertumpu pada kesadaran bersama untuk membangkitkan diri sendiri melalui potensi yang dimiliki.
Teruskanlah ”sonjo”
Nuansa demokrasi sangat terasa pada program jimpitan vaksinasi ini. Besaran jimpitan tidak ada ketentuan berapa, semua diserahkan sepenuhnya pada kemauan serta kemampuan masing-masing warga, dan semua itu mengerucut pada lelang proposal jimpitan vaksinasi. Gerakan ini murni lahir dari partisipasi aktif akar rumput sehingga tidak terbentur pada birokrasi yang rumit. Gerakan ini menjadi contoh aksi nyata penggalangan dana dari, oleh, dan untuk masyarakat sehingga peta kekuatan sosialnya terbukti sangat luar biasa.
Gerakan jimpitan vaksinasi menunjukkan sifat kesukarelaannya (voluntary). Altruisme semacam inilah yang selayaknya terus dikembangkan karena spiritnya berpusat kepada masyarakat (people center). Memang, patut disadari bahwa gerakan masyarakat ini merupakan model dalam skala komunitas di perdesaan, dan harapannya model Ganjuran ini dapat dikembangkan dan sukses dalam skala yang lebih luas.
Gerakan masyarakat semacam ini perlu ”disadap” oleh pemerintah ataupun pemerintah daerah dalam upayanya melaksanakan program pengembangan masyarakat. Kita tidak berharap ada pandemi terus-menerus, tetapi kita berharap gerakan masyarakat penuh inovasi dan kreativitas seperti ini terus berkelanjutan dan meluas sehingga ”Senja di Ganjuran” berkembang menjadi terang-benderang di bumi persada Nusantara.
Sekar Inten Mulyani, Mahasiswa S-3 UNS Surakarta Program Studi Penyuluhan Pembangunan