Tak segera teratasinya pandemi terasa pada kenaikan harga bahan pangan global akibat gangguan rantai pasok global dan pembatasan mobilitas orang di negara produsen.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pemimpin 21 negara Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) menyepakati pemulihan ekonomi dengan menangani Covid-19, isu iklim, dan rantai pasok.
Salah satu kesepakatan adalah meratakan akses vaksin dengan menurunkan tarif pengadaan vaksin Covid-19 dan alat kesehatan terkait pandemi. Tarif pengadaan vaksin sudah rendah, hanya 0,8 persen. Keadaan berbeda terjadi pada pengadaan alat kesehatan (alkes), seperti larutan alkohol, peralatan pengemasan, peralatan pembekuan, dan sumbat karet. Rata-rata tarif alkes ini adalah 5 persen.
Dalam konferensi tingkat tinggi yang berlangsung virtual dan dihadiri para kepala negara, termasuk Indonesia, Amerika Serikat, China, dan Rusia, terungkap China menyumbang 1,7 miliar dosis vaksin dari target 2 miliar dosis untuk tahun 2021. China telah membantu 110 negara. AS menyumbang 64 juta dosis vaksin (Kompas, 14/11/2021).
Kita mengetahui akses vaksin yang merata menjadi kunci mengatasi pandemi Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan 70 persen penduduk dunia mendapatkan dosis vaksin lengkap pada pertengahan tahun 2022.
Permasalahannya, negara-negara kaya memborong vaksin Covid-19 dalam jumlah besar, berlipat kali dari kebutuhan penduduknya. Pada sisi lain, banyak negara berpenghasilan menengah dan rendah kesulitan mengadakan vaksin.
Ketidakmerataan akses vaksin menyebabkan sebagian besar penduduk dunia rentan tertular Covid-19 dan menjadi lahan subur bagi mutasi Covid-19.
Negara-negara Uni Eropa kembali mengalami kenaikan kasus baru Covid-19 dengan varian baru virus menunjukkan penanganan pandemi harus dilakukan bersama-sama oleh semua negara. Padahal, pemulihan ekonomi sangat tergantung dari mobilitas penduduk yang berhubungan dengan isu ketenagakerjaan dan rantai pasok. Sementara, meningkatnya kasus penularan baru Covid-19 menyebabkan sejumlah negara kembali menerapkan pembatasan aktivitas masyarakat.
Ketidakmerataan akses vaksin menyebabkan sebagian besar penduduk dunia rentan tertular Covid-19 dan menjadi lahan subur bagi mutasi Covid-19.
Selain ketidakmerataan akses vaksin, dunia menghadapi masalah politisasi vaksin pula. Sejumlah negara maju menolak mengakui vaksin yang diproduksi negara di luar kelompoknya dengan alasan efikasi vaksin belum terbukti meskipun WHO memberikan izin penggunaan darurat. Kita sudah merasakan dampaknya, antara lain, dalam pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, perjalanan umrah, dan turisme.
Tak segera teratasinya pandemi terasa pada kenaikan harga bahan pangan global akibat gangguan rantai pasok global dan pembatasan mobilitas orang di negara produsen. Pembatasan perjalanan antarnegara memukul industri pariwisata kita.
Ketimpangan pemulihan ekonomi ditengarai sudah terjadi. Negara kaya lebih cepat pulih dibandingkan dengan negara berkembang. Indonesia termasuk negara berkembang yang berhasil melakukan vaksinasi dengan cakupan cukup besar dan mengendalikan penularan Covid-19. Namun, pengalaman memperlihatkan tidak ada negara yang dapat berhasil sendiri dalam mengatasi pandemi.