KTT APEC menargetkan pemulihan dan kebangkitan ekonomi pascapandemi Covid-19. Sepanjang 2021, APEC memantau terjadi nasionalisme vaksin Covid-19 yang bermuara pada kesenjangan akses.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar, Deonisia Arlinta
·4 menit baca
LUKAS - BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Informal Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik secara virtual dari Istana Negara, Jakarta, Jumat (16/7/2021).
WELLINGTON, SABTU — Konferensi Tingkat Tinggi Kelompok Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik atau APEC tahun ini menghasilkan keputusan untuk menurunkan tarif vaksin Covid-19 dan alat kesehatan terkait pandemi. Selain itu, juga ada keputusan mengenai penurunan pemakaian energi fosil yang menurut para pemerhati lingkungan kurang darah alias tidak ada ketegasan dalam aturan ataupun implementasi.
KTT yang dihadiri pemimpin 21 negara anggota APEC, termasuk Indonesia, dilakukan secara daring dan berakhir pada Sabtu (13/11/2021). Selandia Baru menjabat sebagai Ketua APEC tahun ini. Pada 2022, presidensi akan dipegang Thailand.
”Tujuan APEC tentu saja pemulihan dan kebangkitan ekonomi pascapandemi Covid-19. Demi mencapai target itu, kita harus memastikan tidak ada lagi kesenjangan akses vaksin bagi semua warga dunia,” kata Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern. Turut hadir di dalam pertemuan daring itu Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Presiden China Xi Jinping, dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Sepanjang 2021, APEC memantau terjadi nasionalisme vaksin Covid-19, yaitu negara-negara maju menumpuk vaksin untuk kegunaan di dalam negeri masing masing. Akibatnya, negara-negara miskin dan berkembang kesulitan memperoleh vaksin. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan pada akhir 2021 sebanyak 40 persen penduduk dunia harus telah menerima vaksin Covid-19 lengkap. Setelah itu, pada pertengahan tahun 2022 harus 70 persen penduduk dunia yang telah divaksin. Dengan demikian, barulah pandemi bisa dikendalikan dan ekonomi bangkit.
Keputusan KTT APEC 2021 tidak menjelaskan secara terperinci mengenai penurunan tarif vaksin. Akan tetapi, tercatat bahwa di dalam anggota APEC, rata-rata tarif pengadaan vaksin Covid-19 adalah 0,8 persen. Angka ini tergolong rendah. Permasalahannya tarif justru tinggi untuk alat-alat kesehatan. Larutan alkohol, botol, sumbat karet, peralatan pengemasan, peralatan pembekuan, dan lain-lain yang rata-rata tarifnya adalah 5 persen. Bahkan, ada negara anggota APEC yang menerapkan tarif sampai dengan 30 persen (Kompas, 7 Juni 2021).
Di Jakarta, Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pembahasan lebih lanjut perlu dilakukan terkait pemangkasan harga vaksin Covid-19 yang disepakati dalam KTT APEC. Itu, antara lain, mengenai dampak pada harga vaksin yang sudah dipesan Pemerintah Indonesia kepada produsen vaksin. ”Perlu dilihat juga merek dan hal lainnya yang berkaitan dengan vaksin tersebut,” ujarnya.
Energi fosil
Poin lain dalam keputusan KTT APEC ialah pengurangan energi fosil. Permasalahannya, berbeda dengan resolusi KTT Ke-26 tentang Perubahan Iklim (COP 26) di Skotlandia yang berakhir Jumat (12/11/2021), keputusan APEC tidak ada tenggat. Setidaknya, dalam dokumen COP 26 masih tertulis bahwa secara bertahap, negara-negara di dunia pada 2030 sudah tidak lagi menggunakan energi fosil.
Adapun keputusan APEC sebatas menyebutkan bahwa para anggotanya sepakat menurunkan pemakaian energi fosil. Tidak ada target berupa jangka waktu ataupun jumlah emisi yang hendak diturunkan. Padahal, Ardern dalam pidatonya menuturkan, apabila dunia tidak mau berkompromi dan mengurangi emisi, semua orang harus bersiap menghadapi bencana akibat krisis iklim.
Gara-gara keputusan ini, para pakar lingkungan dan iklim semakin pesimistis. Tidak adanya rincian tenggat dan jumlah target pengurangan emisi sama saja dengan membiarkan para anggota APEC menetapkan target seenaknya, bahkan dengan angka kecil dan tidak signifikan untuk menyelamatkan Bumi.
Sementara dari sisi ekonomi, APEC menetapkan Rencana Aksi Aotearoa. Isinya aksi bersama untuk meningkatkan perdagangan, investasi, inovasi, dan digitalisasi ekonomi untuk pertumbuhan global yang inklusif. Rencana ini disambut baik oleh pihak-pihak yang tengah melakukan ”perang dingin”, yaitu AS, China, dan Rusia. Bahkan, AS berusaha mengegolkan agar mereka bisa memperoleh kepresidenan APEC tahun 2023.
Kombinasi foto Presiden AS Joe Biden di Washington, 6 November 2021, dan Presiden China Xi Jinping di Brazilia, 13 November 2019.
Untuk itu, AS dan China bersepakat menghindari segala kemungkinan perang dingin ataupun konflik lain. Kedua negara akan membuka kanal-kanal hubungan di semua sektor. Saat ini keduanya mengaku sedang fokus untuk membantu dunia mengatasi kesenjangan akses vaksin.
Presiden Xi Jinping mengedepankan poin bahwa China telah menyumbangkan 1,7 miliar dosis vaksin Covid-19 dari target 2 miliar dosis untuk 2021 saja. China juga memberikan bantuan kepada 110 negara. Di sisi lain, AS menekankan telah menyumbang 64 juta dosis vaksin. (AP/AFP)