Melempar isu perpanjangan masa jabatan Panglima TNI bisa menarik kembali TNI dalam pusaran politik. Selain itu, menjadi ciri negara demokrasi pula bahwa kekuasaan ada batasnya.
Oleh
Budiman Tanuredjo
·4 menit baca
Jenderal Andika Perkasa tinggal menunggu waktu untuk dilantik. DPR telah menyetujui usulan Presiden Joko Widodo yang mengusulkan Kepala Staf TNI AD Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI. Per 8 November 2021, Panglima TNI Hadi Tjahjanto berusia 58 tahun. Pelantikan Andika dikabarkan pekan depan. ”Pelantikan Panglima minggu depan. Harinya masih dicari hari baik. Minggu depan insya Allah,” ujar Presiden Jokowi, Kamis, 11 November 2021.
Sebagai Panglima TNI, masa jabatan Andika terbilang pendek. Hanya sekitar 400 hari. Dalam uji kelayakan dan kepatutan, Andika mengambil tagline singkat, ”TNI adalah Kita”. ”Jadi, kalau berangkat dari vision statement, Ibu (Ketua Komisi I), saya memilih ’TNI adalah Kita’. Memang singkat sekali, tetapi justru di sini saya ingin masyarakat Indonesia, masyarakat internasional, melihat TNI ini sebagai kita, atau bagian dari mereka,” kata Andika dalam uji kelayakan di Komisi I DPR, Sabtu, 6 November 2021. Tagline itu mirip dengan tagline ”Jokowi adalah Kita” pada saat kampanye pemilu presiden.
Pelantikan Panglima TNI belum berlangsung, tetapi spekulasi Andika akan menjabat Panglima TNI hingga akhir Desember 2024 justru dicuatkan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). ”Tapi, saya melihat diperpanjang, kok. Ini terus terang saja,” kata Wakil Ketua Komisi Pertahanan Abdul Haris Almasyhari (F-PKS, Jawa Tengah V) dalam diskusi di DPR, Jakarta, Senin, 8 November 2021.
Pro dan kontra terjadi. ”Dilantik saja belum sebagai Panglima TNI. Nanti dululah, lalu kita lihat bagaimana perkembangannya. Jangan buru-buru mau memperpanjang,” kata Dave Akbar Laksono, anggota DPR dari Fraksi Golkar, Daerah Pemilihan Jawa Barat VIII (Kompas, 11 November 2021).
Pelantikan Panglima TNI belum berlangsung, tetapi spekulasi Andika akan menjabat Panglima TNI hingga akhir Desember 2024 justru dicuatkan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Secara teoretis politik, perpanjangan masa jabatan Andika bisa saja dilakukan. Apalagi mayoritas parlemen berada di barisan koalisi pemerintahan Presiden Jokowi. Abdul Kharis menunjukkan jalan menuju perpanjangan. Ada dua cara yang memungkinkan dilakukan. Pertama adalah memperpanjang masa jabatan khusus untuk Andika. Atau kedua, pemerintah menerbitkan peraturan presiden untuk memperpanjang masa kerja seluruh perwira tinggi. Untuk mengubah masa jabatan tersebut harus melalui revisi UU No 34/2004 tentang TNI. Hal tersebut sudah direncanakan, tetapi belum dilaksanakan pemerintah.
Memunculkan spekulasi perpanjangan masa jabatan Panglima TNI oleh politisi PKS itu menarik dicermati. Bisa saja dinamika itu tertangkap Abdul Kharis dalam panggung belakang pembicaraan untuk memperpanjang masa pensiun perwira TNI. Dan, kemudian isu perpanjangan itu menjadi wacana publik. Tahun 2002, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto pernah diperpanjang masa dinasnya. Namun, konteks politik waktu itu berbeda. UU No 34/2004 yang membatasi usia pensiun perwira TNI adalah 58 tahun belum ada.
Menurut anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P (Jabar IX), TB Hasanuddin, rencana perubahan usia pensiun perwira TNI sudah dibicarakan dengan pemerintah dua tahun lalu. Ia menepis jika ada pandangan perubahan usia pensiun tersebut untuk memperpanjang masa jabatan Andika sebagai Panglima TNI.
Perpanjangan masa jabatan penyelenggara negara bukan hal baru. Tanpa ada perdebatan publik memadai, misalnya, Pemerintah dan DPR mengubah UU No 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi UU No 7/2020. Dalam proses revisi kilat itu, masa jabatan hakim konstitusi diperpanjang dari lima tahun menjadi 15 tahun atau pensiun hingga usia 70 tahun. Sembilan hakim konstitusi bisa menikmati jabatannya hingga 15 tahun dan pensiun usia 70 tahun dengan pengawasan minimal. Perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi itu bahkan melampaui masa jabatan Presiden Jokowi yang akan berakhir 20 Oktober 2024.
Meski sukses dilakukan di MK, rasanya gagasan perpanjangan jabatan hanyalah upaya memenuhi hasrat kekuasaan. Padahal, menjadi ciri negara demokrasi bahwa kekuasaan itu ada batasnya. Kiat memperpanjang jabatan dengan mengutak-atik aturan mengingatkan saya pada buku yang ditulis Haryatmoko berjudul Etika Politik dan Kekuasaan. Di situ dikutip nasihat Tharsymacus, ”Hukum tidak lain kecuali kepentingan mereka yang berkuasa. Sedang bagi mereka yang lemah, hukum tidak berdaya membela.”
Perpanjangan masa jabatan penyelenggara negara bukan hal baru. Tanpa ada perdebatan publik memadai, misalnya, pemerintah dan DPR mengubah UU No 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi UU No 7/2020. Dalam proses revisi kilat itu, masa jabatan hakim konstitusi diperpanjang dari lima tahun menjadi 15 tahun.
Melempar isu perpanjangan masa jabatan Panglima TNI bisa menarik kembali TNI dalam pusaran perpolitikan. Lebih baik setelah Andika dilantik sebagai Panglima TNI, kekosongan jabatan KSAD segera diisi. Menjadi pilihan Presiden Jokowi, apakah juga akan mengisi jabatan Wakil Panglima TNI yang telah dibukanya melalui Peraturan Presiden No 6/2019 tentang Susunan Organisasi TNI.
Jika kalender politik berjalan linear, akan terjadi lagi pergantian Panglima TNI pada Desember 2022, ketika tahapan tahun politik di depan mata. Tantangan stabilitas politik di tahun politik itulah yang perlu dikelola dengan saksama.