W-20, Tantangan Kesetaraan Jender dan Presidensi G-20
Tema presidensi G-20 2022 adalah ”Recover Together. Recover Stronger”. Tema ini untuk menjawab bersama ragam persoalan yang muncul akibat dampak Covid-19. W-20 memastikan target kesetaraan dan keadilan jender.
Oleh
SITA ARIPURNAMI
·4 menit baca
Indonesia tahun 2022 akan menjadi presidensi, atau penanggung jawab dan tempat terselenggaranya KTT G-20. Dalam penyelenggaraannya, G-20 selalu melibatkan kelompok-kelompok di masyarakat, termasuk ketika presidensi di Indonesia. Salah satu kelompok yang dilibatkan Women 20 (W-20).
G-20 dimulai tahun 1999. Awalnya, kelompok menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari 20 perekonomian paling berpengaruh berdiskusi tingkat tinggi tentang masalah keuangan makro. Tahun 2008, saat dunia dilanda krisis keuangan global, G-20 ditingkatkan menjadi kelompok pemimpin negara untuk membicarakan masalah ekonomi.
KTT G-20 pertama berlangsung di Washington DC, November 2008. Sejak itu, agenda G-20 diperluas di luar keuangan makro, dengan memasukkan masalah sosial-ekonomi dan pembangunan.
W-20, dimulai 2015, merupakan kelompok yang dilibatkan dalam proses G-20 agar dapat memberikan rekomendasi kebijakan berperspektif jender. Tujuannya, memastikan jender diarusutamakan dalam diskusi G-20 dan diterjemahkan dalam Deklarasi Pemimpin G-20 sebagai kebijakan serta komitmen mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan ekonomi perempuan.
W-20 dibentuk dari jaringan delegasi antarnegara yang mewakili organisasi perempuan nonpemerintah, masyarakat sipil, pengusaha perempuan, dan akademisi dari seluruh negara anggota G-20. Setiap tahun, W-20 mengajukan rumusan berisi serangkaian usulan tindakan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif jender secara global.
G-20 memiliki tradisi dalam bekerja dengan berbagai organisasi untuk membawa perspektif yang berbeda tentang tantangan keuangan dan sosial ekonomi. Kelompok-kelompok yang dilibatkan ini bersifat otonom dan bekerja secara independen dari pemerintah dan dipimpin organisasi lokal dari negara tuan rumah.
Mereka bekerja dengan organisasi lain dari negara-negara G-20 untuk mengembangkan rekomendasi kebijakan yang secara resmi disampaikan kepada para pemimpin G-20 untuk dipertimbangkan.
Presidensi Indonesia
Posisi Indonesia sebagai pemegang presidensi G-20 tahun ini memberikan beberapa peluang untuk pembahasan dan rencana mengatasi permasalahan-permasalahan, baik yang dirasakan di dalam negeri maupun di negara anggota G-20 lainnya. Permasalahan yang paling menjadi tantangan saat ini bagi negara-negara G-20 adalah dampak Covid-19 terhadap kehidupan warga. Secara global, Covid-19 telah memperburuk kondisi kesetaraan perempuan.
Covid-19 telah menjadikan perempuan memikul beban berat dalam pekerjaan rumah tangga dan kerja perawatan dan pengasuhan tak berbayar. Kerja dari rumah menyebabkan meningkatnya waktu untuk pekerjaan tak berbayar yang dilakukan perempuan (63 persen), laki-laki hanya meningkat 59 persen.
Sejak pandemi, anak-anak membantu pekerjaan di rumah: 67 persen orangtua menyatakan dibantu anak perempuan, dan 57 persen menyatakan dibantu anak laki-laki. (UN Women, 2020). Masih panjang lagi daftar dampak Covid-19 pada perempuan.
Hasil penelitian lembaga riset Singapura, Pew Research Centre, di 34 negara termasuk Indonesia, menunjukkan laki-laki dianggap lebih berhak bekerja pada masa pandemi daripada perempuan. Ini memunculkan ketimpangan ekonomi bagi perempuan karena mereka menjadi kehilangan akses untuk mendapatkan penghasilan.
Gambaran terkini di Indonesia, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan jauh lebih rendah daripada laki-laki, yakni 53,13 persen berbanding 82,41 persen (Sakernas, Agustus 2020). Kesenjangan jender dalam ketenagakerjaan merupakan tantangan dalam meningkatkan TPAK perempuan, sementara target RPJM 2020- 2024 adalah 55 persen (Lenny N Rosalin, Deputi Menteri KPPA, Oktober 2021).
KTT G-20 pada 2014 di Brisbane menyepakati Rencana Aksi Brisbane, yang antara lain menggarisbawahi kebutuhan untuk mempromosikan lebih besar partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja dan meningkatkan kualitas pekerjaan mereka, yang akan berkontribusi lebih kuat dan lebih inklusif pada pertumbuhan ekonomi. Kesepakatannya adalah mengurangi kesenjangan TPAK antara laki-laki dan perempuan di seluruh negara anggota G-20 sebesar 25 persen pada 2025.
Semakin banyak perempuan yang bekerja menunjukkan semakin banyak perempuan yang produktif secara ekonomi.
Para pemimpin G-20 mengakui komitmen semacam ini akan butuh dukungan internasional untuk mencapai kemajuan. Keterlibatan perempuan dalam pasar kerja dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan dan pemberdayaan perempuan. Semakin banyak perempuan yang bekerja, menunjukkan semakin banyak perempuan yang produktif secara ekonomi.
Tema presidensi G-20 2022 adalah ”Recover Together. Recover Stronger”. Tema ini diambil untuk dapat menjawab bersama ragam persoalan yang muncul akibat dampak Covid-19 pada negara anggota G-20. W-20 memastikan target kesetaraan dan keadilan jender para pemimpin negara-negara G-20 bisa tercapai.
Sita Aripurnami,Direktur Eksekutif Women Research Institute, Ketua Delegasi Indonesia di W-20 Argentina (2018)