DPR merupakan lembaga yang harus ada dalam sistem demokrasi. Oleh karena itu, tak ada pilihan lain selain terus berupaya agar DPR menjadi semakin baik dan berkualitas.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Tidak kunjung membaik. Itulah persepsi publik terhadap citra dan kinerja Dewan Perwakilan Rakyat. Persepsi yang selama ini relatif tidak banyak berubah.
Persepsi itu kembali terlihat dalam hasil jajak pendapat nasional Kompas, 5-8 Oktober 2021, yaitu hanya 55,5 persen responden yang menilai DPR memiliki citra baik. Persentase itu membuat DPR ada di peringkat terbawah di antara 10 lembaga yang disurvei, seperti TNI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan kepolisian.
Persepsi itu, antara lain, dibentuk oleh kinerja DPR yang dinilai masih lemah dan gaya hidup mewah sejumlah anggotanya. Kasus pidana seperti korupsi yang menjerat sejumlah anggota DPR juga turut membentuk persepsi tersebut.
Transparansi anggota DPR dalam mengelola dana, seperti dana reses, juga turut dipertanyakan. Dalam akun Youtube Akbar Faizal Uncensored, anggota DPR, Krisdayanti, antara lain, mengatakan setiap reses menerima dana aspirasi Rp 450 juta. Setahun ada lima kali reses. Selain itu, ada dana kunjungan kerja Rp 140 juta yang diterima delapan kali dalam setahun.
Citra DPR yang tak kunjung membaik ini bukan berarti tak ada orang yang baik, kompeten, dan berintegritas di lembaga legislatif itu. Namun, mereka cenderung tidak menjadi arus utama di DPR. Yang banyak terdengar dari DPR justru praktik pengawasan yang diduga sering dekat dengan kolusi, korupsi, yang kadang berbalut kerja di bidang anggaran. Atau, kinerja di bidang legislasi yang hampir tak pernah memenuhi target yang ditetapkan DPR.
Sejumlah upaya dilakukan agar DPR dapat lebih memberi tempat bagi munculnya orang baik dan berintegritas. Seminar, diskusi, dan penelitian yang membahas hal itu sudah sulit dihitung karena saking banyaknya. Di kalangan internal DPR juga telah ada upaya untuk membuat lebih transparan, misalnya lewat aplikasi digital DPR Now yang diluncurkan pertengahan tahun 2018. Namun, perubahan ke arah yang lebih baik rasanya berjalan lambat di DPR. Kehendak politik untuk menjadi lebih baik belum ada di semua anggota DPR.
Lambannya reformasi di DPR ini seiring dengan lambannya reformasi di partai politik. Parpol umumnya belum punya sistem yang matang dan dijalankan dengan ketat saat mencari kader terbaik untuk dipilih rakyat menjadi anggota DPR di pemilu. Banyak parpol juga belum secara optimal memantau kinerja kadernya di DPR secara transparan dan terukur.
Lambannya reformasi di DPR ini seiring dengan lambannya reformasi di partai politik.
Namun, DPR dan partai politik merupakan lembaga yang harus ada dalam sistem demokrasi. Oleh karena itu, tak ada pilihan lain selain terus berupaya agar DPR menjadi semakin baik dan berkualitas. Ibarat tetesan air yang jatuh di batu karang, jika dilakukan terus-menerus, upaya itu pasti membuahkan hasil.
Salah satu upaya yang dapat mulai dilakukan ialah mencermati kinerja sejumlah anggota DPR dan partai politik. Jangan pilih mereka di pemilu mendatang jika kini kinerjanya tidak baik. Dengan cara itu, kita semua akan turut mengubah wajah DPR dan menjaga demokrasi di negara ini.