Orang-orang jahat telah membajak pengembangan teknologi digital. Mereka inilah yang sebenarnya telah menyerang manusia dan kemanusiaan kita. Kita semua pasti sudah merasakannya bukan?
Oleh
Andreas Maryoto
·5 menit baca
Banyak kalangan kerap kali berpikir terlalu jauh. Kecerdasan buatan akan menciptakan robot yang kelak kemudian akan menyerang manusia, penciptanya. Mimpi boleh saja terlalu tinggi, tetapi kehadiran orang jahat di dunia digital tak perlu menunggu penciptaan robot distopian itu.
Orang jahat telah ikut mengendalikan kita, baik sengaja maupun tidak sengaja, melalui teknologi yang memungkinkan engagement atau sesuatu yang membuat kita terikat. Banyak platform berusaha menarik minat pengguna dan menjaga mereka sehingga diketahui perilakunya melalui teknologi dan juga konten yang menarik.
Sejauh penggunaan teknologi itu dan juga pembuatan konten untuk tujuan baik, kecil kemungkinan memunculkan masalah. Akan tetapi, di tangan orang jahat atau berkehendak jahat, semua itu bisa digunakan untuk mengeruk uang secara tidak jujur, memunculkan ketagihan, dan masalah yang lebih besar lagi, yaitu perpecahan sebuah bangsa.
Kita sudah melihat contoh kejahatan ini. Orang-orang pintar di bidang teknologi digital dan pemasaran menggunakan teknologi dan membuat konten yang memecah belah sejak pemilihan presiden 2016 hingga sekarang. Mereka sejak awal tahu bahwa langkah mereka di berbagai platform sangat berbahaya, tetap saja dilakukan demi kepentingan sesaat. Perpecahan sebagai akibatnya tidak pernah dipikirkan.
Di Amerika Serikat, The New York Times pada 2019 melaporkan, banyak pembuat konten di kalangan kelompok kanan mengetahui cara-cara itu. Mereka dapat mengubah konten mereka untuk membuatnya lebih menarik bagi algoritma sehingga mendorong banyak pengguna untuk menonton dan menyukai konten yang sangat ekstrem.
Kritik terhadap pengembangan teknologi yang memunculkan sikap aji mumpung itu pernah dilontarkan. Di laman bernama Sitra, seorang penulis mengatakan, ketika memikirkan masa depan, para inovator sering berharap semua berjalan lancar dan berasumsi bahwa orang akan bertindak relatif rasional. Mereka juga berasumsi orang akan bertindak dalam situasi yang ideal. Kenyataannya, orang-orang menggunakan teknologi dan produk baru dengan cara yang tidak dipertimbangkan oleh para pembuat itu saat mengembangkannya.
Para inovator mungkin juga tidak menduga teknologi memiliki konsekuensi yang mengejutkan dan tidak diinginkan, terutama ketika diadopsi secara luas dan jatuh ke tangan orang yang berpikiran jahat. Oleh karena itu, untuk mempersiapkan berbagai kemungkinan penggunaan yang mungkin bisa mengagetkan, akan lebih berguna apabila mereka memeriksa berbagai hal lebih dulu tentang potensi penyalahgunaan dan efek samping.
Saran itu ada benarnya. Orang sadar ketika nasi sudah menjadi bubur dan sulit untuk membalikkannya. Sebuah tulisan di MIT Sloan Management Review menyebutkan, algoritma diprogram dengan tujuan akhir: membuat orang terikat (engagement). Orang makin terikat. Di sini, mesin pembelajaran menyesuaikan dan mengoptimalkan berdasarkan perilaku pengguna untuk mencapai tujuan itu. Jika konten tertentu mendorong keterlibatan yang lebih tinggi, algoritma secara alami dapat merekomendasikan konten yang sama kepada orang lain, semuanya untuk mencapai tujuan tersebut.
Cara-cara seperti itu dapat memiliki efek yang luas di masyarakat, seperti yang dikatakan senator bernama Chris Coons (Demokrat) dari Delaware pada April 2021 ketika para eksekutif dari Youtube, Facebook, dan Twitter bersaksi di depan kongres. ”Algoritma telah memperkuat informasi yang salah, memberi makan bagi polarisasi politik, dan membuat kita lebih terganggu dan terisolasi,” katanya. Perpecahan makin tajam karena teknologi berbasis algoritma.
Masih dari artikel yang sama, Youtube disebutkan telah mengambil tindakan sebagai tanggapan atas sejumlah kritik, termasuk upaya untuk menghapus ujaran kebencian. Sebuah studi yang diterbitkan secara independen pada 2019 mengklaim bahwa algoritma Youtube telah didesain untuk mencegah pemirsa menonton konten radikal atau ekstremis. Namun, baru-baru ini pada Juli 2021, penelitian baru menemukan bahwa Youtube masih menabur perpecahan dan membantu menyebarkan disinformasi yang berbahaya.
Apa yang bisa dilakukan ketika kita berada di dalam situasi seperti itu? Hukum di berbagai negara belum memadai untuk mencegah penggunaan teknologi digital yang memungkinan terjadinya bias dan ”kecelakaan”. Kasus-kasus penggunaan teknologi kecerdasan buatan dan juga bias algoritma belum banyak dibawa ke pengadilan. Meski demikian, beberapa negara mulai menyusun undang-undang yang memungkinkan warga menggugat. Belum sempurna, tetapi perkembangan ini sangat menarik.
Business and Corporate Litigation Committee, Business Law Section, American Bar Association di dalam laman Businesslawtoday membuat usulan bagian tentang kecerdasan buatan di dalam hukum bisnis. Mereka menyebutkan, tujuan dari bab itu adalah untuk menjadi alat yang berguna bagi para pengacara bisnis yang ingin selalu mendapatkan informasi terbaru secara nasional mengenai bagaimana pengadilan memutuskan kasus yang melibatkan kecerdasan buatan.
Aplikasi kecerdasan buatan, termasuk pembelajaran mesin, terus diterapkan yang berdampak pada kesehatan, pekerjaan, pendidikan, tidur, keamanan, interaksi sosial, dan setiap aspek kehidupan kita, tetapi banyak pertanyaan kritis yang belum terjawab. Perusahaan, penasihat hukum, dan pengadilan terkadang harus berjuang untuk memahami konsep teknis dan menerapkan hukum yang ada dengan cara yang seragam dalam menyelesaikan perselisihan bisnis.
Tujuan dari mereka membuat usulan itu adalah untuk menjadi alat yang berguna bagi para pengacara bisnis yang ingin selalu mendapatkan informasi terbaru secara nasional mengenai bagaimana pengadilan memutuskan kasus yang melibatkan kecerdasan buatan. Tren mikro dan makro hanya dapat diidentifikasi dengan menyurvei dan mengamati kasus di seluruh negeri. Mereka membutuhkan panduan itu karena memprediksi kasus yang terkait dengan kecerdasan buatan akan meningkat secara eksponensial dari tahun ke tahun.
Semua ini memperlihatkan bahwa kejahatan dengan menggunakan teknologi digital telah terjadi dan akan terus meningkat. Kejahatan muncul tanpa perlu menunggu sampai muncul sosok robot yang di dalam film-film digambarkan akan memusnahkan manusia. Orang-orang jahat telah membajak pengembangan teknologi digital. Mereka inilah yang sebenarnya telah menyerang manusia dan kemanusiaan kita. Kita semua pasti sudah merasakannya bukan?