Kecerdasan buatan sangat mungkin akan membuat ada yang tertinggal, terabaikan, dan merusak hubungan manusia. Oleh karena itu, di beberapa perusahaan yang menggunakan kecerdasan buatan mulai dihadirkan ahli etika.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Dulu para pengusaha ritel harus menunggu seminggu untuk mendapatkan data transaksi sebuah produk. Kini mereka bisa memantau pergerakan harga secara langsung. Mereka juga bisa menurunkan harga secara otomatis ketika pesaing memberikan diskon. Makin hari kita makin hidup berdampingan dan berkolaborasi dengan teknologi kecerdasan buatan.
Seusai menerbitkan tulisan di laman internet, saya bisa langsung memantau ”kinerja” tulisan saya. Dari jumlah pembaca, waktu baca mereka, dan tulisan-tulisan lain yang diminati. Saya bisa mengevaluasi tulisan saya. Saya juga bisa mengetahui waktu orang membaca tulisan saya. Mesin-mesin kecerdasan buatan sudah berdekatan dan bersama dengan kita yang kadang tanpa kita sadari. Fenomena seperti ini sudah diteliti oleh kalangan sosiolog. Saat di mana kehidupan manusia berdampingan dengan kecerdasan buatan disebut kehidupan pascamanusia (posthuman).
Kita mungkin masih berimajinasi tentang kehidupan pascamanusia itu. Sebenarnya, tidaklah terlalu rumit untuk membayangkan bila kita telah masuk ke dalam kehidupan pascamanusia. Bila sebagian urusan kita diserahkan pada kemampuan teknologi kecerdasan buatan, kita sudah masuk ke dalam era itu. Banyak pekerjaan menjadi efisien.
Di dalam dunia bisnis, Boston Consulting Group pernah membuat penelitian dan survei. Beberapa interaksi yang ditemukan, antara lain, adalah kecerdasan buatan memutuskan dan mengimplementasikan langkah bisnis, kecerdasan buatan memutuskan-manusia mengimplementasikan, kecerdasan buatan merekomendasikan-manusia memutuskan, kecerdasan buatan menghasilkan informasi-manusia menggunakan untuk mengambilan keputusan, dan manusia memberikan informasi-kecerdasan buatan mengevaluasi.
Sebenarnya, tidaklah terlalu rumit untuk membayangkan apabila kita telah masuk ke dalam kehidupan pascamanusia. Bila sebagian urusan kita diserahkan pada kemampuan teknologi kecerdasan buatan, kita sudah masuk ke dalam era itu.
Kumpulan interaksi ini berdasarkan survei yang dilakukan terhadap sejumlah perusahaan yang telah mengimplementasikan kecerdasan buatan. Sepintas masih banyak perusahaan yang baru memulai penggunaan kecerdasan buatan sehingga kita bisa belajar banyak dari mereka. Perusahaan-perusahaan ini juga masih jatuh bangun dan mengakui tidak mudah menerapkan teknologi kecerdasan buatan di dalam operasi bisnis.
Salah satu yang penting adalah proses awal saat perusahaan mendampingkan teknologi itu dengan manusia yang sudah lama bekerja di bagian yang mulai digantikan oleh kecerdasan buatan. Respons awal biasanya tidak memuaskan. Vice President Innovation America di DHL Gina Chung, di dalam siniar bertajuk ”Me, Myself, and AI”, mengatakan, hari pertama kecerdasan buatan diimplementasikan untuk penanganan logistik di bandara adalah hari terburuk. Saat itu, karyawan tidak yakin bahwa teknologi itu bisa diterapkan.
Meski demikian, Chung dan kawan-kawan meyakinkan bahwa algoritma hanya menjadi lebih akurat dari waktu ke waktu saat fasilitas itu menyerap lebih banyak data yang didapat. Lebih banyak lagi pengecualian yang didapat juga akan makin memperbaiki kinerja fasilitas kecerdasan buatan. Jadi, ketika kita mulai menggunakan kecerdasan buatan, terutama selama uji coba, akurasinya terlihat sangat rendah. Orang mungkin akan frustrasi ketika mereka sekadar berpikir bahwa teknologi itu bisa bermanfaat dalam waktu dekat. Namun, dengan makin banyak data terkumpul, orang makin percaya dan makin memudahkan dalam operasi bisnis.
Oleh karena itu, di dalam memperkenalkan kecerdasan buatan salah satu hal penting adalah perubahan kultur kerja. CEO Porche Digital Mathias Ulbrich di dalam siniar yang sama mengatakan, kolaborasi antara mesin kecerdasan buatan dan karyawan sangat penting. Semua karyawan perlu memahami bagaimana teknologi kecerdasan buatan beroperasi dan dapat menggunakannya. Kondisi ini diperlukan agar teknologi kecerdasan buatan bisa bermanfaat secara maksimal.
Orang mungkin akan frustrasi ketika mereka sekadar berpikir bahwa teknologi itu bisa bermanfaat dalam waktu dekat. Namun, dengan makin banyak data terkumpul, orang makin percaya dan makin memudahkan dalam operasi bisnis.
Ulbrich mengatakan, bila kita pergi ke lini produksi atau ke bagian teknik, mungkin kita akan melihat orang yang mudah sekali menerima dan menggunakan teknologi kecerdasan buatan karena terkadang itu telah menjadi alat pendukung kerja. Di bidang teknik, mungkin teknologi kecerdasan buatan telah menjadi seperti teman atau rekan kerja yang membantu dan mengerjakan masalah yang selama ini muncul.
Akan tetapi, pengembangan kecerdasan buatan tidak cukup sampai di sana. Fasilitas kecerdasan buatan harus dikembangkan lebih lanjut di semua area bisnis. Oleh karena itu, ketika masuk wilayah ini, bukan lagi tugas bagian teknologi, melainkan ini benar-benar kolaborasi antarberbagai kalangan. Sebelum masuk ke kolaborasi, salah satu yang penting adalah membangun kultur kerja di perusahaan. Kultur kerja yang siap berdampingan atau berteman dengan fasilitas kecerdasan buatan.
Usulan itu mungkin bisa menjadi bahan tertawaan. Namun, kenyataan fasilitas kecerdasan buatan makin dekat dengan kita, baik untuk layanan konsumen, pengelompokan suatu masalah, penerjemahan, rekomendasi produk, dan lain-lain, maka pengembangan kultur kerja memang mendesak. Perusahaan mungkin perlu menangani orang yang merasa terancam, bingung, dan tidak produktif dalam berteman dengan kecerdasan buatan.
Di tengah interaksi itu, di perusahaan belakangan yang mulai disoroti adalah soal etika. Pengembangan kecerdasan buatan sangat mungkin akan membuat ada yang tertinggal, ada yang terabaikan, dan juga bisa merusak hubungan manusia. Oleh karena itu, di beberapa perusahaan yang menggunakan kecerdasan buatan mulai dihadirkan ahli etika.
Rekomendasi dari teknologi kecerdasan buatan tidak selamanya baik dan tidak selamanya dituruti secara membabi buta. Setiap rekomendasi perlu dipahami dan dikaji lebih dalam dampaknya.