Dengan membaca tulisan itu, kita mengetahui persoalan dan masalah yang terjadi di perbatasan darat antara Papua, Indonesia, dan Papua Niugini yang mungkin tidak diketahui para pejabat pemerintah.
Oleh
Mustakim, SH
·2 menit baca
Setelah membaca serial tulisan Agustinus Wibowo, ”Indonesia dari Seberang Batas”, di Kompas, sampai 63 seri, saya mengusulkan untuk dapat dibukukan.
Dengan membaca tulisan itu, kita mengetahui persoalan dan masalah yang terjadi di perbatasan darat antara Papua, Indonesia, dan Papua Niugini (PNG) yang mungkin tidak diketahui para pejabat pemerintah.
Indonesia mempunyai tiga perbatasan darat. Selain antara Papua dan PNG, juga di Kalimantan dengan Sarawak, Malaysia, serta di Timor dengan Timor Leste. Saya mengusulkan agar perbatasan lain juga diinvestigasi.
Masukan dan informasi dari masyarakat, terutama dari mereka yang berbasis jurnalistik, mengenai berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat di perbatasan dan di banyak daerah sangat perlu dan penting bagi pemerintah. Ini bisa membantu pemerintah segera mengatasi masalah lokal sekaligus membuat perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan demi menjaga keutuhan NKRI.
Mustakim, SH
Jl Para Duta, Pondok Duta 1, Cimanggis, Depok 16451
Terima Kasih
Kepada Agustinus Wibowo, terima kasih banyak. Serial ”Indonesia dari Seberang Batas” sangat menarik.
Di abad yang ramai ini ternyata masih ada kehidupan sunyi yang memedihkan. Bahwa ada sebagian masyarakat Papua di seberang batas yang sulit menapak realitas.
Sebagai bangsa Indonesia, kita patut bersyukur dengan kondisi Papua saat ini. Membaca kisah perjalanan ini, kita mengetahui betapa peliknya persoalan keamanan di Papua, entah sampai kapan.
Saya berharap ada tulisan berikut seputar daerah perbatasan atau kisah perjalanan yang dapat membuat rasa kebangsaan semakin kuat.
Kiranya PON XX di Papua dalam waktu dekat juga memicu rasa syukur dan bangga. Papua bisa dan aman!
Meilany Suwarto
Kebayoran Residences, Tangerang Selatan
Tiga Logika
Dalam tulisan ”Rapor Pendidikan” di harian Kompas (Senin, 13/9/2021), JC Tukiman Taruna meminta Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menjelaskan tentang ”Kurikulum Merdeka Belajar” dan Asesmen Nasional (AN).
Pada dasarnya ada dua logika yang sedang diadu: deduktif versus induktif. Bukankah akan lebih baik kalau kedua logika tersebut disinergikan saja agar saling mengisi kekurangan?
Lebih baik lagi kalau ”sinergi” deduktif-induktif itu kemudian diperkaya logika analogis, baik analogi antisipatif dan retrosipatif ataupun sesegi ragam.
Di dunia ini ada banyak aliran. Karl Popper dan Albert Einsten lebih ”pro”
deduksi. Hans Reichenbach dan Francis Bacon lebih ”pro” pada induksi. Sementara Herman Dooyeweerd mengedepankan perlunya analogi.
Francis Bacon menyatakan, ”Pengetahuan adalah kekuatan”, sementara menurut Michel Foucault, ”Pengetahuan ada di mana-mana dan bisa berasal dari mana saja.”