Secara prinsip, melalui konsep Penta Helix, setiap pihak harus membangun persepsi bersama bahwa perubahan iklim adalah sebuah kerisauan dan ancaman bersama yang juga harus dimitigasi bersama-sama.
Oleh
DWIKORITA KARNAWATI
·5 menit baca
Catatan World Meteorological Organization (WMO) menyebutkan, suhu tahun 2020 menjadi salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah tercatat meski terjadi La Nina. Temperatur rata-rata global permukaan Bumi saat ini 1,2 derajat celsius lebih tinggi dibanding 1850-an.
Berdasarkan pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), 2020 merupakan tahun terpanas kedua dalam catatan. Pengamatan dari 91 stasiun BMKG menunjukkan suhu rata-rata permukaan pada 2020 lebih tinggi 0,7 derajat celsius dari rata-rata periode referensi 1981-2010.
Situasi ini memicu pergeseran pola musim dan suhu udara yang mengakibatkan peningkatan frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi. Salah satunya adalah kejadian kebakaran hutan dan lahan yang tak hanya dipengaruhi oleh kondisi kekeringan yang ekstrem, tetapi juga menyebabkan peningkatan emisi karbon dan partikulat ke udara.
BMKG memperingatkan bahaya perubahan iklim yang bisa memicu berbagai bencana alam. Karena itu, peran pihak- pihak terkait sangat diperlukan. Paling tidak, ada lima pihak yang diminta bersinergi dalam mitigasi perubahan iklim.
Etzkowitz dan Leydesdorff menggagas model Triple Helix tahun 19951, dengan ide pihak yang bertanggung jawab untuk menciptakan inovasi terdiri dari tiga pihak: bisnis (industri), kaum intektual (akademisi), dan pemerintah. Ketiganya bekerja sama secara top-down guna menciptakan inovasi sehingga bisa meningkatkan kondisi ekonomi suatu negara.
Hampir satu setengah dasawarsa kemudian, Amrial and Emil Muhammad mengembangkan konsep Triple Helix menjadi Penta Helix, dengan menambahkan pentingnya masyarakat sipil dan medis yang bekerja sama secara cerdas, efektif dan efisien agar berinovasi untuk meningkatkan ekonomi negara.
Paling tidak, ada lima pihak yang diminta bersinergi dalam mitigasi perubahan iklim.
Penta Helix merupakan model inovasi yang menekankan kerja sama dinamis antara lima unsur yaitu pemda/otoritas publik; industri; universitas/sistem pendidikan; komunitas masyarakat/pengguna; dan medis. Model Penta Helix bisa digunakan sebagai model inovasi daerah dengan konsep kustomisasi (customized) disesuaikan dengan kondisi sumber daya yang ada di daerah itu sendiri.
Berpijak pada pemahaman ini, penulis mengusulkan konsep Penta Helix sebagai inovasi solusi dalam menjalankan mitigasi perubahan iklim. Sesuai konteks dan sumber daya terkait, para pihak dalam Penta Helix dimaksud adalah pemerintah pusat atau BMKG dalam hal ini; pemda; masyarakat; medis; dan media massa. Setiap pihak memiliki tanggung jawab masing-masing yang harus dijalankan secara berkelanjutan.
Berbagi peran
Kelima pihak tersebut saling berbagi peran. Pertama, BMKG yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara, dan geofisika.
Di antaranya pelayanan data dan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika; penyampaian informasi kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat berkenaan dengan perubahan iklim; serta penyampaian informasi dan peringatan dini kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat berkenaan bencana karena faktor meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
Guna mewujudkan tugas tanggung jawab itu dengan optimal, BMKG berkomitmen terus meningkatkan kecakapan SDM dan keandalan teknologinya untuk observasi, pemrosesan, analisis, prakiraan, prediksi, proyeksi dan peringatan dini, sebagai upaya mengantisipasi perubahan iklim global yang kian kompleks dan dinamis.
Tujuannya, agar tren, anomali iklim dan cuaca serta potensi kejadian ekstrem dapat terdeteksi lebih dini sehingga antisipasi dan mitigasi bersama semua pihak bisa dilakukan secara lebih cepat, tepat, dan akurat. Salah satu penyebab perubahan iklim adalah manusia.
Karena itu, pihak kedua, yaitu pemda, diharapkan bersinergi dengan pemerintah pusat untuk mencegah bencana buatan manusia ini. Aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim butuh komitmen politik karena harus dimulai dari kepala daerah yang diwujudkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Kemungkinan terburuk dari perubahan iklim bisa menyebabkan badai tropis, banjir, banjir bandang, longsor, hingga angin kencang lebih sering terjadi. Bahkan, perubahan iklim mampu mencairkan es di Puncak Jaya Wijaya, Papua. Diperkirakan, seluruh es di gunung tertinggi di Indonesia itu akan musnah pada 2025.
Perubahan iklim juga dapat menyebabkan permukaan air laut makin tinggi. Apabila itu terjadi, banyak wilayah dapat tenggelam karena posisinya lebih rendah dari laut.
Pihak ketiga adalah masyarakat. Karena itu, pemerintah dan masyarakat perlu melakukan usaha-usaha komprehensif dan nyata, seperti gencar penghijauan secara tepat, pengendalian tata ruang secara lestari.
Pemberitaan media dalam mitigasi bencana akan dapat mengurangi dampak bahaya bencana.
Secara nyata, Indonesia juga perlu melakukan pencegahan masif terhadap kebakaran hutan lahan, menggalakkan penggunaan energi terbarukan pengganti energi fosil, seperti batubara. Pemerintah juga perlu menerapkan sistem transportasi dan pembangunan infrastruktur ramah lingkungan.
Indonesia merupakan negara rawan bencana. Pemberitaan media dalam mitigasi bencana akan dapat mengurangi dampak bahaya bencana. Karena itu, pihak keempat adalah media massa yang begitu besar dalam pemberitaan kejadian bencana. Informasi terjadinya bencana sangat memengaruhi persepsi publik terhadap kejadian dan penanganan bencana. Selain itu, membantu berbagai pihak dalam mengetahui perkembangan kejadian bencana yang semakin sering terjadi.
Diperlukan upaya pemberitaan mitigasi bencana dari media massa agar dapat mengurangi dampak kerugian yang ditimbulkan akibat bencana dan memunculkan umpan balik yang beragam dari pembaca berita itu sendiri. Media dapat menjadi sebuah sistem peringatan dini serta memunculkan kearifan lokal yang dapat membantu dalam meningkatkan peluang untuk mengurangi korban dan kerusakan yang disebabkan oleh bencana.
Pihak kelima adalah peran medis yang secara cepat diharapkan membantu masyarakat saat mitigasi perubahan iklim dilaksanakan, memberikan pertolongan pertama bagi masyarakat dan meminimalkan jatuhnya korban.
Secara prinsip, melalui konsep Penta Helix, setiap pihak harus membangun persepsi bersama bahwa perubahan iklim adalah sebuah kerisauan dan ancaman bersama yang juga harus dimitigasi bersama-sama, karena dampaknya tidak mengenal batas administrasi. Konsep ini bentuk inovasi yang dapat diterapkan dalam mitigasi perubahan iklim dan mencegah pemanasan global semakin parah.