Penggabungan surat suara pemilu memang akan mengurangi biaya dan jumlah infrastruktur penyelenggaraan pemilu. Namun, yang jelas, bentuk surat suara dan teknis pemilihan harus harus disosialisasikan sejak dini.
Oleh
HARLI
·5 menit baca
Komisi Pemilihan Umum sedang melakukan simulasi penyederhanaan surat suara pada Pemilu 2024 (Kompas, 12/7/2021 dan 14/8/2021). Diberitakan bahwa KPU membuat enam model surat suara. Dari model itu, ada dua hal penting. Pertama, tata cara melaksanakan hak pilih, yakni mencoblos, menuliskan nomor urut, dan mencontreng. Kedua, menggabungkan surat suara menjadi satu atau dua bagian surat suara dari lima jenis pemilihan.
Penyederhanaan surat suara tersebut, menurut KPU, dapat berkontribusi terhadap risiko kematian anggota KPPS akibat beban kerja pada hari pemungutan suara sebagaimana Pemilu Serentak 2019, meningkatkan kesadaran pemilih mengenal siapa yang dipilih, menaikkan tingkat akurasi memilih, serta membuat pemilu lebih efisien dalam penggunaan surat suara. Apa pun mengenai desain surat suara selalu dibuat agar bersahabat terhadap pemilih dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak kesulitan menghitung.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Tidak seperti Pemilu 2004 dan 2019, pada Pemilu 2024 yang akan digelar pada 21 Februari 2024 KPU merencanakan dua pilihan surat suara. Pilihan pertama, gabungan lima jenis pemilihan, yaitu presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dalam satu suara suara. Pilihan kedua, surat suara dibagi menjadi dua bagian, yakni surat pemilihan presiden, DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dalam satu surat suara; sedangkan jenis pemilihan surat suara DPD tersendiri.
Penggabungan surat suara menjadi satu atau dua bagian surat suara secara langsung dapat mengurangi jumlah volume penggunaan surat suara, mengurangi jumlah tempat pemungutan suara (TPS), penggunaan kotak suara, dan mengurangi jumlah KPPS apabila dibandingkan dengan sebelumnya. Apabila jumlah volume surat suara berkurang, anggaran pengadaan logistik pemilu akan berkurang, terutama anggaran kertas suara, distribusi surat suara, honor KPPS, dan pembangunan TPS.
Meski jumlah tersebut berkurang, belum tentu beban kerja anggota KPPS berkurang. Sejak penciutan jumlah surat suara menjadi satu atau dua sekalipun, yang lebih sedikit dari pemilu terdahulu, dapat mengurangi ruang informasi memahami calon. Calon dari partai atau pasangan calon semakin terbatas memberikan informasi bagaimana cara memilih yang benar dan pada bagian yang dicoblos atau ditulis.
Perbedaan penafsiran sah dan tidak sah dapat memicu jumlah protes dari peserta pemilu. Kejadian ini akan menambah panjang waktu proses penghitungan suara dari rata-rata normal, yakni 6 menit per surat suara. Hal tersebut pada Pileg 2019 menjadi salah satu isu yang berkontribusi terhadap suara tidak sah ketika dihitung di TPS dan juga menjadi penyebab lama waktu penghitungan suara, selain karena pemisahan menghitung surat suara per peserta pemilu secara berjenjang. Akibatnya beban KPPS makin bertambah.
Ukuran kertas suara
Apakah penggabungan lima jenis pemilihan dalam satu surat suara dapat meningkatkan tingkat akurasi pemilihan? Dengan kata lain, jumlah surat suara tidak sah berkurang atau jumlah surat suara sah meningkat pada Pemilu 2024?
Kita tidak memiliki data dan informasi akurat yang menjelaskan bahwa menggabungkan surat suara menjadi satu atau dua dapat meningkatkan akurasi tingkat pemilihan. Akan tetapi, dari hasil Pemilu 2019, antara surat suara pemilihan presiden yang ukuran kertas suaranya 22 cm x 31 cm, dan surat suara pada pemilihan DPR yang ukurannya 51 cm x 82 cm, maka tingkat akurasi pemilihan presiden lebih tinggi dibandingkan dengan surat suara sah pemilihan DPR.
Suara tidak sah pada Pemilihan Presiden 2019, menurut data Info KPU 2019, sebesar 3.754.905 (2 persen) suara. Sementara Pileg anggota DPR 2019 berjumlah 17.503.953 (11 persen) suara. Selanjutnya pada Pemilu 2014, pemilu presiden suara tidak sah sebesar 1.379.690 (1 persen) suara, sementara pileg anggota DPR 2014 sebesar 14.601.436 (10 persen) suara.
Dari fakta di atas, apakah ukuran surat suara berpengaruh langsung terhadap tingkat akurasi memilih pada Pemilu 2019 dan Pemilu 2014, belum sepenuhnya diketahui.
Akan tetapi, informasi yang tersedia pada The ACE Electoral Knowledge Network, 2016, desain surat suara sederhana, instruksi tersedia cukup jelas sehingga dapat membantu kemampuan pemilih mengenal pilihannya dengan baik akan berkontribusi terhadap akurasi hasil pemungutan suara. Penyelenggara pemilu perlu mempertimbangkan desain tata letak informasi dalam surat suara, seperti nomor urut, tanda gambar parpol, dan nomor urut foto calon.
Jika desain isi dalam surat suara kurang bagus, misalnya kolom memilih kecil, tanda memilih partai calon terlalu kecil, jarak antara peserta pemilihan dalam satu surat suara terlalu rapat, kertas terlalu lebar sehingga pemilih memiliki waktu yang lama untuk membuka lebar, bagi pemilih yang tak mau repot hanya membuka sebagian surat suara lalu mencoblos. Hal tersebut dapat berkontribusi terhadap suara tidak sah ketika dihitung di TPS.
Cara pelaksanaan hak pilih
Sejak Pemilu 1955 sampai Pemilu 2019, tata cara melaksanakan hak pilih di Tanah Air lebih banyak dengan cara mencoblos, kecuali Pemilu 1955 pemilih melaksanakan hak pilih dengan dua pilihan, yakni menuliskan atau mencoblos. Sementara pada Pemilu 2009 pemilih mencontreng.
Informasi mengenai pengaruh langsung antara tata cara melaksanakan hak pilih dan tingkat akurasi memilih belum tersedia data yang akurat. Namun, apabila dibandingkan sejak Pemilu 1955 sampai dengan Pemilu 2019, untuk pemilihan presiden, misalnya, sebanyak 6.479.174 suara tidak sah. Sementara pada Pileg DPR 2009, sebanyak 17.540.248 suara tidak sah. Hasil Pemilu 2009 memiliki tingkat akurasi paling rendah dari semua pemilihan yang pernah dilaksanakan.
Meskipun tata cara melaksanakan hak pilih tidak ada yang sempurna seratus persen, informasi tersedia mengenai tata cara melaksanakan hak pilih dengan jelas dan mudah dilaksanakan dapat meningkatkan suara sah.
KPU memiliki kewajiban melakukan pendidikan terhadap pemilih dan menyebarkan informasi. Meski demikian, tugas seperti pendidikan dan penyebaran informasi pemilih tidak semata menjadi tanggung jawab KPU, peserta pemilu pun memiliki peran dan tanggung jawab yang sama meski beban lebih berat ke KPU. Kita berharap pada Pemilu 2024 peran semua pihak dapat berkontribusi meningkatkan akurasi tingkat hasil pemungutan suara dan berkurangnya sengketa suara sah dan tidak sah.