Pandemi Covid-19 ikut mendorong permintaan minyak asiri di sejumlah daerah. Selain untuk memenuhi pasokan di dalam negeri, minyak asiri juga diekspor.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Harian ini mengangkat diplomasi ekonomi melalui berbagai komoditas. Dampaknya, neraca perdagangan selama 15 bulan atau sejak Mei 2020 membukukan surplus.
Salah satu komoditas ekspor yang menjadi sorotan adalah komoditas pertanian. Komoditas ini menghidupi banyak orang, mulai dari petani, pedagang, hingga eksportir. Beberapa komoditas itu adalah petai, jengkol, dan minyak asiri. Ada pula komoditas baru, seperti bawang daun, buah tempayan, bunga krisan, kecombrang, manisan kelapa, masohi, sirih, dan andaliman. Komoditas baru ini umumnya digarap oleh eksportir dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Beberapa daerah mampu mengirim komoditas baru. Petani di Sumatera Utara untuk kali pertama menembus ekspor petai dan jengkol. Nilainya masih kecil, tetapi hal ini sebuah terobosan.
Pandemi Covid-19 ikut mendorong permintaan minyak asiri di sejumlah daerah. Selain untuk memenuhi pasokan di dalam negeri, minyak asiri juga diekspor. Jalan panjang cukup berliku dihadapi petani penghasil minyak itu. Harga minyak asiri terdongkrak naik. Keadaan ini membuat budidaya nilam, salah satu minyak asiri, di Sumatera Barat bergairah.
Harga minyak asiri nilam memang sedang bagus sejak dua tahun lalu. Sekarang, harga minyak asiri antara Rp 580.000-Rp 600.000 per kilogram di tingkat petani. Sebelumnya, harga dengan berat yang sama hanya Rp 300.000.
Kita tentu menyambut baik perkembangan ini. Petani di berbagai daerah menjadi bergairah karena mendapatkan penghasilan yang meningkat. Komoditas pertanian asal Indonesia juga berhasil masuk ke berbagai negara sehingga meningkatkan keberagaman produk ekspor. Di tengah pandemi, perbaikan ekspor tentu menjadi berkah tersendiri.
Kita perlu meneliti lebih mendalam tentang kecenderungan kenaikan permintaan terhadap produk yang mungkin aneh di mata kita. Sekian tahun kita menyepelekan petai, jengkol, dan berbagai produk minyak asiri, kini pasar internasional malah mencari produk itu. Sejumlah negara memburu komoditas itu seharusnya memunculkan pertanyaan.
Bahkan, kita perlu belajar terkait kelapa dan produk turunannya. Sekian tahun kelapa tidak mendapat perhatian, tetapi kini semua bagian kelapa, mulai dari serabut, batok, isi, hingga air kelapa diminati pasar global. Permintaan melonjak, tetapi perkebunan kelapa telah banyak yang rusak. Ekosistem perdagangan kelapa tidak berkembang.
Salah satu pertanyaan yang perlu kita ajukan, untuk apakah komoditas-komoditas itu diburu oleh berbagai negara? Kita perlu meneliti lebih lanjut kemungkinan pemanfaatannya di dunia medis. Sampai sejauh ini, riset dan pencarian berbagai bahan terus dilakukan untuk menjawab berbagai masalah medis. Oleh karena itu, kita perlu menyelidiki pemanfaatan petai, jengkol, dan minyak asiri untuk keperluan kesehatan. Berbagai negara kemungkinan mencari bahan aktif dari bahan-bahan itu. Untuk itu, sebaiknya kita sendiri meneliti dan mencari bahan aktif yang berbasis tanaman tropis.