Liku-liku Jalan Dagang Minyak Asiri
Meningkatnya harga minyak asiri selama masa pandemi Covid-19 membuat budidaya nilam bergairah. Namun, jalan panjang cukup berliku dihadapi para petani penghasil minyak asiri di sejumlah daerah.
Pandemi Covid-19 ikut mendorong permintaan minyak asiri di sejumlah daerah. Selain untuk memenuhi pasokan di dalam negeri, minyak asiri juga diekspor ke mancanegara. Jalan panjang cukup berliku dihadapi petani penghasil minyak itu.
Meningkatnya harga minyak asiri selama masa pandemi Covid-19 membuat budidaya nilam di Sumatera Barat bergairah. Danang Panjiwana (52), salah satu petani nilam di Nagari Koto Baru, Kecamatan Luhak Nan Duo, Pasaman Barat, mengatakan, harga minyak asiri nilam memang sedang bagus dalam 1-2 tahun ini. Sekarang, harga minyak asiri Rp 580.000-600.000 per kilogram di tingkat petani.
”Harga sekarang sesuai harapan petani. Ini menambah semangat. Masyarakat kembali atusias menanam nilam. Saya sendiri berencana terus menanam nilam, selama harga bagus seperti sekarang,” kata Danang, yang juga Ketua Kelompok Tani Sukmajaya, ketika dihubungi dari Padang, Jumat (27/8/2021).
Lihat Juga: Semerbak Mewangi Rumah Asiri
Beberapa tahun sebelumnya harga minyak asiri nilam hanya Rp 300.000 per kilogram, banyak petani patah semangat. Harga tersebut hanya cukup untuk balik modal, tidak ada untung bagi petani.
Bahan dasar minyak asiri yang beragam pun menyajikan harga yang beragam. Ada minyak asiri berbasis rempah, seperti nilam, serai, pala, kayu manis, jahe, kapulaga, adas, dan cendana. Ada pula minyak asiri dari citrus dan minyak asiri dari mint.
Menurut Danang, Kelompok Tani Sukmajaya beranggota 23 orang dan rata-rata menanam nilam. Umumnya anggota kelompok ini, termasuk Danang, mengintegrasikan tanaman nilam dengan jagung. Ada pula yang menanam sembari proses penanaman kembali kelapa sawit. Nilam ditanam sekitar sebulan menjelang jagung dipanen.
Sistem tumpeng sari ini membuat pertumbuhan nilam lebih cepat dan baik. Jika biasanya usia panen nilam delapan bulan, melalui sistem tumpang sari dengan jagung, nilam bisa dipanen usia empat bulan.
Sistem tumpang sari ini membuat pertumbuhan nilam lebih cepat dan baik. Jika biasanya usia panen nilam delapan bulan, melalui sistem tumpang sari dengan jagung, nilam bisa dipanen usia empat bulan. Danang mengatakan, penyulingan nilam menjadi asiri masih secara manual dengan alat suling drum. Minyak asiri nilam ditampung oleh agen-agen dari Medan, Sumatera Utara.
Meningkat
Merujuk pada data kepabeanan China, ekspor produk minyak asiri dari Indonesia ke China meningkat sekitar 14 persen pada semester I-2021 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Klasifikasi produk minyak asiri dijadikan satu dengan produk kecantikan dan produk wewangian. Keberadaan minyak asiri mendukung peningkatan ekspor total dari RI ke China yang naik 30 persen secara tahunan pada paruh pertama tahun ini.
Ekspor produk rempah-rempah RI secara umum ke India juga terlihat mengalami kenaikan. Indonesia berada di nomor dua terbesar sebagai eksportir rempah-rempah ke India setelah Vietnam. India menyumbang separuh dari perdagangan global rempah-rempah. Total impor rempah-rempah India dari dunia mencapai 206.000 ton senilai 724 juta dollar AS tahun 2020. Ekspor rempah-rempah RI ke India mencakup sekitar 15,3 persen dari impor rempah-rempah India.
Baca Juga: Nilam Mulai Angkat Ekonomi Kelompok Tani di Lombok Timur
Dinamika usaha minyak asiri berbasis nilam juga terlihat di ujung utara Pulau Sumatera. Pusat Riset Atsiri atau Atsiri Research Center Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, ikut mendorong usaha baru berbahan baku minyak nilam. Usaha-usaha itu menyerap produksi minyak nilam petani dan membuat harga minyak nilam stabil.
Ketua Pusat Riset Atsiri Universitas Syiah Kuala Syaifullah Muhammad, Minggu (29/8), menuturkan, dalam dua tahun terakhir usaha kecil menengah produk berbahan baku asiri di Aceh kian tumbuh. Dengan munculnya usaha-usaha tersebut, minyak nilam mulai diserap di pasar lokal. ”Dulu, 100 persen minyak nilam Aceh diekspor. Kalau sekarang, perbandingan 80 persen ekspor dan 20 persen pasar lokal,” kata Syaifullah.
Syaifullah mengatakan, saat ini terdapat sebanyak 30 usaha rintisan binaan Pusat Riset Atsiri. Usaha-usaha itu membuat produk berbahan dasar minyak nilam, seperti parfum, aroma terapi, balsam cair, lulur, dan sabun cuci tangan. Usaha rintisan itu dikelola anak-anak muda.
Selain membina usaha rintisan, ARC juga membina kelompok tani nilam. Hasil panen milik petani sebagian dijual kepada ARC. Dalam sebulan ARC mampu menyerap minyak nilam petani 1,2 ton. Minyak yang dibeli dari petani kemudian diolah kembali hingga melahirkan kualitas minyak premium. ARC menjual minyak nilam kualitas tinggi kepada usaha rintisan. Metodenya membuat satu sama lain saling mendukung.
Jatuh
Namun, tak selamanya cerita soal minyak asiri adalah cerita indah. Ini misalnya tergambar di Provinsi Jambi. Iming-iming harga memikat Roni Sinaga bertanam serai wangi (Cymbopogon nardus). Mimpinya sederhana, ingin hidup sejahtera dari budidaya itu, tiga tahun lalu. Tak disangka hasilnya jauh di mata.
Roni terbuai ucapan temannya, seorang pedagang pengepul di wilayah Tebo. Ia pun mengajaknya menanam serai wangi karena panen melimpah dan minyak asiri yang dihasilkan bernilai jual tinggi. Minyak yang wangi itu siap ditampung oleh temannya untuk dikirim ke Medan. Dari Medan, minyak serai wangi diekspor ke Singapura, China, hingga Timur Tengah.
Kala itu, si pedagang mau membeli dengan harga Rp 250.000 per kilogram. Tentu saja tawaran itu menggiurkan. Daun serai yang tumbuh di hamparan 1 hektar bisa menghasilkan panen rata-rata 20 ton. Setelah disuling selama 6 jam, akan dihasilkan 200 kilogram minyak asiri. Dengan harga jual tadi, hasilnya akan bernilai Rp 50 juta.
Roni pun membulatkan tekad. Setelah tanaman serai wangi tumbuh besar, ia membangun instalasi penyulingan. Instalasi itu menyambungkan ketel besar untuk memasak daun serai. Uap pemasakan lalu mengalir ke dalam bak berisi air. Perubahan suhu air dan uap panas memunculkan minyak yang beraroma wangi. Minyak itulah yang dipasok ke pedagang.
Panen pertama pada 2018 disambut dengan sukacita. Roni pun mengajak petani lainnya untuk turut menanam serai wangi. Mengetahui hasil yang didapatkannya, petani lain tertarik. Harga bibitnya kala itu masih terjangkau, Rp 1.700 per biji. Mereka yang tak cukup modal pun dibantu Roni dengan pengadaan bibit. Dalam waktu singkat terbangun kerja sama di antara petani. Dengan cepat budidaya itu menyebar di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Hampir 100 hektar luasnya.
Dengan hasil panen yang melimpah, pasokan ke tempat penyulingan dibuat terjadwal. Roni berperan sebagai penampung pertama. ”Semua hasil panen mereka ditampung di sini agar produksi penyulingan tetap lancar,” katanya. Tatkala produksi minyak asiri mulai melimpah, Roni mengontak pengepul. Namun, ia kaget mengetahui harga minyak serai wangi dalam sekejap jatuh. Dari semula Rp 250.000 turun terus hingga mencapai hanya Rp 60.000 per kilogram. ”Dengan harga serendah ini, petani sudah pasti tekor,” keluhnya.
Para petani mencoba bertahan sampai harga kembali naik. Ditunggu 6 bulan lamanya harga tak kunjung beranjak. Satu per satu petani mulai mengganti tanaman serai wangi dengan palawija. Ia sendiri masih membiarkan lahan itu bersemak. Usaha penyulingan berhenti beroperasi setahun terakhir. Di lokasi penyulingan, tampak ketel besar telah berkarat di antara semak. Bak penampungan telah ditumbuhi rumput liar.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Batanghari, Pantun Bukit, mengatakan, salah satu persoalan di daerah adalah lemahnya pemetaan komoditas itu dan pengawalan untuk berkembang. Di Jambi, pemerintah daerah masih terpaku pada komoditas unggulan, seperti sawit dan karet. Komoditas penghasil asiri belum dilirik untuk dikembangkan.
Padahal, budidayanya cukup menyebar mulai dari Kabupaten Muaro Jambi, Sarolangun, Tebo, Batanghari, hingga Merangin, berupa serai wangi dan nilam. Pengembangannya dilakukan petani kecil dan pengolahannya masih skala rumah tangga. Satuan kerja teknis di pemerintah daerah, lanjut Pantun, perlu mulai mengangkat potensi tersebut. Salah satunya ditopang dengan mengembangkan industri pengolahannya sehingga petani tidak tergantung pada fluktuasi harga di luar.