Elly Kasim dan Lagu Minang yang Mengindonesia
Kepergian Elly Kasim, Rabu (25/8/2021), mengingatkan kita pada popularitas lagu Minang. Elly adalah salah seorang penyanyi berdarah Minang yang ikut menjadikan lagu Minang mengindonesia.
Kepergian Elly Kasim, Rabu (25/8/2021), mengingatkan kita pada popularitas lagu Minang. Pada akhir dekade 1950-an dan 1960-an, lagu-lagu Minang menjadi dengaran dan nyanyian sehari-hari warga di negeri ini. Begitu pula lagu dari berbagai daerah lainnya. Elly Kasim adalah salah seorang penyanyi berdarah Minang yang ikut menjadikan lagu Minang mengindonesia.
Suatu kali, Elly Kasim (1944-2021) menceritakan pengalamannya sebagai penyanyi yang diterima oleh publik di beberapa daerah. Saat dia bernyanyi di Lombok atau Manado sekali pun, orang-orang pun mengenal lagu Minang.
Mereka, tutur Elly, bisa bernyanyi ”Bareh Solok”. Suara Elly memang merdu. Dia adalah juara pertama Bintang Radio di RRI Jakarta tahun 1960 untuk jenis lagu hiburan.
”Bareh Solok” adalah salah satu lagu yang dipopulerkan Elly Kasim. Lagu ciptaan Nuskan Sjarief itu diiringi Orkes Kumbang Tjari pimpinan Nuskan Sjarief, yang dimuat di album Bertemu Kekasih terbitan Irama tahun 1964.
Elly Kasim adalah salah seorang penyanyi berdarah Minang yang ikut menjadikan lagu Minang mengindonesia.
Ini merupakan album kompilasi yang juga memuat lagu pop lain dari penyanyi Onny Surjono, Mieke Widjaja, Ireng Maulana, dan Oslan Husein. Pada album tersebut Elly juga menyanyikan lagu ”Bertemu Kekasih” ciptaan M Jusuf yang dijadikan judul album.
Dari album ini terbaca bahwa lagu berbahasa Minang diperlakukan selayaknya lagu pop. Ia ditempatkan dalam satu album dengan lagu pop berbahasa Indonesia. Tampak juga posisi kesenimanan Elly Kasim yang tidak saja membawakan lagu Minang semata, tetapi juga lagu pop berbahasa Indonesia.
Baca juga : Rock, Kebingungan Budaya, dan Kompor Meleduk
Lagu ”Bertemu Kekasih” adalah lagu berbahasa Indonesia. Perlu dicatat, Elly Kasim juga mempunyai lagu kondang berbahasa Indonesia, yaitu ”Tiada Seindah Cintaku” ciptaan Zaenal Arifin, dengan iringan Band Zaenal Combo tahun 1968.
Dari musik yang dimainkan Orkes Kumbang Tjari juga terbaca bahwa lagu Minang terbuka untuk pengaruh musik mana pun. Naskan Sjarief memainkan ”Bareh Solok” dengan pengaruh rock ’n roll, terutama pada permainan gitar elektrik. Sebelum rock mewabah, Kumbang Tjari dan grup musik Minang lainnya cenderung berorientasi pada musik Latin.
Tema lokal
”Bareh Solok” artinya adalah beras dari daerah Solok, sebuah Kabupaten di Sumatera Barat. Lagu itu menuturkan tentang lezatnya beras dari daerah tersebut. Ada unsur pantun dan sentuhan kejenakaan dalam liriknya. Seperti pada bait kedua lagu: ”Urang Sumpu jalan barampek/ Di Singkarak singgah dahulu/ Bareh baru makan jo pangek/ Indak tampak ondeh mak, mintuo lalu”.
Sebagai pantun, dua larik pertama berupa sampiran, adapun baris selebihnya adalah isi. Sentuhan humor disisipkan dalam lirik: ”Indak tampak ondeh mak, mintuo lalu”. Saking lezatnya beras Solok yang disantap dengan pangek atau semacam gulai itu, sampai-sampai mertua lewat pun tak teperhatikan.
Baca juga : Elly Kasim Banyak Jasanya kepada Minangkabau
Seperti dikatakan Elly Kasim, ”Bareh Solok” terkenal di luar masyarakat pengguna bahasa Minang. Di kota-kota Jawa, misalnya, lagu tersebut sering diputar oleh Radio Republik Indonesia (RRI). Radio swasta baru bermunculan setelah tahun 1967.
Bisa dibayangkan begitu jauh daya tembus Elly Kasim dengan lagu Minang-nya yang diterima oleh pendengar radio di Indonesia. Oleh pendengar dan oleh RRI, lagu tersebut juga diperlakukan selayaknya lagu pop berbahasa Indonesia.
Selain itu, Elly juga sering dilibatkan bersama penyanyi-penyanyi top pada zamannya untuk menggelar pertunjukkan keliling di beberapa daerah. Sedikit banyak, hal itu semakin mendekatkan lagu Minang kepada penikmatnya di luar ranah kultural Minangkabau.
Elly Kasim tidak sendirian. Sebelum dia, musisi Minang sudah memainkan lagu-lagu Minang. Antara lain Orkes Gumarang pimpinan Asbon, Orkes Kumbang Tjari pimpinan Nuskan Sjarief, dan Teruna Ria pimpinan Oslan Husein.
Selain Elly, ada pula penyanyi berdarah Minang yang terkenal, seperti Nurseha dan Oslan Husein. Mereka bernyanyi menggunakan bahasa Minang, dengan tema-tema lagu yang diangkat dari ranah Minang, tetapi kemasan musiknya menggunakan pengaruh musik Latin yang pada era 1950-an sangat populer di Indonesia.
Dampak politik
Popularitas lagu Minang dan juga lagu berbahasa daerah lainnya semakin meluas setelah Presiden Soekarno menggelorakan semangat antineokolonialisme. Termasuk yang ditentang Bung Karno adalah produk budaya yang dianggap representasi Barat, seperti musik rock ’n roll. Padahal, sejak pertengahan 1950-an, rock ’n roll sedang digandrungi kaum muda.
Bung Karno pada 17 Agustus 1959 menyampaikan pidato kenegaraan berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” di Istana Merdeka, Jakarta. Bung Karno menyerang musik yang ia sebut sebagai ngak-ngik-ngok. Setelah pidato tersebut, RRI tidak memutar lagi lagu rock ’n roll.
Sebagai dampaknya, lagu daerah naik. Ruang papar untuk lagu pop Indonesia dan lagu daerah semakin luas. Sampai sekitar tahun 1967, radio milik pemerintah tidak memutar lagu berkategori ”ngak-ngik-ngok” tersebut.
Baca juga : Nyanyian Penuh Harapan
Orkes Gumarang pimpinan Asbon Madjid adalah salah satu kelompok musik pembawa lagu Minang yang sangat populer sejak awal 1950-an. Mereka beranggotakan para pemuda Minang yang tinggal atau merantau di Jakarta. Mereka adalah Alidir, Anwar Anif, Dhira Suhud, Joeswar Khairudin, Taufik, Syaiful Nawas, dan Awaludin Djamin.
Nama terakhir ini kemudian dikenal sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Belakangan bergabung Asbon Madjid yang kemudian ditunjuk sebagai pimpinan orkes. Masuk pula Januar Arifin, Hasmanan, Anas Yusuf, dan Nurseha.
Mereka memadukan unsur Latin dengan jenis musik, seperti rentak gamat yang berkembang di pantai Barat, Sumatera Barat. Rentak gamat merupakan semacam akulturasi antara musik tempatan atau indigenous music dan musik pengaruh Barat. Setidaknya dari penggunaan alat musik terdapat instrumen biola dan akordion.
Ketika rock ’n roll tidak boleh diperdengarkan, musisi mencari cara. Mereka memasukkan nuansa daerah.
Rentak gamat juga menggunakan pantun dalam lagu-lagunya. Ramuan beragam pengaruh inilah yang menjadi dasar musik Orkes Gumarang. Dari Gumarang terkenallah lagu seperti ”Ayam Den Lapeh” ciptaan A Hamid yang dinyanyikan Nurseha, ”Laruik Sanjo”, dan ”Baju Kuruang” karya Asbon lewat suara Sjaiful Nawas. Juga lagu ”Rang Talu” karya Sofjan D dengan vokal Nurseha, dan ”Malin Kundang” ciptaan Yos Leo dinyanyikan J Amir.
Berbeda dengan Orkes Gumarang yang menggunakan unsur Latin, Orkes Kumbang Tjari pimpinan Nuskan Sjarief memilih pengaruh rock ’n roll. Memang, ini sebuah siasat yang kreatif dan cerdik dari Nuskan Sjarief. Ketika rock ’n roll tidak boleh diperdengarkan, musisi mencari cara. Mereka memasukkan nuansa daerah.
Kumbang Tjari menggunakan bahasa Minang dan ”lolos sensor”. Siasat ini juga digunakan Oslan Husein dengan Orkes Teruna Ria-nya. Dia menyanyikan ”Bengawan Solo” karya Gesang dengan nuansa slow rock ’n roll. Oslan bahkan menyanyikannya dengan gaya mirip The Platters.
Begitu pula Mus DS yang membawakan ”Neng Geulis” dengan rasa rock, tetapi berbahasa Sunda. Orkes Kumbang Tjari lewat suara Elly Kasim memopulerkan lagu ”Taratak Tingga” karya Nuskan Sjarif, ”Dayung Palinggam” karya Karim Num, dan lagu hitnya, ”Bareh Solok.”
Oslan Husein bersama Orkes Teruna Ria memopulerkan ”Kambanglah Bungo” karya Sofjan Naan. Juga lagu ”Kampuang Nan Jauh di Mato”, ”Si Nandi-Nandi”, dan ”Lompong Sagu”. Teruna Ria juga beranggotakan gitaris Zaenal Arifin, pria dari keluarga Minangkabau yang lahir di Solo, Jawa Tengah.
Baca juga : Merayakan Kelegendaan Michael Jackson
Lagu-lagu Minang terus berkembang mengikuti tren dan pertumbuhan bisnis musik. Pada era 1970 hingga 1980-an, lagu Minang cukup laris dibawakan oleh penyanyi yang tidak berlatar belakang keluarga Minang.
Penyanyi seperti Hetty Koes Endang, Eddy Silitonga, Betharia Sonata, Nur Afni Octavia, dan Charles Hutagalung juga bernyanyi lagu Minang. Lagu berbahasa daerah itu sudah mengindonesia. Dia tumbuh di Nusantara, sebuah rumah besar tempat bernaung semua budaya yang hidup di negeri ini.