Menjaga Relasi dengan Pasangan
Pandemi saat ini membuat sejumlah pasangan ”terkungkung” dalam satu rumah. Ini bisa menimbulkan persoalan jika suasana tak terkelola dengan baik. Di tulisan ini ada tips bagi pasangan untuk menjaga keutuhan rumah tangga.
Angka perceraian pada pasangan di berbagai negara, seperti Inggris, China, Amerika Serikat, dan Swedia, diprediksi melonjak semasa pandemi Covid-19 (Maddy Savage, BBC Worklife, 17 Desember 2020). Meski data pasti di Indonesia belum dapat saya temukan, kecenderungan ini tentu tidak jauh berbeda.
Pandemi yang berdampak buruk pada rumah tangga memang bukan berita baru. Namun, sebagai pasangan, kita justru perlu meningkatkan kepedulian agar dapat lebih mawas diri dalam menjalin relasi. Kita paham bahwa pandemi menghilangkan rutinitas yang menawarkan kenyamanan, stabilitas, dan irama kehidupan yang telah dijalani.
Setiap pasangan jadi terbatas untuk mencari bentuk dukungan atau stimulasi lain di luar hubungan mereka karena tidak bisa bertemu dengan orang lain selain pasangannya. Perbedaan kepribadian menjadi makin terasa mengganggu. Sangat tepat perumpamaan yang mengatakan bahwa selama pandemi banyak pasangan seperti terjebak di dalam panci presto yang terus dipanaskan sehingga membuat mereka ’meledak keluar’ karena tidak dapat bertahan lagi.
Faktor penyebab
Para ahli berbicara mengenai berbagai faktor sebagai penyebabnya. Setiap pasangan perlu mengidentifikasinya terlebih dahulu, sebelum kemudian memilih cara menjaga relasi mereka.
Terry Gaspard (2020), seorang terapis di bidang relasi pasangan, mengatakan, di masa ini, banyak pasangan harus beradaptasi dengan bekerja dari rumah, tidak memiliki cukup ruang bagi dirinya sendiri, merasa kewalahan, menyekolahkan anak-anak di rumah, dan mengadopsi kebiasaan hidup sehat baru di tengah sumber daya yang terbatas. Stres yang berlebihan dapat disebabkan oleh pasangan yang harus mengurangi kontak fisik dan sosial dengan orang lain dan tidak dapat berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari, seperti berbelanja tanpa khawatir tentang jarak sosial.
Meninggalkan catatan cinta secara tertulis atau membuatkan kopi untuk pasangan mungkin lebih penting daripada memberi mereka pujian.
Nagma Clark (2020), seorang konselor klinis, mengatakan bahwa hidup berdampingan dalam pernikahan di masa karantina dengan pasangan Anda adalah suatu penyesuaian besar. Bahkan, di saat-saat terbaik pasangan, keseimbangan dan kepuasan dalam relasi mereka sulit dicapai.
Loretta Parker (2020), seorang terapis pernikahan, mengatakan bahwa orang-orang dalam hubungan pernikahan mungkin menemukan berbagai tantangan yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya. Menyitir tulisan dari American Psychology Association, ada bukti yang menghubungkan isolasi sosial yang dirasakan seseorang dengan konsekuensi kesehatan yang merugikan, termasuk depresi, kualitas tidur yang buruk, gangguan fungsi eksekutif, penurunan kognitif yang dipercepat, fungsi kardiovaskular yang buruk, dan gangguan kekebalan pada setiap tahap kehidupan. Bagi pasangan, kondisi seperti ini makin menyulitkan relasi mereka.
Cara menjaga
Berikut saya rangkumkan saran dari para ahli di atas, beberapa mempunyai kesamaan ataupun kekhasannya masing-masing (Gaspard, Clark dan Parker).
- Bekerja dalam kelompok
Dalam mempertahankan kehidupan pernikahan, penting untuk menganggap pasangan dan seluruh anggota keluarga sebagai sebuah tim. Setiap orang dalam keluarga adalah penting dan memainkan peran khas dalam fungsi keluarga. Setiap individu memiliki kekuatan, kepribadian, dan sifat unik yang berkontribusi untuk menjadi bagian dari tim keluarga.
Mulailah mengerjakan proyek bersama dengan pasangan atau sebagai keluarga, seperti menanam tanaman dan menata ulang garasi atau rumah. Libatkan pasangan sebanyak mungkin untuk memberinya rasa kepuasan yang datang dari menyelesaikan tugas atau menciptakan sesuatu yang baru. Dengan menginvestasikan energi bersama ke dalam kreativitas atau reorganisasi, seluruh anggota cenderung tidak fokus pada kekacauan dan ketidakpastian yang ada.
- Komunikasikan kebutuhan
Cobalah untuk saling memahami dan lebih terbuka dalam relasi dengan menciptakan waktu dan ruang bagi semua anggota keluarga untuk berkumpul dan mengekspresikan kebutuhan masing-masing. Pasangan dapat mengadakan pertemuan seminggu sekali untuk merenungkan hal-hal yang telah mereka lakukan dengan baik sebagai pasangan, mengungkapkan perasaan, emosi, atau kekhawatiran mereka, bagaimana membuat satu sama lain merasa dicintai, dan apa yang dapat mereka lakukan secara berbeda untuk terus melangkah.
- Saling memberi ruang
Dikarantina dengan orang yang dicintai dapat menguji relasi. Secara umum, beberapa dari kita membutuhkan lebih banyak waktu sendirian daripada yang lain. Setelah menghabiskan waktu bersama pasangan selama berbulan-bulan terbatas di dalam rumah, kebanyakan orang membutuhkan keseimbangan antara bersama dengan orang yang dicintai dan waktu untuk diri sendiri.
Sangat penting untuk menjelaskan kebutuhan Anda. Apabila pasangan yang membutuhkan, hormati dia dengan membiarkannya mengambil ruang yang diperlukan. Mungkin dengan bergiliran berjalan-jalan atau memiliki akses ke ruang yang tenang di rumah atau saling memberi waktu istirahat dari mengasuh anak dan pekerjaan rumah tangga. Jangan ragu meminta pasangan untuk melakukan bagiannya sehingga Anda juga dapat memiliki waktu untuk diri sendiri.
- Melatih kesabaran dan kebaikan
Di masa ini, orang-orang cenderung mudah tersinggung, anak-anak bertingkah, dan pasangan makin cenderung bertengkar. Sering kali orang menginginkan kepuasan instan atas apa yang mereka mau tanpa bersedia menunggu. Berlatih kesabaran sangat penting selama masa tidak pasti ini. Berhati-hatilah saat ini, jangan ikuti emosi negatif, dengarkan secara aktif, dan validasikan perasaan. Kesabaran dapat dilakukan dengan memperlambat dan melepaskan kendali.
Baca Juga: Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Perceraian Meningkat Selama Karantina
Selama momen yang memanas, mundurlah selangkah dan cobalah untuk mengenali bahwa banyak dari apa yang terjadi pada saat itu dapat dikaitkan dengan apa yang terjadi di lingkungan Anda daripada di dalam hubungan. Bagi banyak dari kita, krisis ini memusatkan perhatian pada sesuatu yang sering kita lupakan bahwa pekerjaan, uang, fasilitas, dan hiburan bisa datang dan pergi, tetapi memiliki seseorang untuk melewati ini adalah hal yang paling berharga.
Buatlah momen-momen kecil dari relasi yang berharga dengan pasangan Anda. Menurut tim peneliti The Penn State University, tindakan berperilaku lebih signifikan daripada ekspresi verbal ketika mengungkapkan cinta, tindakan memicu lebih banyak konsensus sebagai indikator cinta. Misalnya, meninggalkan catatan cinta secara tertulis atau membuatkan kopi untuk pasangan mungkin lebih penting daripada memberi mereka pujian.
- Dukungan profesional
Jika pasangan mempertanyakan komitmen satu sama lain dan tidak dapat memperbaiki relasi setelah pertengkaran, ada baiknya mencari ahli yang profesional. Konseling pasangan dapat membantu menghilangkan stres dan memfokuskan energi Anda pada rasa bersatu dan memiliki jika Anda mau menerimanya. Mungkin mengetahui bahwa Anda tidak sendirian dapat meningkatkan kelegaan, juga menciptakan rasa kebersamaan. Meskipun Anda tidak memiliki kendali atas keadaan ini, Anda dapat bersandar pada pasangan justru untuk mendapat bantuan yang dapat menyelamatkan pernikahan.
Kita dapat menjadikan pernikahan sebagai landasan keberadaan kita, mengatasi krisis ini bersama dan memutuskan untuk tetap bersatu serta menggagalkan ancaman meningkatnya angka perceraian.
Baca Juga: Membangun Ketahanan Keluarga