Uang Kripto dan Masa Depan Keuangan Syariah
Uang kripto adalah mata uang digital atau virtual yang dienkripsi secara elektronik untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pengguna. Ia dapat digunakan untuk pembayaran transaksi daring yang aman, efisien dan efektif.
Perdebatan seputar layak tidaknya mata uang kripto sebagai instrumen investasi terbelah menjadi dua kelompok besar dengan basis argumentasi yang dibangunnya hingga kini tak kunjung usai.
Kelompok yang kontra dengan tegas mengatakan bahwa mata uang kripto seperti bitcoin, ehtereum, dogecoin dan lainnya adalah bentuk lain dari investasi khayalan, spekulatif, volatile, rentan terhadap penipuan dan kriminalitas. Sementara, bagi kelompok yang pro tentu memandangnya secara optimistik dan kooperatif sebagai bagian dari varian investasi kekinian dan kedisinian yang menjanjikan dan bahkan menguntungkan.
Terlepas dari perdebatan panjang apakah uang kripto termasuk instrumen investasi atau bukan, nyatanya mata uang kripto mampu menjadi instrumen pembiak dana yang menjanjikan yang dibuktikan dengan tingginya permintaan atas mata uang “maya” berbasis teknologi ini, meskipun jumlah riil anggotanya tidak dapat dipastikan.
Di Indonesia, perdagangan mata uang kripto sebagai aset komoditas berjangka sudah diatur Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Namun demikian, uang kripto tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah dan tidak boleh digunakan sebagai alat pembayaran atas semua jenis transaksi keuangan yang ada karena bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
Baca juga: Dampak Renminbi Digital
Kripto sebagai uang yang kuat?
Meskipun hari ini uang kripto tidak diakui keabsahannya sebagai alat pembayaran di negara kita, tapi tidak menutup kemungkinaan suatu saat larangan ini dicabut oleh otoritas keuangan karena tuntutan ekonomi, sistem moneter dan digitalisasi sistem keuangan modern, lebih-lebih beberapa negara di belahan dunia lainnya telah melegalkan penggunaan uang kripto, seperti bitcoin dan lainnya untuk membayar biaya kuliah, belanja daring (online), dan tagihan-tagihan lainnya.
Uang kripto sebagai bayi yang lahir dari rahim kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi adalah fakta yang tidak dapat diingkari keberadaannya. Pendek kata, tidak ada yang tidak mungkin di era digitalisasi.
Uang kripto adalah mata uang digital atau virtual yang dienkripsi secara elektronik untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pengguna.
Saya berpandangan bahwa kehadiran uang kripto dengan segala variannya secara prinsipal adalah bentuk uang paling Islami yang pernah ada di dunia ini, meskipun ia bukan berasal dari inisiasi sistem keuangan syariah modern. Ini adalah teknologi jenius yang disebut dan dikenali secara familiar dengan cryptocurrency, dan jika ia bertahan melampaui masa pertumbuhannya saat ini, saya percaya ia memiliki kekuatan dahsyat untuk mengubah dunia menjadi lebih baik dan tentu lebih adil.
Uang kripto adalah mata uang digital atau virtual yang dienkripsi secara elektronik untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pengguna. Ia dapat digunakan untuk pembayaran transaksi daring yang aman, efisien dan bahkan efektif. Ia tidak dikeluarkan oleh bank sentral sebagai pengendali tunggal sistem moneter sebuah negara.
Ia ada di dunia maya, seperti halnya uang di rekening bank kita saat ini yang hanya tertera angka atau nominalnya di komputer. Berbeda dengan uang yang kita gunakan saat ini dalam bentuk rupiah atau dollar, di mana aturan penggunaannya tunduk pada kebijakan bank sentral, dalam hal ini Bank Indonesia.
Sementara, aturan penciptaan atau algoritma dari mata uang kripto yang diberikan dan diketahui sebelumnya dan serta didesentralisasi berdasarkan fakta pengguna riil yang ada pada jutaan komputer seluruh dunia. Praktis, ia tidak dapat dimanipulasi atau dicetak ulang oleh otoritas manapun dan kapanpun.
Bitcoin adalah uang kripto pertama yang didasarkan pada teknologi yang disebut blockchain, dan dibuat dua belas tahun yang lalu. Blockchain adalah sejenis buku besar online yang mencatat semua transaksi yang pernah dilakukan dengan menggunakan bitcoin, dan buku besar ini didistribusikan secara simultan pada seluruh jaringan komputer pengguna di seluruh dunia untuk memastikan semua transaksi terverifikasi dengan baik oleh jaringan buku besar itu, karenanya sangat mungkin meniadakan segala bentuk ancaman peretasan dan pemalsuan (Harris Irfan, 2019).
Dalam pandangan saya, bitcoin memiliki kemampuan dan daya transformasi unggul dari bentuk mata uang paling sehat yang pernah ada.
Dalam pandangan saya, bitcoin memiliki kemampuan dan daya transformasi unggul dari bentuk mata uang paling sehat yang pernah ada. Selama ini, kriteria uang kuat (hard money) identik dengan mata uang yang diterima secara luas di berbagai negara di dunia dan karenanya keberadaan uang ini menjadi stabil dan adikuasa.
Selain itu, uang yang sehat dan kuat memiliki “daya jual” yang tinggi, artinya ia mudah dijual di pasar dan ditukar dengan barang dan jasa. Uang yang sehat dipilih secara bebas oleh pasar sebagai mata uang pilihannya, dan berada di bawah kendali pemiliknya, aman dari campur tangan “gaib” seperti devaluasi oleh pihak eksternal dan sebagainya.
Uang kripto sesuai syariah?
Jika kita hendak membalikkan polarisasi dunia yang cenderung semakin semrawut yang ditandai dengan tingginya kesenjangan ekonomi, kemiskinan, pengangguran dan lainnya, maka satu-satunya perubahan terpenting yang harus dilakukan adalah kembali ke sistem moneter yang sehat dan kuat.
Dan uang kripto, terutama bitcoin mungkin menjadi jalan keluar terbaik, tetapi apakah itu cocok dengan model ekonomi dan keuangan syariah?
Baca juga : OJK: Kripto Bukan Alat Pembayaran yang Sah
Mufti Agung Mesir, Shawki Allam, mengeluarkan fatwa yang menyatakan bitcoin haram dengan alasan transaksi uang digital tersebut mengandung unsur pertaruhan atau judi (maysir) yang terlarang dalam Islam, dan berpotensi digunakan untuk transaksi ilegal seperti pencucian uang, terorisme dan perdagangan ilegal lainnya.
Argumentasi Mufti Agung Mesir yang menyatakan dasar larangan uang kripto sangat tidak masuk akal. Dia mengatakan itu memungkinkan pencucian uang, penipuan dan pendanaan teroris, dengan mudah mengabaikan bahwa mata uang yang paling umum dalam pencucian uang, penipuan dan terorisme adalah dollar AS.
Sebaliknya, publik menempatkan kepercayaan pada mata uang yang dinyatakan dan dihormati dalam mekanisme pertukaran barang dan jasa.
Ia juga mengatakan uang kripto tidak memiliki aturan yang ditetapkan dan serta-merta menjadikannya kontrak yang ada tidak berlaku atau batal. Ia dengan mudah mengabaikan fakta bahwa mata uang fiat–yang ditetapkan sebagai alat pembayaran yang sah oleh pemerintah, misalnya juga tidak memiliki aturan rigid.
Sebaliknya, publik menempatkan kepercayaan pada mata uang yang dinyatakan dan dihormati dalam mekanisme pertukaran barang dan jasa. Begitulah cara kerja mata uang: melalui kepercayaan dan persetujuan publik bahwa mata uang itu diakui dan diterima secara alamiah, tanpa adanya intervensi dari siapapun.
Tujuan utama penerapan hukum dalam Islam pada keseluruhan aspek kehidupan manusia sesungguhnya untuk mempromosikan nilai-nilai kebaikan, keadilan, kesejahteraan, persamaan hak dan kewajiban dan lain sebagainya yang bermuara pada kepentingan umum (mashlahah ammah) dan inklusi sosial (adlu wal ikhsan).
Maka keberadaan uang kripto yang kemungkinan besar mampu memberikan energi baru yang lebih adil dan fair pada sistem moneter negara dan pada saat yang sama sesuai dengan konsep uang dalam Islam layak untuk dipertimbangkan.
Faizi, Dosen Program Studi Ekonomi Syariah, FEB UPN Veteran Jakarta, Lulusan Program Doktor Bidang Keuangan dan Perbankan Syariah pada Universitas Utara Malaysia