Legitimasi negara sangat ditentukan oleh bagaimana negara merespons apa yang terjadi di masyarakat. Saat kebebasan sipil terancam dengan berbagai peretasan, tanggung jawab aparat penegak hukum untuk mengatasinya.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Skor Indonesia dalam Indeks Negara Rentan (INR) haruslah dipakai sebagai cermin untuk terus berbenah dan memperbaiki sektor yang dinilai kurang.
Diberitakan harian ini, Minggu dan Senin (23-24 Mei 2021), skor Indonesia dalam INR 2021 tetap membaik. Salah satu faktor yang menunjang perbaikan skor Indonesia dalam INR ialah faktor kohesi sosial, selain faktor ekonomi dan sosial. Namun, dalam variabel politik khususnya soal legitimasi negara dan pelayanan publik justru terjadi penurunan.
INR 2021 sebaiknya dilihat bersamaan dengan indeks lain, apakah itu indeks demokrasi atau indeks persepsi soal korupsi. Dalam indeks demokrasi, bangsa ini juga mengalami kemunduran. Begitu juga halnya dengan indeks persepsi korupsi. Kedua variabel itu tentu juga berkorelasi dengan merosotnya pelayanan publik pemerintah.
Dengan melihat secara komprehensif penurunan indeks itu, rasanya perlu ada respons signifikan dari pemerintah. Setiap tantangan harus selalu ada tanggapan. Respons itu bukan sekadar komentar normatif atau retorika normatif yang tanpa makna. Agenda aksi harus dirumuskan agar bangsa ini tidak terperangkap dalam frustrasi atau kejengkelan sosial.
Sebenarnya merebaknya korupsi, kolusi, dan nepotisme di semua lini sudah terasa. Munculnya INR dan Indeks Persepsi Korupsi hanyalah mengonfirmasi rasa perasaan masyarakat. Kian terimpitnya kebebasan sipil juga terasa dengan munculnya fenomena peretasan-peretasan terhadap sejumlah aktivis kritis. Namun, yang tampak di permukaan, kegelisahan publik yang mencuat dalam berbagai kejadian, seperti dibiarkan saja. Atau, di sisi lain, pernyataan-pernyataan yang terlalu normatif-legalistis, tetapi tak menyelesaikan masalah.
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani seperti dikutip Kompas, 24 Mei 2021, mengatakan, pemerintah berkomitmen terus membenahi aspek politik yang skornya menurun. Turunnya aspek politik dipengaruhi sejumlah faktor, seperti masih tingginya korupsi, merebaknya terorisme, menyempitnya ruang kebebasan sipil, dan respons pemerintah atas demokrasi.
Pernyataan KSP itu kita sambut baik. Namun, bukankah pemberantasan korupsi, mengatasi terorisme, dan menjaga kebebasan sipil memang tugas dan tanggung jawab pemerintah? Satunya kata dan tindakan menjadi penting. Retorika dan aksi politik harus seiring sejalan.
Ketika korupsi dinilai kian merebak, hal yang harus dilakukan adalah penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bukan malah pelemahan. Saat jumlah pegawai KPK berkurang, yang harus dilakukan adalah menambah, bukan membebastugaskan dengan alasan tidak memenuhi syarat sebagai aparatur sipil negara.
Ketika kebebasan sipil terancam dengan berbagai peretasan, bukankah itu tanggung jawab aparat penegak hukum untuk mengatasi dan menangkap orang yang meretas. Legitimasi negara juga sangat ditentukan oleh bagaimana negara merespons apa yang terjadi di masyarakat.